August 8, 2024

Desain Pemilu Tergantung pada Putusan MK

Desain besar pemilu nasional dan lokal, utamanya pada keserentakan pelaksanaannya, kini tergantung pada Mahkamah Konstitusi. MK tengah menangani perkara uji materi Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada terkait pelaksanaan kedua kontestasi politik tersebut, dan kini memasuki babak akhir.

Pemohon dan pihak-pihak pemberi keterangan, seperti DPR dan pemerintah, diminta menyerahkan kesimpulan akhir pada 21 Januari mendatang. Perkara uji materi UU Pilkada dan UU Pemilu ini salah satunya diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz mengatakan, MK memiliki peran besar dalam mengubah desain pemilu. Apa pun putusan MK dalam perkara ini akan menjadi titik tolak dalam kelanjutan desain pemilu di masa depan, yakni apakah pemilu serentak tetap diatur sebagaimana dilaksanakan pada 2019, ataukah berubah seperti yang dimintakan pemohon.

”Konstitusi menentukan sistem pemerintahan, dan sistem pemerintahan menentukan sistem elektoral. Logika itu yang akan berjalan dalam penentuan desain pemilu sehingga apa pun tafsir MK terhadap ketentuan keserentakan pemilu yang diujikan akan berdampak signifikan pada desain pemilu selanjutnya,” kata August, Selasa (14/1/2020), di Jakarta.

Dalam perkara ini, MK diminta ”menggeser” tafsir keserentakan pemilu dalam putusan Nomor 14/PUU-XI/2013, yakni pemilu presiden dan pemilu legislatif (DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota) dilakukan serentak. Padahal, menurut pemohon uji materi, keserentakan pemilu seperti diatur dalam Pasal 22 E UUD 1945 tidak hanya dapat dimaknai sebagai pelaksanaan pemilu lima kotak secara bersamaan.

Pemohon mendasarkan pula argumentasinya pada Pasal 18 UUD 1945 yang mengatur pemerintahan daerah memiliki otonomi khusus seluas-luasnya. Dengan demikian, ada dua urusan pemerintahan, yakni pemerintahan pusat (nasional) dan pemerintahan daerah, sehingga pemilihan pejabat publik untuk pelaksanaan dua urusan pemerintahan itu pun semestinya dilakukan terpisah. Anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota adalah bagian dari urusan pemerintahan daerah sehingga pemilihannya bersama-sama dengan pemilihan kepala daerah.

Selain melalui uji materi ke MK, menurut August, pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal bisa juga ditempuh dengan amendemen konstitusi, yakni dengan mengubah norma dalam Pasal 22 E UUD 1945. Di ayat (2) pasal tersebut berbunyi, ”Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Pasal tersebut menjadi landasan MK memutuskan pemilu serentak lima kotak.

Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Pancasila Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengatakan, idealnya perubahan konstitusi dilakukan melalui amendemen. Namun, MK dengan kewenangannya dapat memberikan pemaknaan yudisial (judicial interpretation) terhadap konstitusi. MK pun beberapa kali melakukan pemaknaan atas sesuatu yang belum diatur secara jelas di dalam konstitusi.

Secara terpisah, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Dalam Negeri Fajar Laksono mengatakan, pihaknya belum dapat memastikan kapan perkara itu akan diputus. (RINI KUSTIASIH)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://kompas.id/baca/utama/2020/01/15/desain-pemilu-tergantung-pada-putusan-mk/