August 8, 2024

MK Lanjutkan Pemeriksaan 122 Permohonan Sengketa Pileg

Sebanyak 122 permohonan sengketa hasil Pemilu Legislatif 2019 akan dilanjutkan pemeriksaannya oleh Mahkamah Konstitusi hingga 30 Juli mendatang. MK memberikan kesempatan kepada pemohon dan termohon (Komisi Pemilihan Umum) untuk mengajukan masing-masing 3 saksi dan 1 ahli untuk tiap permohonan.

MK mengutamakan bukti berupa dokumen dan menempatkan saksi sebagai bukti pendukung dalam menangani sengketa selisih suara pileg. Dalam sidang pembacaan putusan sela pada Senin (22/7/2019) kemarin, MK juga memutus untuk menghentikan pemeriksaan 58 permohonan sengketa pemilu. Permohonan itu tidak dilanjutkan ke tahap pembuktian. Hal itu antara lain karena posita atau argumentasi dan dalil yang dibangun pemohon tidak sesuai dengan petitum atau permintaan pemohon kepada hakim, tidak menyandingkan klaim raihan suaranya dengan yang ditetapkan KPU, tidak menyoal selisih suara dan meminta hal lain seperti diskualifikasi calon dan pemilu ulang, melebihi tenggat waktu, ditarik oleh partai politik, tidak mendapatkan pengesahan dari ketua umum dan sekretaris jenderal parpol, serta alasan lainnya.

Selain itu, ada juga sejumlah permohonan yang tidak disebutkan akan dilanjutkan atau dihentikan pemeriksaannya. Untuk permohonan semacam itu, MK akan membacakannya pada putusan akhir paling lambat pada 9 Agustus mendatang. Sebelumnya, MK menerima 340 permohonan yang diregistrasi dalam 260 perkara.

Juru Bicara MK yang juga hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan, dengan sistem registrasi perkara pileg yang berbasis per provinsi dan parpol, sangat mungkin dalam satu perkara terdiri atas beberapa permohonan. MK mengkaji satu per satu permohonan itu untuk melihat apakah syarat formil terpenuhi atau tidak. Permohonan yang tak memenuhi syarat tidak akan dilanjutkan.

Nilai saksi

Untuk pemeriksaan saksi dan ahli, MK memberikan porsi yang sama kepada pemohon, termohon, dan pihak terkait. Jumlah saksi dibatasi masing-masing tiga orang untuk pemohon dan termohon, sedangkan untuk pihak terkait satu orang. Untuk ahli, masing-masing pihak hanya boleh mengajukan satu orang.

Kekuatan alat bukti berupa dokumen memiliki prioritas dalam sidang di MK. Hal itu berbeda dengan perkara pidana. ”Saksi itu sesungguhnya secondary evidence (bukti sekunder) dalam sidang MK. Keterangan saksi untuk menguatkan bukti yang ada,” ujarnya.

Anggota tim hukum KPU, Ali Nurdin, mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan KPU daerah dalam penyiapan alat bukti. KPU masih mempertimbangkan perlu tidaknya menghadirkan saksi dan ahli. Jika dibutuhkan, saksi dan ahli akan diajukan. (REK)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 23 Juli 2019 di halaman 2 dengan judul “MK Lanjutkan Pemeriksaan 122 Permohonan”. https://kompas.id/baca/polhuk/2019/07/23/mk-lanjutkan-pemeriksaan-122-permohonan/