Bulan februari lalu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 yang akan digelar di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Hal yang cukup mencemaskan adalah 9 provinsi yang menggelar pemilihan gubernur dan wakil gubernur masuk dalam kategori rawan tinggi dengan rentang skor 57,55-100, yaitu Sulawesi Utara (86,42), Sulawesi Tengah (81,05), Sumatera Barat (80,86), Jambi (73,69), Bengkulu (72,08), Kalimantan Tengah (70,08), Kalimantan Selatan (69,70), Kepulauan Riau (67,43), dan Kalimantan Utara (62,87). Adapun kabupaten/kota dengan kategori rawan tinggi adalah Manokwari (82,19), Mamuju (80,44), Sungai Penuh (76,90), Lombok Tengah (74,66), dan Pasangkayu (74,38).
Angka-angka dalam IKP Pilkada Serentak 2020 itu diperoleh dengan mengukur empat dimensi sekaligus. Pertama, konteks sosial politik yang meliputi keamanan lingkungan, otoritas penyelenggara pemilu, otoritas penyelenggara negara, dan relasi kuasa di tingkat lokal. Kedua, kontestasi yang meliputi hak politik, proses pencalonan, dan kampanye calon. Ketiga, pemilu yang bebas dan adil yang meliputi hak pilih, pelaksanaan kampanye, pelaksanaan pemungutan suara, adjudikasi keberatan pemilu, dan pengawasan pemilu. Keempat, partisipasi yang meliputi partisipasi partai politik dan partisipasi publik.
IKP Pilkada 2020 ini tentu saja dapat menjadi panduan penting agar para pemangku kepentingan di bidang yang berurusan dengan pilkada sesegera mungkin mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk merumuskan kebijakan agar kerawanan itu tidak bermetamorfosis menjadi gangguan aktual yang dapat mengusik keamanan dan ketertiban masyarakat.
Sayangnya, dari empat dimensi di atas, menurut hemat penulis ada satu dimensi yang belum tuntas dirilis oleh Bawaslu, yaitu wabah yang terjadi di tanah air dan dunia, yakni virus Korona atau Corona Virus Disease (Covid)-19 yang akhir-akhir ini sudah bermetamorfosis menjadi gangguan aktual yang dapat mengusik semua tahapan dan jadwal dalam Pilkada Serentak tahun 2020.
Pemerintah baru mengumumkan adanya penambahan jumlah kasus positif virus korona secara signifikan sejak Selasa (17/3) hingga hari Rabu (18/3) ada 227 kasus Covid-19 di Indonesia. Äda tambahan 55 kasus sehingga total sampai sekarang dilaporkan pada Rabu pukul 12.00 ada 227 kasus.
Dengan adanya penambahan kasus ini, pasien virus korona yang telah dikorfimasi berasal dari DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, dan Lampung.
Apa dampak IKP 2020 ?
Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) No. 2/2020 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada 2020, terdapat empat tahapan yang melibatkan kontak langsung dan perjumpaan fisik. Pertama, pelaksanaan verifikasi faktual dukungan perseorangan yang dilakukan pada 26 Maret – 15 April 2020. Pencocokan dan penelitian dalam tahapan pemutakhiran data pemilih pada 18 April – 17 Mei 2020. Setelah itu, masa kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, dan rapat umum yang dijadwalkan pada 11 Juli – 19 September 2020. Dan terakhir saat pemungutan suara pada 23 September 2020.
Artinya, IKP untuk Pilkada Serentak 2020 dari semua dimensi yang dirilis oleh Bawaslu di atas, persoalan sangat serius yang dihadapi oleh penyelengara pemilu dan publik Indonesia adalah kekhawatiran terjangkit atau tertularnya virus korona pada saat kontak langsung dan perjumpaan fisik pada tahapan dan proses penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020.
Hal ini harus menjadi perhatian serius karena penyebaran Covid-19 hampir sama dengan daerah yang dirilis dalam IKP 2020 yang keluarkan oleh Bawaslu. Bahkan, diperkirakan penyebaran Covid-19 akan lebih agresif dan menyasar ke polosok daerah yang dianggap merah jika penanganan tidak maksimal. Dengan demikian, maka bisa dipastikan Pilkada Serentak 2020 bisa dilakukan penundaan walaupun banyak perdebatan yang akan muncul.
Ada beberapa negara yang sudah mulai mengusulkan agar pemilu ditunda jika masih Covid-19 mewabah. Pemerintah Iran menunda gelaran pemilu kedua menyusul wabah virus korona di wilayahnya. Putaran kedua pemilihan anggota parlemen Iran akan diadakan pada 11 September mendatang.
Pemilu presiden (Pilpres) di Polandia yang dijadwalkan bulan Mei juga kemungkinan akan ditunda karena pandemi virus ckorona. Kemungkinan itu bisa terjadi meskipun belum ada keputusan yang telah diambil hingga saat ini. Pun, di Singapura, partai-partai oposisi Singapura meminta pemerintah untuk tidak mengadakan pemilu selama wabah corona.
Rekomendasi
Bawaslu harus segera mengeluarkan rekomendasi antisipasi dari semua tahapan dan jadwal Pilkada Serentak 2020 berdasarakan pada kewenangannya mengeluarkan rekomendasi yang termuat dalam Pasal 120, Pasal 121, serta Pasal 122 Undang Undang (UU) No.10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada.
Kepada KPU, pertama, KPU harus memastikan semua tahapan dan jadwal bisa diakses lewat sistem informasi (aplikasi online ). Hal ini agar mengurangi kontak langsung dan perjumpaan fisik antara peserta dengan peserta, dan peserta dengan penyelenggara pemilu.
Kedua, KPU harus menyusun mekanisme teknis pelaksanaan tahapan pemilihan yang melibatkan kontak langsung dan perjumpaan fisik antarpenyelenggara pemilu dan masyarakat dalam bentuak Peraturan KPU (PKPU) atau surat edaran.
Ketiga,KPU harus membuat langkah antisipasi terhadap penyelenggaraan pemilihan yang terdampak dari situasi terkini dan kebijakan pemerintah serta pemerintah daerah.
Keempat, KPU harus memberikan kepastian hukum kepada pengawas pemilihan, partai politik, dan bakal calon perseorangan terhadap pelaksanaan pemilihan dalam situasi bencana nasional yang ditetapkan Pemerintah.
Langkah-langkah tersebut mesti diambil sehingga harapan tingkat keberhasilan dalam memitigasi risiko kerawanan Pilkada Serentak 2020 di tengah mewabahnya Covid 19 dapat teratasi dan berkontribusi secara positif terhadap kualitas penyelenggaraan Pilkada 2020.
NASARUDIN SILI LULI
Pegiat Kebangsaan dan Kenegaraan