August 8, 2024

RUU Pemilu dan Prolegnas 2021

Pada Senin (8/3/2021), Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR akan kembali bersidang. Pengesahan Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2021 diharapkan diprioritaskan agar kinerja legislasi yang terhenti selama masa persidangan sebelumnya, yakni masa persidangan III, dapat kembali dilanjutkan. Badan Legislasi DPR menurut rencana, akan kembali membahas prolegnas dengan pemerintah, pada 9 Maret mendatang.

Untuk diketahui, Prolegnas 2021 berisi RUU yang diprioritaskan dibahas dan disahkan sepanjang 2021. Prolegnas tahunan ini seharusnya disahkan sebelum memasuki pergantian tahun. Namun hingga kini prolegnas belum disahkan di Rapat Paripurna DPR. Padahal prolegnas telah disepakati di tingkat pertama oleh pemerintah dan Badan Legislasi DPR, pertengahan Januari lalu.

“Seharusnya setelah ditetapkan itu, Badan Musyawarah DPR langsung mengagendakan pengambilan keputusan di tingkat paripurna, tetapi tiba-tiba muncul pro dan kontra antara fraksi-fraksi di DPR dan pemerintah terkait revisi UU (Undang-Undang) Pemilu, sehingga pengesahan prolegnas ditunda,” ujar peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus saat merilis evaluasi kinerja DPR selama masa persidangan III, yaitu 11 Januari hingga 10 Februari 2021, di Jakarta, Minggu (7/3/2021).

Imbas dari belum disahkannya Prolegnas 2021, kinerja legislasi DPR terhenti. Tidak ada satupun RUU disahkan selama masa persidangan III DPR. Pasalnya, pembahasan hingga pengesahan RUU hanya bisa dilakukan setelah RUU tersebut diputuskan masuk dalam prolegnas.

Rencana DPR di awal masa persidangan III, yaitu 11 Januari lalu, untuk membahas empat RUU pun dinilai Formappi, menjadi sia-sia.

“Bagaimana mungkin DPR membahas suatu RUU sementara yang harus dibahas belum ditetapkan. Oleh karena itu, rencana DPR untuk membahas empat RUU pada masa persidangan III menjadi utopis karena tidak memiliki dasar yang jelas dan kuat,” ujarnya.

Mengenai pro dan kontra antara fraksi-fraksi di DPR dan pemerintah terkait revisi UU Pemilu, Lucius menilai, polemik itu muncul karena kalkulasi politik sempit setiap fraksi. “Inilah yang kami sebut dengan sabotase kepentingan politik yang menghambat penetapan prolegnas,” tambahnya.

Setiap fraksi di DPR bersama pemerintah pun diharapkan segera mencari titik temu terkait revisi UU Pemilu. Begitu pula jika ada RUU lain di rancangan Prolegnas 2021 yang masih diperdebatkan. Jangan sampai pengesahan prolegnas terus berlarut-larut karena imbasnya sejumlah RUU yang penting untuk masyarakat, seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, tak kunjung disahkan.

Nasib RUU Pemilu

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, pada Selasa (9/3/2021), Baleg akan menggelar rapat kerja (raker) ulang dengan pemerintah untuk membahas Prolegnas 2021. Ini dilakukan karena belakangan terjadi perubahan sikap mayoritas fraksi terhadap RUU Pemilu, salah satu RUU yang sebelumnya telah diputuskan masuk dalam Prolegnas 2021.

Supratman mengungkapkan, Komisi II DPR sebagai pengusul RUU Pemilu sudah menarik RUU tersebut dari Prolegnas 2021. Hal itu juga telah disepakati dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR, yang terdiri atas pimpinan DPR, pimpinan fraksi, dan alat kelengkapan DPR.

Lagi pula, lanjutnya, tujuh fraksi disebutnya telah menyetujui RUU Pemilu dikeluarkan. Hanya dua fraksi yang tetap meminta pembahasan RUU Pemilu dilanjutkan, yaitu Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.

Dengan demikian, hampir pasti RUU Pemilu dikeluarkan dari Prolegnas 2021. “Jadi, Baleg mau tidak mau, sebelum disahkan, ya kami harus rapat kerja kembali. Kami hari Selasa (9/3) raker lagi karena terkait RUU Pemilu,” ujarnya.

Sebelumnya, pada pertengahan Januari 2021, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM dan Baleg DPR telah menyepakati 33 RUU masuk ke Prolegnas 2021, termasuk RUU Pemilu di dalamnya.

Adapun perubahan sikap mayoritas fraksi terhadap RUU Pemilu, dari semula menyetujui pembahasan menjadi menolak, dengan dalih negara sedang fokus menghadapi pandemi Covid-19. Kemudian, tak berselang lama dari perubahan sikap itu, pemerintah turut menyampaikan penolakan terhadap revisi UU Pemilu. Alasannya, materi dalam UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu masih relevan.

Supratman membantah anggapan bahwa DPR tidak memiliki taji sehingga penetapan RUU terlalu ikut kemauan pemerintah. Menurut dia, perubahan sikap atas RUU bagian dari dinamika politik.

“Prolegnas dan pembahasan RUU itu, kan, tidak tergantung semata-mata dengan DPR, tetapi juga sama pemerintah kalau pembahasan. Jadi, walaupun prolegnasnya kami sudah setujui tetapi kebijakan internal pemerintah berubah juga, ya pasti akan berubah juga,” kata Supratman. (NIKOLAUS HARBOWO)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 8 Maret 2021 di halaman 2 dengan judul “Prioritaskan Prolegnas 2021”. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/03/08/prioritaskan-prolegnas-2021/