September 13, 2024

Sengketa Pilkada, MK Registrasi 70 Perkara

JAKARTA, KOMPAS- Mahkamah Konstitusi meregistrasi 70 perkara sengketa hasil pemilihan kepala daerah secara serentak dan menjadwalkan menggelar sidang perdana pada Kamis (26/7/2018) depan. Kendati registrasi serentak telah dilakukan, MK masih membuka peluang adanya permohonan sengketa baru, sepanjang permohonan itu diajukan dalam kurun waktu tiga hari setelah penetapan oleh Komisi Pemilihan Umum setempat.

Juru Bicara MK Fajar Laksono Soeroso mengatakan, hingga jadwal registrasi serentak pada Senin (23/7/2018), MK menerima 71 permohonan sengketa hasil pilkada. Namun, saat registrasi perkara sengketa pilkada dimulai, permohonan sengketa pilkada dari Kota Bengkulu dicabut sehingga registrasi hanya dilakukan pada 70 permohonan.

Semua permohonan yang telah diregistrasi itu diperiksa syarat-syarat administrasi pengajuannya, mulai dari kelengkapan identitas pemohon, kedudukan hukum (legal standing), tenggat pengajuan permohonan, dan obyek permohonan, seperti Surat Keputusan Penetapan hasil dari KPU.

”70 permohonan perkara itu akan diperiksa oleh tiga majelis hakim panel dalam sidang pendahuluan MK. Tiga majelis hakim panel itu akan dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman, Wakil Ketua MK Aswanto, dan hakim konstitusi Arief Hidayat. Pemeriksaan pendahuluan dilakukan pada 26-27 Juli 2018,” kata Fajar, Selasa (24/7/2018) di Jakarta.

Dari 70 perkara yang masuk, tambah Fajar, tujuh perkara di antaranya adalah sengketa hasil pilkada tingkat provinsi, dan sisanya sengketa hasil pilkada kota/kabupaten. Tujuh permohonan sengketa hasil pilkada itu berasal dari Lampung (dua permohonan), Sulawesi Tenggara, Maluku, Sumatera Selatan, Maluku Utara, dan Papua.

Dibandingkan dengan pilkada sebelumnya, yakni pilkada 2015 dan 2017, permohonan yang diterima MK kini menurun. Pada 2015, MK menerima 151 perkara sengketa hasil pilkada dari 264 pilkada yang sudah digelar, atau sekitar 57,1 persen. Namun, pada 2017, MK menerima 49 perkara dari 101 pilkada, atau sekitar 48,5 persen.

Adapun tahun ini, hingga registrasi oleh MK pada Senin kemarin, tercatat ada 70 permohonan perkara yang diterima MK dari 171 pilkada yang digelar, atau sekitar 40 persen. ”Biasanya, kami menerima permohonan hampir separuh dari jumlah daerah yang menyelenggarakan pilkada. Akan tetapi, tahun ini jumlah itu cenderung menurun karena kurang dari 50 persen, berbeda dengan dua pilkada sebelumnya,” kata Fajar.

Turunnya jumlah perkara sengketa hasil Pilkada 2018 itu dianggap sebagai hal yang positif. Pasalnya, hal itu menandakan para peserta pilkada banyak yang menerima hasil pilkada. Di sisi lain, turunnya sengketa hasil pilkada di MK ini juga dinilai menunjukkan proses demokrasi lokal yang terus membaik, dan segala persoalan teknis pilkada bisa diselesaikan sesuai tingkatannya.

Pelayanan masih dibuka

Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah mengatakan, desk khusus pilkada yang menangani pendaftaran perkara sengketa pilkada telah dibubarkan pada 11 Juli lalu. Namun, kalau ada permohonan sengketa baru, MK masih bisa menerima dengan mekanisme pelayanan rutin.

Sejumlah KPU daerah ditengarai juga masih belum mengeluarkan putusan atau ketetapan terkait dengan hasil pilkada. Oleh karena itu, MK belum sepenuhnya menutup pendaftaran. MK sedianya menutup pendaftaran sengketa pada 11 Juli lalu. Namun, MK masih memberi kesempatan ke pemohon sengketa mendaftarkan gugatannya sepanjang penuhi tenggat tiga hari kerja setelah KPU menetapkan hasil rekapitulasi. ”MK tidak boleh menolak permohonan yang masuk sehingga kalau masih ada yang mendaftarkan permohonan sengketa, MK masih menerima,” katanya.

Hingga Selasa kemarin, kesibukan masih terlihat di meja pelayanan pendaftaran perkara sengketa hasil pilkada MK. Setjen MK menyediakan delapan meja khusus untuk melayani permohonan sengketa. Salah satu dari meja khusus itu melayani konsultasi dari para calon pihak beperkara.

Dalam waktu dua hari ini, sebelum sidang pendahuluan dimulai, MK menyerahkan akta registrasi kepada para pemohon sengketa hasil pilkada. Penyerahan akta registrasi kepada pemohon itu menandai berubahnya permohonan mereka menjadi perkara di MK. Akta registrasi yang diserahkan kepada pemohon berisikan nomor registrasi permohonan yang sekaligus juga menjadi nomor perkara.

Pada sidang perdana, Kamis mendatang, MK akan menyidangkan 35 permohonan, dan sisanya akan disidangkan kembali pada Jumat (27/7/2018) berikutnya.

”MK harus menyelesaikan perkara sengketa pilkada ini dalam waktu 45 hari. Untuk sementara memang MK fokus dalam penyelesaian perkara sengketa pilkada karena ini ada batas waktunya. Namun, untuk pertimbangan tertentu, MK di sela-sela persidangan sengketa hasil pilkada bisa saja memeriksa perkara pengujian undang-undang (PUU),” ujarnya.

Fajar mengatakan, MK harus sudah selesai memeriksa dan memutus perkara sengketa hasil pilkada ini pada 26 September 2018. Pemeriksaan pendahuluan terhadap permohonan itu dilakukan oleh tiga majelis panel secara simultan. Untuk perkara yang dalam putusan dismissal dinilai tidak memenuhi syarat dalam Pasal 158 UU Pemilu, perkara itu tidak akan dilanjutkan dalam pembuktian atau pemeriksaan saksi dan ahli.

Wakil Ketua MK Aswanto mengatakan, MK dalam mendistribusikan perkara mengupayakan agar tidak terjadi konflik kepentingan hakim dalam memeriksa perkara sengketa hasil pilkada. Hakim dari daerah tertentu tak akan memegang perkara dari daerah yang sama dengan tempat asalnya di tingkat panel.

Hal itu dimaksudkan agar hakim tak mengalami konflik kepentingan memeriksa perkara sengketa. ” Majelis hakim panel tak memeriksa perkara dari daerah asal hakim panel. Seperti saya, dari Indonesia timur, saat jadi majelis hakim panel pemeriksaan pendahuluan tak akan memeriksa permohonan yang berasal dari Indonesia timur,” tuturnya. (RINI KUSTIASI)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 25 Juli 2018 di halaman 4 dengan judul “MK Registrasi 70 Perkara”.名古屋市リノベーション デザインможно ли стать программистом