August 8, 2024

DKPP Proses 120 Pengaduan Pelanggaran Kode Etik Pilkada 2020

Sebanyak 120 pengaduan pelanggaran kode etik yang dilakukan para penyelenggara pemilihan umum telah masuk ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Semua pengaduan itu berkaitan dengan pemilihan kepala daerah serentak yang digelar di 270 daerah provinsi dan kabupaten/kota pada 2020.

Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Didik Supriyanto, mengatakan, jumlah tersebut merupakan pengaduan yang masuk ke DKPP hingga 20 November 2020. ”Dari 120 pengaduan yang masuk, sekitar 70 persen sudah selesai dan diputuskan. Yang lain masih dalam proses,” kata Didik dalam acara bertajuk Ngetren Media: Ngobrol Etika Penyelenggara Pemilu dengan Media, di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (23/11/2020).

Dari 120 pengaduan, dugaan pelanggaran kode etik oleh penyelenggara pemilu paling banyak diadukan pada tahapan pemenuhan persyaratan dukungan pasangan calon, yaitu sebanyak 34 pengaduan. Disusul berikutnya adalah tahapan pembentukan pengawas kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, dan tempat pemungutan suara sebanyak 20 pengaduan.

Menurut Didik, pengaduan terbanyak soal pemenuhan persyaratan dukungan pasangan calon (paslon), terutama datang dari paslon perseorangan. Banyak paslon yang dinyatakan Komisi Pemilihan Umum tidak memenuhi syarat akhirnya menilai KPU ataupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak bekerja dengan baik serta melanggar kode etik. ”Sebagian besar pengaduan dari paslon itu sudah selesai,” ujarnya.

Didik memastikan, setiap pengaduan yang masuk ke DKPP ditindaklanjuti dalam rapat verifikasi material. Dalam rapat itu, komisioner DKPP akan menentukan apakah pengaduan atau perkara itu bisa dilanjutkan ke tahap persidangan. Kalau dilanjutkan ke persidangan, akan ditentukan jadwal sidangnya.

Dalam kondisi pandemi Covid-19, ada tiga model persidangan yang dilakukan DKPP, yaitu sidang langsung, sidang virtual, serta sidang campuran antara langsung dan virtual. ”Dengan cara seperti itu, kami bisa menyelesaikan banyak perkara, terutama terkait pilkada,” katanya.

Ia mengatakan, persidangan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di 270 daerah yang menggelar pilkada akan ditunda dulu pada 1-9 Desember. Sidang baru akan digelar kembali setelah tahapan pemungutan suara. ”Kami ingin penyelenggara pemilu berkonsentrasi dulu pada persiapan dan pelaksanaan pilkada serentak 9 Desember,” tuturnya.

Meningkat

Menurut Didik, pengaduan yang masuk ke DKPP berpotensi meningkat hingga dua kali lipat setelah penetapan hasil pilkada nanti. ”Pasti akan banyak pengaduan yang masuk karena banyak yang merasa diperlakukan tidak adil oleh penyelenggara pemilu,” ujarnya.

Kami ingin penyelenggara pemilu berkonsentrasi dulu pada persiapan dan pelaksanaan pilkada serentak, 9 Desember.

Dari proses pemungutan suara, rekapitulasi, dan penetapan hasil pilkada biasanya banyak paslon merasa diperlakukan tidak adil oleh penyelenggara, misalnya suaranya dicurangi, pendukungnya tidak diberi kesempatan untuk memilih, dan perhitungan suaranya salah.

”Kami tidak akan mempersoalkan hasil pilkada nanti karena sengketa terkait hasil pilkada adalah ranah Mahkamah Konstitusi. Yang kami persoalkan adalah prosesnya. Ketika dalam proses itu ada yang salah dan melanggar kode etik, itulah yang kami periksa,” katanya.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Abdul Halim Barkatullah mengatakan, pengaduan terkait pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu di Kalsel biasanya sangat sedikit. Meskipun demikian, suara rakyat dalam pilkada harus benar-benar dikawal agar pemimpin terpilih dapat memberikan kemajuan bagi Kalsel.

”Peran media sangat strategis dalam menjaga dan mengawal integritas penyelenggara pemilu di Kalsel. Hanya dengan demikian, pemilu bisa dilaksanakan secara damai dan hasil pemilu dapat diterima semua pihak,” kata Halim. (JUMARTO YULIANUS)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/nusantara/2020/11/23/dkpp-proses-120-pengaduan-pelanggaran-kode-etik-terkait-pilkada-2020/