November 28, 2024

Catatan Pemantauan Sidang Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu 2019 di MK

Sidang penyelesaian perselisihan hasil Pemilu merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak yang tidak puas dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2019, yang ditetapkan pada tanggal 21 Mei 2019 pukul 01.46 WIB. Keputusan KPU inilah yang menjadi objek sengketa yang dimintakan pembatalannya ke Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan Pasal 473 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi Peserta Pemilu, sedangkan perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Peserta Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional oleh KPU. Sementara dalam hal terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pasangan Calon dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU. Mahkamah Konstitusi memutus perselisihan yang timbul akibat keberatan yang diajukan oleh Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh Mahkamah Konstitusi. Sementara untuk Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD penyelesaian dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak perkara dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK).

PHPU Presiden dan Wakil Presiden

Sidang PHPU Presiden dan Wakil Presiden sangat banyak mendapatkan perhatian publik dan media. Pengamanan selama sidang dilakukan sangat ketat, barrier beton dibalut kawat berduri dipasang di sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi, beberapa ruas jalan ditutup dan diadakan pengalihan lalu lintas yang menuju atau di sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi. Pemeriksaan dilakukan ketat bagi para pihak maupun pengunjung yang akan memasuki ruang sidang. Penjagaan tidak hanya dengan menurunkan personil Kepolisian dan TNI namun juga disiagakan kendaraan Baracuda dan dan anjing pelacak. Sidang PHPU Presiden dan Wakil Presiden dilakukan terlebih dahulu yaitu dimulai pada hari Jumat, 14 Juni 2019. Sidang PHPU Presiden dan Wakil Presiden dilakukan secara pleno dengan dihadiri 9 (sembilan hakim konstitusi) dimulai pada pukul 09.00 WIB, diawali dengan perkenalan para pihak yang hadir yaitu Pemohon (Kuasa Hukum Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 02), Termohon (KPU dan kuasanya), Pihak Terkait (Kuasa Hukum Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 01) serta Bawaslu RI. Setelah itu sidang dilanjutkan dengan pembacaan pokok-pokok permohonan yang dibacakan secara bergantian oleh Tim Kuasa Pemohon. Untuk mendengarkan jawaban Termohon, keterangan Pihak Terkait dan Bawaslu, semula dijadwalkan pada hari Senin 17 Juni 2019, namun karena adanya permintaan KPU untuk menyiapkan jawaban termohon, sidang kemudian dilanjutkan kembali pada hari Selasa, 18 Juni 2019 pukul 09.00 WIB untuk mendengarkan jawaban termohon, keterangan Pihak Terkait, keterangan Bawaslu serta pengesahan alat bukti.

Sidang kemudian dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan saksi Pemohon dan pengesahan alat bukti tambahan Pemohon pada hari Rabu, 19 Juni 2019 yang dimulai pukul 09.00. Sidang berlangsung secara marathon untuk mendengarkan keterangan 14 saksi dan 2 ahli (Soegianto Sulistiono, ahli fisika komputasi dan Jaswar Koto, ahli di bidang high performance computing dan biometric software development) yang diajukan oleh Pemohon diakhiri hari Kamis, 20/6/2019 pukul 05.00. Sidang kemudian dilanjutkan kembali Kamis 20/6/2019 pukul 13.00. Berbeda dengan sidang hari sebelumnya yang berlangsung hingga dini hari, sidang untuk mendengarkan keterangan saksi Termohon berlangsung relatif cepat karena Termohon (KPU RI) tidak mengajukan saksi. Dari 2 (dua) orang ahli yang diajukan Termohon hanya Prof. Marsudi Wahyu Kisworo, profesor bidang teknologi pertama di Indonesia dan arsitek sistem IT KPU yang hadir dalam persidangan, sementara ahli lainnya Dr. W. Riawan Tjandra tidak hadir di persidangan hanya menyerahkan keterangan ahli. Dalam sidang, KPU menyerahkan contoh amplop yang diminta majelis hakim konstitusi untuk disandingkan dengan amplop yang diajukan oleh saksi Pemohon pada persidangan sebelumnya. Sidang dimulai pukul 13.00 dan ditutup pukul 16.00.

