September 13, 2024

Perdebatan RUU Pemilu Alot, Pengesahan Prolegnas Berpotensi Kian Molor

Dua pekan setelah disetujui di tingkat pertama, Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2021 belum juga disahkan. Pengesahan pun berpotensi kian molor menyusul perubahan sikap fraksi terhadap revisi Undang-Undang Pemilu, salah satu rancangan undang-undang dalam Prolegnas. Jika betul kian molor, masyarakat akan dirugikan. Tak sedikit RUU dalam Prolegnas menyangkut kepentingan publik.

Total 33 rancangan undang-undang (RUU) disepakati masuk Prolegnas 2021 hasil pembahasan tingkat pertama antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah pada 14 Januari 2021.

Di antara RUU tersebut, yang dinilai penting untuk segera disahkan karena menyangkut kepentingan publik antara lain RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Pelindungan Data Pribadi, dan RUU tentang Perubahan atas UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Namun, hingga saat ini, hasil kesepakatan tingkat pertama tersebut belum juga dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk disahkan. Saat DPR menggelar rapat paripurna, 21 Januari lalu, agenda pengesahan Prolegnas tidak termasuk di antaranya.

Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi Nasdem Willy Aditya, Senin (1/2/2021), mengatakan, nasib setiap RUU yang sedang berproses di DPR masih menunggu pengesahan Prolegnas dalam rapat paripurna. ”Karena Prolegnas Prioritas 2021 belum disahkan, kami belum bisa meneruskan harmonisasi. Mobil tidak bisa jalan kecuali sudah distarter,” ujar Willy.

Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi bahkan mengatakan, daftar RUU dalam Prolegnas masih bisa berubah sesuai kesepakatan pada rapat paripurna.

”Jadi, meskipun Baleg sudah memutuskan bersama pemerintah, kalau (rapat) paripurna menghendaki itu dikurangi, bisa saja, atau dibatalkan, bisa saja. Semua tergantung keputusan politik dari tiap-tiap fraksi,” katanya.

Perdebatan

Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR ini mengungkapkan, Prolegnas belum dibawa ke rapat paripurna karena masih ada beberapa RUU yang diperdebatkan. RUU Pemilu bisa jadi membuat alot perdebatan itu.

Dalam rapat penetapan Prolegnas 2021 di Baleg, dari 33 RUU, masih ada yang menuai penolakan dari fraksi-fraksi, seperti RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, RUU Larangan Minuman Beralkohol, serta RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama.

Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas pun mengatakan, mungkin saja RUU Pemilu membuat pengesahan Prolegnas diulur-ulur.

”Coba itu ditanyakan ke pimpinan (DPR). Kami di Baleg menunggu Bamus (Badan Musyawarah) DPR dan pimpinan, mau diapakan,” kata politisi Partai Gerindra ini.

Saat dikonfirmasi, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menegaskan, RUU Pemilu merupakan inisiatif DPR. Karena itu, kesepahaman di DPR harus muncul terlebih dahulu. ”Ini kembali kepada kawan-kawan di Komisi II tentunya yang menjalankan perintah fraksi dan partai masing-masing untuk kemudian mengkaji dan melakukan proses-proses di Komisi II, apakah inisiatif DPR ini mau dilanjutkan atau tidak,” ucap Dasco.

Terkait hal itu, Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, dalam waktu dekat akan ada rapat kembali untuk melihat sikap akhir fraksi-fraksi di Komisi II.

Rencana revisi UU Pemilu menjadi tidak pasti setelah tiga fraksi berubah sikap dan memutuskan menolak revisi. Tiga fraksi itu adalah PAN, PPP, dan Gerindra.

Kemudian, empat fraksi lain, yaitu Golkar, Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Demokrat, menyatakan pentingnya revisi. Adapun PDI-P dan PKB masih membuka diri terkait kemungkinan revisi, tetapi meminta pemilihan kepala daerah serentak tetap digelar pada 2024 seperti diamanatkan dalam UU No 10/2016 tentang Pilkada.

Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah menyatakan menolak rencana revisi UU Pemilu oleh DPR. Salah satu alasannya, negara saat ini sedang fokus menghadapi pandemi Covid-19 dan pemulihan perekonomian yang terimbas pandemi.

Kemunduran DPR

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, meminta DPR segera menyelesaikan perdebatan atas sejumlah RUU dalam Prolegnas 2021. Soal RUU Pemilu juga harus segera diputuskan akan dimasukkan atau tidak dalam Prolegnas 2021.

Ia mengingatkan, pengesahan Prolegnas 2021 sudah molor dari seharusnya sebelum tahun 2020 berakhir. Dengan pengesahan Prolegnas semakin molor, publik akan dirugikan karena sejumlah RUU dalam Prolegnas menyangkut kepentingan publik. Ambil contoh, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Pelindungan Data Pribadi, dan RUU Penanggulangan Bencana.

”Publik kemudian tidak punya harapan untuk bisa segera ikut terlibat dalam proses pembahasan RUU-RUU itu karena rencananya bahkan dibiarkan tergantung begitu untuk disahkan di (rapat) paripurna,” katanya.

Pengesahan Prolegnas yang semakin molor juga dinilai Lucius akan berimbas pada kinerja legislasi. Target penyelesaian RUU dalam Prolegnas terancam tidak bisa tercapai.

”Saya kira ini kemunduran besar dari DPR untuk sebuah harapan peningkatan kerja legislasi. Kinerja legislasi hampir pasti terganggu dengan itu. Ketika rencananya saja belum disahkan di bulan pertama tahun ini, maka hanya tersisa 11 bulan, itu pun belum dihitung dengan masa reses. Jadi, sudah terpotong dengan sendirinya waktu efektif untuk pembahasan legislasi. Ini pasti bukan sesuatu yang ideal untuk mengharapkan kinerja legislasi DPR akan meningkat di 2021 ini,” tutur Lucius. (BOW/REK)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 2 Februari 2021 di halaman 2 dengan judul “Pengesahan Prolegnas Berpotensi Kian Molor”. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/02/02/pengesahan-prolegnas-berpotensi-kian-molor/