September 13, 2024

Hak Partai Baru Diperdebatkan

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Penyelenggara Pemilu memperdebatkan hak partai politik baru peserta Pemilu 2019. Hak itu mencakup pencantuman lambang parpol baru di kertas suara pemilihan presiden dan wakil presiden serta hak atau kewajiban untuk ikut menyumbang dana kampanye kepada pasangan capres-cawapres yang didukung.

Perdebatan itu muncul pada saat pembahasan rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dengan Komisi Pemilihan Umum, Kementerian Dalam Negeri, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/4/2018). Rapat itu digelar dalam rangka konsultasi Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Dana Kampanye yang telah disusun KPU.

Kesepakatan terkait hak parpol baru peserta Pemilu 2019 tidak berhasil dicapai sehingga masalah itu diendapkan sampai pembahasan RDP berikutnya, Senin pekan depan. Isu hak parpol baru itu akan dibahas bersama dengan Rancangan PKPU tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam rancangan PKPU, mengacu pada Pasal 325 Ayat (2) UU No 7/2017 tentang Pemilu, KPU mengatur dana kampanye untuk capres-cawapres bisa diperoleh dari pasangan calon yang bersangkutan, parpol atau gabungan parpol pengusul, serta sumbangan yang sah dari pihak lain.

Komisioner KPU, Hasyim Asy’ari, mengatakan, parpol pengusul yang dapat menyumbang dana kampanye adalah partai yang sekarang memiliki kursi di parlemen. Hal itu mengacu pada Pasal 222 UU Pemilu bahwa pasangan calon diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol yang minimal mendapat 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional di pemilu legislatif sebelumnya. ”Kalau (anggota partai baru) mau menyumbang bisa saja, tetapi atas nama pribadi,” katanya.

Wakil Ketua Komisi II DPR Fandi Utomo mengatakan, hak parpol baru tak bisa dibatasi, termasuk jika ingin ikut menyumbang dana kampanye ke pasangan calon yang ia dukung.

Berkembang

Perdebatan pun berkembang ke aspek hak partai baru yang lainnya. Misalnya, hak parpol baru untuk dicantumkan lambang parpolnya di kertas suara pemilu presiden, bersama partai pengusul capres-cawapres lainnya. Menurut Fandi, aturan bahwa partai baru tidak masuk dalam kategori partai pengusul capres-cawapres akan merugikan partai baru.

”Apalagi, ini pemilu serentak dengan dampak efek coattail (kerah baju). Kalau gambar partainya tidak ikut ditempel di kertas suara bersama sosok capres yang diusung, ya tamat sudah partai itu,” katanya.

Anggota Komisi II DPR, Rufinus Hutauruk, berpendapat partai baru memang tidak bisa mendapat hak-hak sebagaimana partai lama yang punya kursi di parlemen.

Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kemendagri Suhajar Diantoro mengatakan, pemerintah dan DPR selaku pembuat UU tidak bermaksud membatasi hak parpol baru. Namun, ada perbedaan pemahaman terkait alasan di balik munculnya ketentuan soal ambang batas pencalonan presiden. Syarat partai untuk mengusulkan capres-cawapres tersebut belum tentu berarti partai baru tidak bisa ikut mengusulkan atau mendukung pasangan calon sehingga kehilangan hak-haknya saat pemilu. (Age)