Pihak Terkait Paslon 01 juga diberikan kesempatan mengajukan saksi dan ahli untuk didengar keterangannya pada sidang Jumat, 21 Juni 2019 yang dibuka pukul 09.00. Terdapat 2 saksi (Candra Irawan & Anas Nashikin) dan 2 ahli (Prof. Edward Omar Syarief Hiariej & Dr. Heru Widodo) yang diajukan oleh Pihak Terkait. Saksi Candra Irawan adalah saksi TKN 01 pada rekapitulasi nasional di KPU sedangkan saksi Anas Nashikin adalah pelaksana kegiatan T.o.T Pelatihan Saksi TKN 01. Sedangkan kedua ahli yang diajukan adalah ahli hukum yang menerangkan mengenai konsep pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM), pembuktian, beban pembuktian, kewenangan penegakan hukum pemilu, diskualifikasi pasangan calon. Setelah terjadi argumentasi yang seru antara ahli pihak terkait dan kuasa pemohon, termohon dan kuasa termohon, serta Bawaslu, sidang diakhiri pukul 22.20. Setelah semua pihak didengarkan keterangannya, sidang selanjutnya adalah pengucapan putusan yang akan semula dijadwalkan tanggal 28 Juni 2019 kemudian dipercepat menjadi tanggal 27 Juni 2019.

Setelah dilakukan Rapat Permusyawaratan Hakim pada hari Senin 24 Juni 2019, dalam sidang pengucapan putusan yang dihadiri oleh 9 hakim konstitusi pada tanggal 27 Juni 2019 pukul 21.16 WIB, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam Amar Putusan menyatakan: dalam eksepsi, menolak eksepsi Termohon dan Pihak Terkait untuk seluruhnya, dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 itu kemudian ditindaklanjuti oleh Komisi Pemilihan Umum dengan melakukan rapat pleno terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu 2019 pada Minggu, 30 Juni 2019 yang menetapkan Joko Widodo dan K.H. Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu 2019.

PHPU Anggota DPR, DPD, DPRD

Berdasarkan daftar permohonan perkara yang diterima oleh Mahkamah Konstitusi diajukan 340 perkara, terdiri atas 330 perkara untuk Pemilu Anggota DPR dan DPRD serta 10 perkara Pemilu Anggota DPD, namun yang diregistrasi oleh Mahkamah Konstitusi adalah sejumlah 260 perkara, terdiri atas 250 perkara DPR dan DPRD, serta 10 perkara DPD.

Berbeda dengan sidang PHPU Pilpres yang diadakan dalam pleno lengkap 9 hakim konstitusi, sidang PHPU DPR, DPD dan DPRD dibagi dalam 3 panel dengan 3 orang hakim konstitusi di setiap panel. Majelis Hakim pada Panel 1 terdiri atas Ketua MK Anwar Usman, Hakim Arief Hidayat dan Hakim Enny Nurbaningsih, Panel 2 terdiri atas Hakim Aswanto, Hakim Saldi Isra dan Hakim Manahan M.P. Sitompul, sedangkan Panel 3 terdiri atas Hakim I Dewa Gede Palguna, Hakim Suhartoyo dan Hakim Wahiduddin Adams. Panel 1 menyidangkan 82 perkara DPR dan DPRD, 3 perkara DPD, total 85 perkara dari 11 provinsi, yaitu Provinsi Jawa Timur, Sumatera Utara, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Aceh, DKI Jakarta, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Riau, dan Jambi. Panel 2 menyidangkan 86 perkara DPR dan DPRD serta 3 perkara DPD, total 89 perkara dari 12 provinsi, yaitu Provinsi Jawa Tengah, Papua, Maluku, Banten, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Kepulauan Riau, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Gorontalo, dan Bengkulu. Sedangkan Panel 3 menyidangkan 82 perkara DPR dan DPRD serta 4 perkara DPD, total 86 perkara dari 11 provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat, Maluku Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara.

