August 8, 2024

Caleg Korupsi, Harus Segera Dicari Solusi

Beda pendapat antara KPU dan Bawaslu terkait dengan pencalonan bekas narapidana perkara korupsi mendesak segera diselesaikan karena mengancam tahapan Pemilu 2019.

JAKARTA, KOMPAS- Beda pendapat antara Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu terkait pencalonan bekas napi perkara korupsi dalam pemilu legislatif 2019 mendesak segera ditemukan. Jika dibiarkan berlarut, persoalan itu berpotensi menganggu proses Pemilu 2019 yang akan memasuki masa kampanye pada 23 September ini.

Terkait hal itu, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya Ramlan Surbakti saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (30/8/2018) berharap anggota KPU dan Bawaslu bisa bertemu. Pertemuan itu tidak dalam forum negosiasi resmi, tetapi forum informal untuk saling bertukar pikiran mengenai problematika putusan pencalonan bacaleg bekas napi korupsi. Dalam forum itu, semua pihak bisa bertukar pandangan yang tidak mengikat, sehingga bisa mencari solusi, sebelum tahapan Pemilu 2019 memasuki masa kampanye.

“Bagus juga jika KPU dan Bawaslu mendengar juga pandangan orang-orang dari luar, sehingga bisa ada pertemuan yang pembicaraannya lebih dari hati ke hati untuk kepentingan luas. Tidak untuk membuat kesepakatan, tetapi tukar pikiran, sedangkan keputusan tetap ada pada masing-masing institusi,” kata Ramlan.

Hal ini baik dilakukan karena hingga saat ini, sudah ada enam putusan Bawaslu di daerah yang memerintahkan KPU untuk mengakomodasi bacaleg bekas napi kasus korupsi.

Putusan tersebut muncul di Provinsi Aceh dan Provinsi Sulawesi Utara untuk pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah. Selain itu, putusan terkait pencalonan anggota DPRD muncul di Toraja Utara (Sulawesi Selatan), Rembang (Jawa Tengah), Kota Parepare (Sulsel), dan Bulukumba (Sulsel).

Bawaslu di beberapa daerah juga masih menangani sengketa pencalonan dengan persoalan serupa, misalnya di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Blora (Jateng), dan DKI Jakarta.

Anggota KPU Wahyu Setiawan menuturkan, jika terus dibiarkan, kondisi ini akan membahayakan tahapan pemilu.

Dia menegaskan, KPU tetap akan bertindak sesuai Peraturan KPUNomor 14/2018 tentang Pencalonan Anggota DPD dan PKPU 20/2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD. Dua PKPU itu memuat klausul pelarangan pencalonan bekas napi perkara korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba.

Hal itu membuat Komisi Independen Pemilihan Aceh menganulir bakal calon legislatif dan calon anggota DPD karena bekas napi perkara korupsi.

Hal serupa juga dilakukan KPU Sulawesi Utara yang belum melaksanakan putusan Bawaslu setempat yang meloloskan Syachrial Damopolii sebagai calon anggota DPD. Namun, Syachrial yang pernah divonis tiga tahun penjara dalam perkara suap, akan mengadukan langkah KPU itu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

Tidak dimasukkan

Anggota Bawaslu Rembang Amin Fauzi menuturkan, pihaknya tidak menjadikan PKPU 20/2018 sebagai bahan pertimbangan dalam memutus sengketa pencalonan karena meyakini hak politik merupakan hak asasi manusia. Oleh karena itu, pembatasan hak tersebut hanya bisa dilakukan melalui undang-undang atau putusan pengadilan.

Dengan pertimbangan itu, Bawaslu   Rembang memutuskan M Nur Hasan yang adalah bekas napi perkara korupsi, masuk dalam daftar caleg.

Menyikapi bertambahnya putusan Bawaslu di daerah yang mengakomodasi bacaleg bekas napi kasus korupsi, kelompok masyarakat sipil akan mendatangi KPU untuk memberi dukungan, sekaligus menyampaikan surat terbuka ke Bawaslu RI. Peneliti Indonesia Corruption Watch Donal Fariz mengatakan, masyarakat sipil akan menyerahkan dukungan ke KPU melalui petisi daring Change.org ke KPU yang jumlahnya mencapai 235.000 penandatangan. Masyarakat sipil menolak bekas napi korupsi menjadi caleg.

“Kinerja Bawaslu sangat mengecewakan. Bawaslu gagal membangun pemilu berintegritas karenaputusannya yang memberi hak ke bekas napi perkar akorupsi untuk kembali menjadi caleg,” kata Donal. (GAL/REN/ZAL/AIN/DIT/GRE)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 31 Agustus 2018 di halaman 2 dengan judul “Harus Segera Dicari Solusi”. https://kompas.id/baca/utama/2018/08/31/solusi-mendesak-dicapai/