August 8, 2024

Bawaslu Prihatin

JAKARTA, KOMPAS – Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu prihatin masih ada partai politik yang mencalonkan bekas narapidana kasus korupsi. Parpol semestinya mencalonkan kadernya yang bersih untuk menjadi calon anggota legislatif.

Ketua Bawaslu Abhan, Minggu (22/7/2018), di Jakarta, mengatakan, selain untuk kursi DPR, ada informasi masih ada bakal caleg bekas napi korupsi yang diajukan untuk kursi DPRD.

“Tentu ini kami sayangkan karena semestinya masih ada kader bersih. Seharusnya diajukan kader yang bersih itu oleh parpol,” kata Abhan.

Dalam PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan DPR dan DPRD, parpol dilarang mencalonkan bekas napi kasus korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba. Pimpinan parpol juga menandatangani pakta integritas per daerah pemilihan berisi komitmen tidak mencalonkan bekas napi tiga jenis kejahatan tersebut, berikut sanksi administrasi jika melanggar ketentuan itu.

KPU menemukan lima nama bacaleg berstatus bekas terpidana korupsi dalam proses verifikasi daftar caleg 16 partai peserta pemilu, Sabtu (21/7).

Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan, kelima nama bacaleg itu berasal dari daerah pemilihan Aceh II (dua orang), Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, dan Jawa Tengah VI. Mereka turut melampirkan salinan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap di berkas pendaftaran, yang menyebutkan bahwa mereka bekas terpidana korupsi.

Dalam proses verifikasinya, KPU belum mengecek silang setiap berkas pendaftaran itu dengan data terpidana dari Mahkamah Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi. KPU hanya bergantung pada salinan putusan pengadilan yang dicantumkan bacaleg di berkas pendaftaran.

Oleh karena itu, ujar Wahyu, bisa saja ada nama-nama bacaleg yang lolos dari pemantauan KPU. KPU pun masih membuka ruang pemantauan sampai Agustus ketika daftar caleg sementara (DCS) diumumkan.

”Sangat mungkin ini ada yang lolos. Makanya, nanti saat DCS diumumkan kepada publik, masyarakat dapat ikut memantau dan melaporkan kalau ada yang diduga tidak memenuhi syarat, dan partai juga akan diberi ruang untuk mengklarifikasi,” ujarnya.

Saat ini, kelima bacaleg yang terpantau dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS). ”Lima nama ini dinyatakan TMS dan kami kembalikan kepada partai bersangkutan untuk menggantinya dengan nama lain yang memenuhi syarat,” kata Wahyu.

Partai bersangkutan diberi kesempatan untuk memperbaiki berkas, termasuk mengganti nama bacaleg eks napi korupsinya dengan kader lain, dari 22-31 Juli 2018. Jika partai tidak berkenan mengganti sampai tenggat 31 Juli mendatang, posisi caleg di dapil bersangkutan akan dibiarkan kosong.

”Kami harap partai akan mengindahkan PKPU. Karena ini sudah bukti bahwa imbauan dari KPU agar partai tidak mencalonkan kadernya yang bekas napi korupsi terbukti tidak efektif. Ada partai yang tetap saja mencalonkan (eks napi korupsi),” kata Wahyu.

Partai bersangkutan diberi kesempatan untuk memperbaiki berkas, termasuk mengganti nama bacaleg eks napi korupsinya dengan kader lain, dari 22-31 Juli 2018. Jika partai tidak berkenan mengganti sampai tenggat 31 Juli mendatang, posisi caleg di dapil bersangkutan akan dibiarkan kosong.

Tidak hanya di tingkat DPR, KPU juga akan memantau proses verifikasi di tingkat KPUD untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Sebagaimana diketahui, tidak hanya di tingkat pusat, pengurus partai di daerah juga disinyalir cukup banyak mengusulkan bacaleg berstatus bekas napi korupsi.

”Secara hierarkis, untuk proses verifikasi di daerah ditangani KPU provinsi dan kabupaten/kota. Tetapi, semua tetap kami pantau dari pusat dan melalui mekanisme verifikasi yang sama,” kata Ketua KPU Arief Budiman.

Pertimbangkan Gugatan

Sebelumnya, Partai Golkar diketahui tetap mencalonkan dua kadernya yang berstatus terpidana korupsi untuk DPR. Mereka adalah Ketua Dewan Pimpinan Daerah I Golkar Aceh TM Nurlif dan Ketua Harian DPD I Golkar Jawa Tengah Iqbal Wibisono. Selain Golkar, beberapa partai yang diduga mencalonkan bekas napi korupsi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Partai Gerindra, misalnya, mengajukan M Taufik untuk DPRD DKI Jakarta, sementara Partai Nasdem mencalonkan Mandra yang pernah dipidana satu tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor. PDI-P pun mengusung Sumi Harsono untuk kursi DPRD Sidoarjo.

Ketua Koordinator Bidang Kepartaian Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Ibnu Munzir mengatakan, saat ini, masih ada dua alternatif yang dipertimbangkan. Pertama, mengganti bacaleg terkait. Kedua, membiarkan dan menggugat ke Bawaslu ketika KPU nantinya mengeluarkan SK untuk menolak bacaleg tersebut.

Namun, di sisi lain, Golkar tidak bermasalah jika harus mengganti caleg bersangkutan. ”Kami punya banyak stok (bacaleg), jadi kalau toh harus mengganti, kami siap,” kata Ibnu.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggaraini mengatakan, sikap parpol tetap mengusung caleg bekas napi korupsi menandakan ketidaktaatan parpol pada aturan main kompetisi demokrasi.

“Seharusnya parpol taat pada aturan main karena Peraturan KPU tentang Pencalonan itu sah dan berlaku. Aturan itu bukan tidak disosialisasikan, bukan tidak diketahui orang banyak, maka patut diduga saat ada nama-nama yang tidak sesuai dengan isi PKPU, partai memang sadar melakukan itu,” kata Titi.

Menurut Titi, seharusnya KPU mengumumkan ke publik nama-nama partai politik yang tetap mengusung bekas napi korupsi kendati sudah  menandatangani pakta integritas. Menurut dia, hal ini akan menjadi pendidikan politik bagi masyarakat, mengenai tingkat ketaatan partai terhadap aturan main serta partai mana yang memaksakan kehendak untuk tetap mengusung bekas napi kasus korupsi sebagai caleg dalam pemilu. Pengumuman nama partai itu juga bagian dari transparansi.

“Proses pencalonan itu terbuka, sejalan dengan prinsip penyelenggaraan pemilu yang harus berdasar prinsip keterbukaan dan akuntabilitas. Perlu publik ketahui kenapa calon dikembalikan berkasnya, berapa yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat,” kata Titi.

 

Dia juga mendorong KPU segera membuka akses publik kepada nama-nama semua daftar caleg agar publik bisa memberi masukan lebih awal. Sebab, bukan tidak mungkin masih ada nama-nama bakal caleg lain yang juga terindikasi bekas napi kasus korupsi, tetapi belum teridentifikasi dalam proses verifikasi oleh KPU. Hingga Minggu sekitar pukul 16.00, daftar nama caleg masih belum bisa diakses melalui portal daring KPU, infopemilu.kpu.go.id. Di portal itu, KPU baru menampilkan rekapitulasi jumlah caleg yang diajukan tiap parpol. (ANTONY LEE DAN AGNES THEODORA)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 23 Juli 2018 di halaman 2 dengan judul “Bawaslu Prihatin “. https://kompas.id/baca/utama/2018/07/23/bawaslu-prihatin/