Pengamanan sidang PHPU DPR, DPD, dan DPRD tidak seketat sidang PHPU Presiden dan Wakil Presiden, meskipun barrier kawat duri masih terpasang di depan Gedung Mahkamah Konstitusi. Tidak ada penutupan jalan ataupun pengalihan lalu lintas di sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi, meskipun pemeriksaan terhadap orang-orang yang masuk ke gedung atau ruang sidang Mahkamah Konstitusi tetap ketat. Sidang PHPU DPR, DPD, dan DPRD juga kurang mendapat perhatian masyarakat dan media jika dibandingkan dengan Sidang PHPU Presiden dan Wakil Presiden. Penulis sangat sering mendapat pertanyaan “Memang sidang apa lagi di MK, bukannya sidang Pilpres sudah selesai?” Ruang Media Center tempat berkumpul awak media juga tidak seramai ketika PHPU Presiden dan Wakil Presiden.

Sidang perdana PHPU DPR, DPD dan DPRD diadakan pada tanggal 9 Juli 2019 dengan agenda pemeriksaan pendahuluan, yakni memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan serta pengesahan alat bukti. Agenda yang sama berlangsung hingga tanggal 12 Juli 2019. Jumlah perkara yang disidangkan sebanyak 260 terbagi dalam 3 (tiga) panel yang memeriksa perkara per provinsi. Sidang berlangsung sejak pukul 08.00 WIB untuk mendengarkan Kuasa Hukum dari Pemohon (partai politik ataupun perseorangan) menyampaikan pokok-pokok permohonannya yang kemudian akan dijawab oleh Termohon (KPU). Bawaslu dan Pihak Terkait juga diberikan kesempatan untuk memberikan keterangan. Untuk mendengarkan jawaban Termohon dan keterangan Pihak Terkait, sidang lanjutan diadakan mulai Senin, 15 Juli 2019 sampai dengan Kamis, 18 Juli 2019. Sidang masih terbagi dalam 3 panel dan setiap hari dimulai sejak pukul 08.00 WIB dan berlangsung secara maraton hingga sore atau malam hari untuk menyelesaikan seluruh perkara yang telah dijadwalkan. Dibandingkan dengan minggu sebelumnya beberapa permohonan yang disidangkan sudah berkurang, karena dinyatakan ditarik oleh pemohon atau karena pemohon tidak hadir dalam sidang yang pertama. Seluruh hasil sidang akan dibawa dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk diputuskan apakah dilanjutkan untuk pemeriksaan saksi dan ahli atau dihentikan.

Pada hari Senin 22 Juli 2019 Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan apakah 260 perkara perselisihan hasil pemilu (PHPU) DPR, DPD dan DPRD akan dilanjutkan pada pemeriksaan pembuktian atau dihentikan. Pengucapan putusan untuk panel 1 dimulai pada pukul 9.00, dilanjutkan untuk panel 2 pada pukul 10.30 dan panel 3 pada pukul 13.00. Sebanyak 122 perkara dilanjutkan pada pemeriksaan pembuktian, dengan rincian 48 akan diperiksa di Panel 1, 33 perkara di Panel 2 dan 41 perkara di Panel 3, sementara 58 perkara dihentikan pemeriksaannya (14 di Panel 1, 23 di Panel 2, dan 21 di Panel 3). Alasan hukum dihentikannya pemeriksaan antara lain posita dan petitum tidak bersesuaian, pemohon tidak bersedia membacakan permohonan dapil a quo dalam persiangan, permohonan ditarik, pemohon tidak hadir, pertentangan dalam petitum, tidak adanya persetujuan/rekomendasi DPP Parpol untuk pemohon perseorangan, petitum tidak meminta pembatalan SK KPU 987/2019, posita tidak menyebut rinci TPS yang dipersoalkan, posita tidak mempersoalkan perolehan suara, renvoi yang bersifat substansial dan lain-lain. 80 perkara selebihnya akan diputuskan langsung pada putusan akhir.

