September 13, 2024

Debat Memantik Perhatian Calon Pemilih

Publik antusias menyambut debat capres-cawapres berikutnya. Animo ini mesti dimanfaatkan KPU untuk memantik perhatian lebih banyak calon pemilih. Momentum ini juga harus ditangkap pasangan calon presiden-calon wakil presiden sebagai peluang guna menunjukkan kompetensi. Apalagi, debat terkonfirmasi mampu memengaruhi publik.

Efektifnya debat capres-cawapres yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam memengaruhi pilihan publik menjadikan ajang itu punya posisi strategis dalam kampanye Pemilu 2019. Apalagi, debat berlangsung lima kali dan disiarkan berbagai media.

Sebanyak 64,5 persen responden jajak pendapat Kompas menonton acara debat pertama pada 17 Januari 2019. Dari kelompok responden yang menonton debat, rata-rata lebih dari separuhnya mengaku penilaiannya terhadap pasangan calon (paslon) berubah setelah menyaksikan debat. Perubahan penilaian atas setiap paslon relatif sama.

Persepsi lebih positif atas paslon nomor urut 01 (Joko Widodo-Ma’ruf Amin) dan paslon nomor urut 02 (Prabowo Subianto-Sandiaga Uno) ada di kisaran 40 persen. Sebaliknya, perubahan persepsi menjadi lebih negatif rata-rata ada di kisaran 14 persen responden. Sekitar 40 persen lainnya mengaku tak berubah penilaian, sementara sisanya menjawab tak tahu dan tidak jawab.

Ranah persepsi publik yang masih bisa berubah ini merupakan peluang bagi tiap-tiap paslon untuk memaksimalkan debat. Debat juga menjadi sarana konfirmasi bagi pendukung paslon terhadap pilihannya. Setelah menonton debat perdana pada 17 Januari lalu, mayoritas responden makin yakin dengan pilihannya. Namun, ada sebagian kecil responden yang terdorong untuk berpindah dukungan atau justru ragu dan jadi belum punya pilihan.

Selain itu, secara umum, baik yang menonton debat pertama maupun tidak, sembilan dari 10 responden tertarik untuk menonton debat berikutnya. Bahkan, separuh di antara yang tertarik tersebut ingin mengikuti semua acara debat yang digelar KPU. Ketertarikan ini berbanding lurus dengan manfaat yang diharapkan publik. Kelompok publik terbanyak merasa debat akan menambah wawasan pribadinya (50,2 persen). Proporsi terbesar kedua akan menjadikan debat sebagai bahan referensi untuk memilih (38,5 persen). Sementara 6,1 persen responden menyaksikan debat agar memiliki bahan obrolan dengan orang lain.

Tiga pilihan publik di atas menunjukkan gradasi kebutuhan informasi di level massa terhadap debat capres-cawapres. Tujuan penyelenggaraan debat, yaitu untuk lebih memperkenalkan program kerja paslon hingga selanjutnya menjadi referensi dalam menentukan pilihan, baru disambut kelompok kedua. Namun, sebagian besar responden yang memaknai debat sebagai tambahan pengetahuan atau bahan obrolan bisa jadi dalam proses komunikasi selanjutnya bergerak ke tahap pertimbangan.

Kebutuhan dan animo publik itu layak diperhatikan pihak penyelenggara sebagai pijakan untuk meraih perhatian pemilih. Apalagi, 80,9 persen publik yakin, dengan penyelenggaraan yang dipersiapkan lebih matang, ajang debat dapat menarik minat kelompok pemilih yang belum menentukan pilihan.

Debat ideal

Mengacu pada penyelenggaraan debat pertama, KPU melakukan evaluasi demi menghadirkan debat selanjutnya yang bermutu. Hasilnya, KPU memutuskan   mengubah format debat dengan tak memberikan kisi-kisi pertanyaan, mengubah tata panggung, dan menambah waktu menjawab bagi paslon (Kompas, 23/1/2019).

Dalam persepsi publik, sejumlah hal dinilai ideal untuk diterapkan dalam debat berikutnya. Tiga aspek yang jadi perhatian adalah tata cara debat antarpaslon, tugas moderator, dan penonton.

Menyoal cara bertanya antarpaslon, lebih dari separuh responden yang mengikuti debat pertama menyukai model tanya-jawab yang berkesinambungan (58,4 persen). Sementara 35,7 persen responden sepakat dengan model debat pertama yang membatasi kesempatan dan waktu saat menjawab.

Debat perdana

Di tengah sejumlah catatan perbaikan, kesuksesan debat perdana dapat diukur dari respons positif publik dalam hal penguasaan materi, dampaknya terhadap pilihan, serta ketertarikan untuk menggali visi, misi, dan program kerja.

Dari responden penonton debat, hampir semuanya mengapresiasi penguasaan materi paslon. Pada paslon 01, apresiasi datang dari 40,3 persen responden, sementara pada paslon 02 hadir dari 28,9 persen publik. Hanya 6,3 persen publik yang menganggap kedua paslon tidak menguasai materi. Perdebatan yang disajikan ternyata juga mampu memengaruhi penilaian sebagian publik atas performa paslon.

Di tengah atmosfer kesuksesan ini, debat pertama capres- cawapres menyisakan sejumlah persoalan. Pertama, penyampaian program kerja oleh paslon dinilai belum jelas oleh 60,1 persen responden penonton debat. Padahal, selain visi dan misi, program kerja juga ingin didengar dalam debat. Aturan debat dirasa publik perlu disesuaikan ulang agar debat dapat memeras gagasan para paslon. Kedua, meski dengan persentase yang kecil (8,3 persen), ada responden yang sebelumnya sudah memiliki pilihan justru meninggalkan pilihannya dan menjadi belum punya pilihan setelah menonton acara debat

Momentum terdekat adalah debat kedua pada 17 Februari mendatang yang akan membahas tema energi, lingkungan hidup, infrastruktur, pangan, dan sumber daya alam. Format debat diharapkan dapat menggali ide dan rencana kerja paslon saat nanti mereka terpilih. Di sisi lain, tiap-tiap kandidat diharapkan dapat beradu argumen dengan berdasarkan data valid dan visi kebangsaan. (ARITA NUGRAHENI, SUGIHANDARI/LITBANG KOMPAS)

Dikliping dari artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Januari 2019 di halaman 4 dengan judul “Debat Memantik Perhatian Calon Pemilih” https://kompas.id/baca/utama/2019/01/28/debat-memantik-perhatian-calon-pemilih/