August 8, 2024

Transfer Dana ke KPU dan Bawaslu Tersendat

Kemendagri mengingatkan agar pemerindah daerah segera mencairkan anggaran pilkada sesuai yang disepakati dalam NPHD paling lambat 15 Juli 2020.

Hingga akhir pekan lalu, tepatnya 10 Juli, terdapat lebih dari 100 pemerintah daerah dengan realisasi anggaran pilkadanya masih di bawah 50 persen anggaran yang disepakati dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah atau NPHD. Hal itu menjadi lampu kuning bagi pemenuhan anggaran Pilkada 2020 yang harus diperhatikan pemerintah pusat.

Banyak daerah yang kemampuan fiskalnya rendah, seperti di Papua. Apalagi, selain yang sudah disepakati di NPHD, pemerintah juga harus memenuhi kebutuhan anggaran tambahan Rp 5,6 triliun untuk pengadaan alat pelindung diri (APD) guna memenuhi kelengkapan protokol mengingat pilkada digelar di tengah pandemi Covid-19.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri melalui koordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum RI dan Badan Pengawasan Pemilu serta laporan pemda, per Jumat (10/7/2020) pukul 23.30, dari total anggaran pilkada senilai Rp 15,06 triliun, sudah terealisasi Rp 9,65 triliun atau 64,1 persen. Dengan demikian, masih ada sisa dana yang harus dicairkan senilai Rp 5,4 triliun atau 35,9 persen.

Per Jumat (10/7/2020) pukul 23.30, dari total anggaran pilkada senilai Rp 15,06 triliun, sudah terealisasi Rp 9,65 triliun atau 64,1 persen. Dengan demikian, masih ada sisa dana yang harus dicairkan senilai Rp 5,4 triliun atau 35,9 persen.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Mochammad Ardian, saat dihubungi pada Minggu (12/7), mengaku optimistis pencairan anggaran NPHD akan mencapai 100 persen sebelum 15 Juli 2020.

”Untuk KPU dan Bawaslu, saya optimistis. Namun untuk pengamanan biasanya (realisasi anggaran) 100 persen terjadi saat proses pendaftaran calon,” kata Ardian.

Saat ini, dari 270 daerah, transfer dana hingga 100 persen ke KPU daerah telah dilakukan 115 pemda, sedangkan ke Bawaslu daerah 116 pemda. Namun, masih terdapat 129 pemda yang transfer anggaran ke KPU daerah di bawah 50 persen dan 124 pemda yang transfer ke Bawaslu daerah di bawah 50 persen.

”Kami akan terus memantau daerah mana saja yang belum menyalurkan NPHD sesuai kesepakatan,” kata Ardian.

Total transfer anggaran pilkada yang baru sekitar 65 persen itu menjadi lampu kuning bagi pemerintah. Sebab, kebutuhan Pilkada 2020 tidak hanya transfer dana NPHD, tetapi juga dana tambahan Rp 5,6 triliun untuk penambahan biaya di masa pandemi Covid-19.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng berpandangan, total transfer anggaran pilkada yang baru sekitar 65 persen itu menjadi lampu kuning bagi pemerintah. Sebab, kebutuhan Pilkada 2020 tidak hanya transfer dana NPHD, tetapi juga dana tambahan Rp 5,6 triliun untuk penambahan biaya di masa pandemi Covid-19.

”Saya tidak yakin bisa sampai 100 persen. Beberapa daerah terutama di Papua kapasitas fiskalnya rendah. Kalau terus dipaksakan, kualitas proses tahapan pilkada tidak terjamin,” kata Robert.

Robert mengatakan, NPHD yang sudah dianggarkan sejak tahun lalu mestinya tidak perlu menunggu lama untuk ditransfer. Namun, masih lambatnya proses transfer tersebut menunjukkan ruang fiskal pemda sangat sempit.

Menurut dia, dengan situasi tersebut, sebaiknya pemerintah menimbang ulang pelaksanaan pilkada di beberapa daerah yang belum siap. Sebab, pelaksanaan pilkada tanpa dukungan anggaran yang mencukupi tidak hanya berdampak pada pilkada yang tidak berkualitas, tetapi terlebih juga akan mengorbankan jaminan kesehatan dan keselamatan penyelenggara pilkada. (NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR)

Dikliping dari artikel yanh terbit di harian Kompas edisi 13 Juli 2020 di halaman 2 dengan judul “Transfer Dana ke KPU dan Bawaslu Tersendat”.