Sidang PHPU DPR, DPD dan DPRD 2019 sejak tanggal 23 sampai 30 Juli 2019 memasuki babak mendengar keterangan saksi/ahli Pemohon, Termohon, Pihak Terkait serta pengesahan alat bukti tambahan untuk 122 perkara yang pada tanggal 22 Juli 2019 diputuskan untuk dilanjutkan dengan sidang pembuktian. Sidang pemeriksaan pembuktian dimulai pada 23 Juli 2019 dengan mendengar keterangan saksi dan ahli yang akan diajukan oleh semua pihak. Di panel 1 dan 3 sidang akan dimulai pukul 08.00 sementara di panel 2 sidang dimulai lebih awal pada pukul 7.30. Para pihak dibolehkan mengajukan 1 ahli dan paling banyak 3 saksi untuk setiap perkara. Sebelum memberikan keterangan, para saksi dan ahli diharuskan mengucapkan sumpah bagi yang beragama Islam dan janji bagi yang beragama lainnya untuk memberikan keterangan yang sebenarnya. Akan tetapi, saksi yang diajukan termohon (KPU) yang masih aktif menjadi penyelenggara pemilu tidak mengucapkan sumpah/janji, karena bagi mereka masih melekat sumpah/janji ketika dilantik untuk jabatan tersebut. Di Panel 1 hakim Arief Hidayat selalu mengingatkan para saksi dan ahli agar tidak memberikan keterangan palsu atau bohong karena selain dapat dipidana, neraka pun tidak akan menerima para saksi/ahli yang memberi keterangan palsu/bohong dan karena tidak diterima di neraka nantinya akan bergentayangan di sudut-sudut Monas atau Gedung Mahkamah Konstitusi. Hal lain yang menjadi catatan dalam sidang pemeriksaan saksi adalah adanya penyelenggara pemilu ad hoc (KPPS atau PPK) yang justru menjadi saksi untuk menjadi Pihak Pemohon, meskipun Pihak Termohon (KPU) mengajukan keberatan terhadap keterangan saksi ini.

Seluruh hasil sidang pemeriksaan pembuktian dibawa ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk kemudian diucapkan putusan/ketetapan pada tanggal 6-9 Agustus 2019. Tepat pukul 22.53 WIB pada hari Jumat tanggal 9 Agustus 2019, selesai pengucapan putusan terakhir dari 260 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPR, DPD dan DPRD 2019 yang sejak tanggal 6 Agustus 2019 diucapkan putusan/ketetapannya dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi yang dihadiri oleh 9 hakim konstitusi. Putusan yang terakhir diucapkan adalah putusan terhadap perkara DPD RI yang diajukan oleh Drs. Paulus Yohanes Sumino, MM, OFS dari Provinsi Papua. Pada hari terakhir diselesaikan dalam 3 sesi sidang 55 perkara yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Bangka Belitung, Sumatera Barat, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara dan Papua. Dari total 260 perkara PHPU DPR, DPD, DPRD 2019 yang diucapkan putusan/ketetapan-nya oleh Mahkamah Konstitusi, dikabulkan sebagian sebanyak 12 perkara (4,6%) 12 perkara yang dikabulkan terdapat 1 perkara diputus Pemungutan Suara Ulang (Pemohon PDI Perjuangan, DPRD Kabupaten dapil Sigi 5), 1 perkara diputus penyandingan data ulang (Pemohon Partai Nasdem, DPRD Kabupaten dapil Bekasi 2), 5 perkara diputus penghitungan surat suara ulang (Pemohon Partai Gerindra, DPRD Provinsi dapil Sumut 9, Partai Nanggroe Aceh DPRA dapil Aceh 6, PKB DPRD Kabupaten dapil Pegunungan Arfak 1, PDIP DPRD Kabupaten dapil Trenggalek 1, Golkar DPRD Kota dapil Surabaya 4), 5 perkara diputus penetapan suara yang benar (Golkar, DPRK Kota dapil Banda Aceh 3, Gerindra DPRD Provinsi dapil Kalbar 6, Gerindra DPRD Provinsi dapil Kepulauan Riau 4, PDIP DPRD Kabupaten dapil Bintan 3, Golkar DPRD Kabupaten dapil Bintan 3). Terdapat 106 perkara ditolak (40,8%), 99 tidak dapat diterima (38,1%), 33 gugur (12,7%), 10 ditarik kembali (3,8%). Komposisi putusan seperti ini menunjukkan tidak hanya keberhasilan KPU dalam penyelenggaraan pemilu 2019 secara jujur dan adil, namun juga menunjukkan kekurangseriusan atau kekurangcermatan pemohon dan/atau kuasanya dalam mengajukan dan menyusun permohonan.

Jakarta, 13 Agustus 2019

CATHERINE NATALIA 

Pemantau Pemilu dan Peneliti Perludem