August 8, 2024

Ketegasan dan Sanksi Sangat Dibutuhkan untuk Atasi Pelanggaran Protokol Covid-19 di Pilkada

Tahapan pendaftaran pasangan calon peserta Pilkada 2020 di 270 daerah, tiga hari terakhir, dinilai menjadi etalase ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Ketegasan sikap aparat yang disertai sanksi bagi pelanggar amat diperlukan agar pelanggaran protokol Covid-19 tidak makin parah pada tahapan berikutnya, termasuk kampanye.

Pendaftaran calon peserta Pilkada 2020 berlangsung sejak Jumat (4/9/2020) dan berakhir pada Minggu (6/9) pukul 24.00. Berdasar data Komisi Pemilihan Umum (KPU), hingga Minggu pukul 18.30 sudah ada 583 pasangan bakal calon yang mendaftar di 240 daerah.

Pada hari terakhir pendaftaran pasangan, kemarin, kerumunan massa masih ditemukan. Misalnya, di Purbalingga, Jawa Tengah, pasangan bakal calon bupati-wakil bupati M Sulhan Fauzi dan Zaini Makarim Supriyatno atau pasangan Oji-Zaini menggelar deklarasi dengan ratusan pendukung.

Kerumunan tidak terhindarkan saat simpatisan menyalami pasangan Oji-Zaini. Begitu pula saat bernyanyi bersama. ”Sebenarnya kami mengundang sesuai protokoler KPU. Namun, masyarakat berbondong-bondong hadir sendiri menyaksikan pendaftaran Oji-Zaini,” kata Adi Yuwono, Ketua Tim Pemenangan Oji-Zaini.

Di Kota Solo, pasangan bakal calon wali kota-wakil wali kota Bagyo-Supardjo atau Bajo mendaftar ke KPU Kota Solo dengan naik kuda serta diiringi para pendukungnya.

Dua hari sebelumnya, juga dilaporkan banyak pasangan calon yang membawa pendukung dan menggelar arak-arakan. Dari catatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pada hari pertama pendaftaran ada 141 daerah yang bakal calonnya menyertakan massa dalam proses pendaftaran. Pada hari kedua ada 102 daerah yang bakal calonnya menyertakan massa. Bawaslu juga mencatat ada 16 bakal calon yang terindikasi positif Covid-19.

Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana, dihubungi pada Minggu, menuturkan, risiko penularan Covid-19 dalam proses pendaftaran peserta pilkada ke KPU mestinya jadi pelajaran untuk antisipasi tahapan lain.

”Saat ini, seolah semua saling melempar tanggung jawab. Peraturan KPU (PKPU) sendiri tidak secara jelas menyebutkan siapa yang bertanggung jawab membubarkan kerumunan dan menertibkan massa pendukung saat pendaftaran calon. Kondisi ini jika tidak dievaluasi akan berpotensi kembali terjadi pada tahapan selanjutnya, yakni kampanye,” kata Aditya.

Kampanye Pilkada 2020 akan berlangsung pada 26 September hingga 5 Desember. Pemungutan suara yang melibatkan sekitar 100 juta pemilih berlangsung pada 9 Desember.

Aditya mengatakan, saat ini bukan saatnya saling melempar tanggung jawab. Setiap ada kerumunan yang berisiko menularkan Covid-19, baik terkait pilkada maupun tidak, semestinya menjadi kewenangan polisi untuk membubarkannya. Untuk memastikan hal itu, koordinasi dan evaluasi mesti dilakukan antara penyelenggara pemilu dan aparat keamanan. Selain itu, pasangan calon dan parpol juga tidak boleh lepas tangan ketika terjadi kerumunan.

Rumuskan sanksi

Titi Anggraini, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, mengatakan, diperlukan ketegasan dan sanksi agar seluruh pihak menaati protokol kesehatan. Aparat penegak hukum, jika memang ingin memberi efek jera, bisa memproses hukum pelanggar menggunakan ketentuan pidana yang selama ini diperlakukan bagi pelanggaran pada umumnya.

Saat ini, regulasi pilkada belum menjangkau sanksi pelanggaran protokol kesehatan seperti yang terjadi saat pendaftaran calon. ”Di masa kampanye, terhadap paslon yang menyebabkan pelanggaran protokol kesehatan, KPU bisa menjatuhkan sanksi administrasi larangan berkampanye untuk beberapa waktu tertentu. Namun, harus ada penyesuaian pengaturan di PKPU Kampanye soal ini,” kata Titi.

Wacana diskualifikasi

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik mengatakan, sanksi telah dijatuhkan kepada enam kepala daerah petahana yang tidak menaati protokol kesehatan dalam tahapan pilkada. Namun, untuk calon kepala daerah yang bukan petahana, Kemendagri tak bisa memberi sanksi.

Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Bahtiar menambahkan, jika diperlukan sikap lebih tegas, bisa dibuat aturan mendiskualifikasi calon yang tak peduli protokol kesehatan.

”Jika diperlukan, dibuat perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang) untuk mendiskualifikasi paslon yang tidak peduli pada protokol kesehatan. Keselamatan warga negara di atas segalanya,” katanya.

Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, Senin ini pihaknya akan berkoordinasi dengan kepolisian terkait penanganan pelanggaran protokol kesehatan. Sebab, selain melanggar PKPU, pengabaian itu juga dapat dikenai pidana.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengingatkan agar protokol kesehatan dilaksanakan dengan disiplin ketat dalam setiap tahapan. Calon kepala daerah, parpol, pendukung, dan masyarakat diharapkan menaati protokol kesehatan demi keselamatan bersama. (REK/DEA/HRS/DKA/JOL/ITA/FLO)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 7 September 2020 di halaman 1 dengan judul “Ketegasan dan Sanksi Sangat Dibutuhkan” https://www.kompas.id/baca/polhuk/2020/09/07/ketegasan-dan-sanksi-sangat-dibutuhkan-untuk-atasi-pelanggaran-protokol-covid-19-di-pilkada/