August 8, 2024

E-Rekap dalam Pilkada 2020, Siapkah?

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) 21 September 2020, Pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu menyepakati pemungutan suara pilkada tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Salah satu poin kesepakatan dalam RDP tersebut adalah mengantisipasi penyebaran pandemi Covid-19 dan terjadinya pelanggaran protokol kesehatan dengan merevisi PKPU No.10/2020. Dalam merevisi PKPU tersebut, salah satunya menekankan pengaturan rekapitulasi hasil penghitungan melalui rekapitulasi elektronik (e-rekap). Pertanyaannya, siapkah kita?

E-rekap adalah salah satu rekomendasi atas permasalahan pemilu kita, khususnya terkait dengan jual beli suara yang sering muncul dalam tahapan rekapitulasi suara yang selama ini dilakukan secara manual dan berjenjang. Pratama dan Salabi dalam buku Penerapan Teknologi Pungut-Hitung yang diterbitkan The International IDEA dan Perludem (2019) menyebutkan bahwa teknologi e-rekap bermanfaat untuk: (1) meningkatkan transparansi melalui transmisi elektronik hasil pemilihan di TPS; (2) menampikan dan memvisualisasi hasil pemilihan di pusat rekapitulasi; (3) membuka data pemilihan kepada media dan para pemangku kepentingan lain secara real time.

Bahkan, KPU Periode 2017-2022 pernah mengeluarkan peta jalan mengenai penerapan teknologi dalam pemilu di Indonesia. Rekomendasinya adalah menerapkan e-rekap.

Namun sesuatu yang dianggap ideal ini tidak akan menjadi ideal dalam penerapannya jika tidak dipersiapkan dengan baik. Menerapkan teknologi dalam pemilu tidak bisa coba-coba, apalagi diputuskan dalam waktu singkat.

The International IDEA (2019) membuat tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan dalam menerapkan teknologi dalam pemilu, yaitu tahap pengkajian, tahap pengadaan, dan tahap penerapan. Menjalankan tahapan-tahapan ini tentu tidak bisa dalam waktu yang singkat. Perlu ada kerangka waktu yang jelas dan rinci yang berisi capaian yang harus dipenuhi dalam setiap proses perencanaan, pengadaan, pilot project, dan penerapannya. Sementara waktu menuju hari pemungutan suara kurang lebih hanya tinggal tiga bulan lagi. Pengadaan perangkat teknologi juga tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat, proses pengadaannya harus transparan, tersertifikasi, dan juga sudah melalui serangkaian uji sistem.

Pengalaman Pemilu 2019

Proses rekapitulasi penghitungan suara pada Pemilu 2019 dilakukan secara manual dan berjenjang. Tetapi KPU memiliki aplikasi Sistem Penghitungan (Situng) sebagai upaya KPU untuk mempublikasikan hasil pemilu secara cepat. Situng digunakan hanya sebagai pembanding saja, bukan sebagai hasil resmi. Walaupun bukan sebagai hasil resmi, permasalahan Situng membuat publik mempertanyakan kinerja KPU, bahkan yang mempertanyakan kebsahan hasil pemilu.

Hal ini lah yang seharusnya menjadi pelajaran bagi KPU. Menerapkan teknologi dalam pemilu tidak bisa terburu-buru. Apalagi jika e-rekap akan menjadi hasil resmi pemilu. Hal yang perlu menjadi pertimbangan adalah bahwa teknologi yang akan digunakan ini akan mendapatkan kepercayaan publik. Jika tidak ada kepercayaan publik maka hasil pemilu bisa saja didelegitimasi.

Untuk bisa mendapatkan kepercayaan publik maka hal yang dibutuhkan adalah profesionalisme dari penyelenggara pemilu. Profesionalisme penyelenggara pemilu ini akan terbangun jika ada pelatihan yang komprehensif bagi staf yang akan terlibat dalam proses rekapitulasi elektronik.

KPU memang sudah melakukan simulasi rekapitulasi elektronik untuk Pilkada 2020, tetapi simulasi ini belum dilakukan secara masif dan baru dilakukan di kota besar seperti Jakarta dan Depok. Hal ini tentu masih kurang maksimal jika nantinya rekapitulasi elektronik akan diterapkan di 270 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada 2020. Apalagi infrastruktur pendukung di setiap daerah berbeda-beda.

Hal yang tidak kalah penting adalah melakukan sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan pemilu. Tujuannya, agar para pemangku kepentingan pemilu dapat memahami bagaimana kerja perangkat teknologi yang digunakan.

Penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi memang tidak mudah. Perlu ada waktu yang cukup untuk mempersiapkan teknis penyelenggaraan pemilunya.

Tingkatan regulasi yang dibutuhkan adalah pengaturan dalam level undang-undang. Penggunaan e-rekap dan hasilnya sebagai penentu yang resmi, tidak bisa hanya menyandarkan pada PKPU saja.

Jika e-rekap Situng sebagai hasil pembanding saja bisa banyak dipertanyakan publik, apalagi e-rekap akan digunakan sebagai hasil resmi pemilihan. Semuanya tidak bisa diputuskan dalam waktu yang singkat.

E-rekap sebagai bagian dari antisipasi penyebaran pandemi Covid-19 memang penting. Yang juga penting, pilkada bukan sekedar rutinitas lima tahunan belaka. Kualitas demokrasi dalam pilkada juga tidak boleh diabaikan. []

KHOIRUNNISA NUR AGUSTYATI

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)