September 13, 2024

Keterlambatan Anggaran Bisa Hambat Tahapan Pemungutan Suara Ulang

Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu meminta pemerintah daerah segera memberikan tambahan anggaran untuk pembiayaan pemungutan suara ulang dan penghitungan suara ulang Pemilihan Kepala Daerah 2020. Pasalnya, keterlambatan pemenuhan anggaran berpotensi mengganggu tahapan pelaksanaan PSU.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibacakan pada 18-22 Maret 2021, sebanyak 15 daerah harus melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) dan satu daerah penghitungan suara ulang. Dua daerah di antaranya, Nabire dan Boven Digoel, harus melaksanakan PSU di semua tempat pemungutan suara. Pelaksanaan PSU di 16 daerah akan dilaksanakan secara bertahap sejak 8 April hingga 14 Juli 2021, menyesuaikan dengan batasan waktu dari MK yang berkisar 30-90 hari sejak putusan dibacakan.

Namun, penyelenggara di separuh daerah masih kekurangan anggaran untuk melaksanakan putusan MK tersebut. Data yang dihimpun Kompas menunjukkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) di tujuh daerah dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di delapan daerah kekurangan anggaran PSU.

Sementara KPU yang kekurangan anggaran yakni KPU Provinsi Kalimantan Selatan, KPU Kabupaten Morowali Utara, Sekadau, Penukal Abab Lematang Ilir, Rokan Hulu, Nabire, dan Boven Digoel. Sedangkan Bawaslu yang masih kekurangan anggaran yakni Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan, Bawaslu Kabupaten Sekadau, Nabire, Boven Digoel, Mandailing Natal, Halmahera Utara, Teluk Wondama, dan Yalimo.

Pelaksana Tugas Ketua Komisi Pemilihan Umum Ilham Saputra, di Jakarta, Rabu (31/3/2021), mengatakan, KPU Kalimantan Selatan, Morowali Utara, Sekadau, Penukal Abab Lematang Ilir, dan Rokan Hulu sudah melakukan pembicaraan awal dengan pemerintah daerah (pemda) untuk meminta tambahan anggaran. Namun, hingga saat ini permintaan tersebut belum diputuskan oleh pemda terkait.

Idealnya, anggaran tambahan diberikan sesegera mungkin agar tidak menghambat tahapan yang sudah ditetapkan oleh KPU, terutama yang berkaitan dengan logistik.

”Idealnya, anggaran tambahan diberikan sesegera mungkin agar tidak menghambat tahapan yang sudah ditetapkan oleh KPU, terutama yang berkaitan dengan logistik,” katanya.

Dalam pelaksanaan PSU, anggaran untuk KPU digunakan untuk honor badan ad hoc, pengadaan dan distribusi logistik, bimbingan teknis atau pelatihan, sosialisasi, serta kelengkapan alat pelindung diri. Sedangkan Bawaslu digunakan, antara lain, untuk biaya honor pengawas tempat pemungutan suara dan pemenuhan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.

Ilham mengatakan, pemda harus ikut berpartisipasi dan berkomitmen terhadap putusan MK. Hal itu dilakukan melalui dukungan anggaran bagi penyelenggara yang masih kekurangan anggaran. Sebab, pelaksanaan PSU tidak akan bisa terlaksana jika tidak mendapatkan dana dari pemda setempat.

Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, Bawaslu provinsi dan kabupaten yang akan melaksanakan PSU terus berkoordinasi dengan pemda. Pemenuhan anggaran semestinya bisa segera dilaksanakan karena Kementerian Dalam Negeri sudah menyurati pemda untuk memberikan anggaran demi kelancaran pelaksanaan PSU.

”Apalagi di Teluk Wondama yang dijadwalkan pada 8 April perlu segera mendapatkan tambahan anggaran karena pelaksanaannya tinggal sepekan,” ujarnya.

16 pemda disurati

Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian mengatakan, pihaknya telah menyurati 16 pemda yang akan menggelar PSU, termasuk satu pemerintahan di atasnya (provinsi). Dalam surat tersebut, pemda diminta berkoordinasi dengan penyelenggara dan pihak keamanan untuk menyampaikan usulan kebutuhan anggaran pelaksanaan PSU serta penghitungan PSU (PSSU) sesuai hasil putusan MK.

Dari usulan tersebut, pemda diminta mengalokasikan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2021 sesuai usulan dari penyelenggaran dan pihak keamanan, dengan terlebih dahulu memintakan laporan penggunaan belanja hibah. ”Ini untuk mengetahui anggaran, realisasi dan sisa dari penyelenggara Pilkada 2020, yaitu KPU dan Bawaslu, serta kepolisian dan TNI,” ujar Ardian.

Sebab, lanjut Ardian, pihaknya masih mendapati sisa dana hibah Pilkada 2020 di beberapa daerah yang menggelar PSU. Dengan begitu, tak semua daerah yang menggelar PSU bisa dikatakan kekurangan anggaran.

Untuk itu, ia meminta kepada penyelenggara pemilu untuk segera menghitung kembali sisa dana pilkada sebelumnya. Dengan begitu, pemda juga mendapatkan kepastian soal anggaran tambahan yang dibutuhkan. ”Kalau bicara angka, kan, kami perlu angka pasti. Setelah angka kebutuhan KPU dan Bawaslu ada, baru dibahas dengan pemda, kemudian disepakati,” tutur Ardian.

Jangan sampai kendala pemenuhan anggaran beralasan politis karena ada petahana yang berkepentingan dalam PSU. Jika memang tidak ada dana, harus dicari karena PSU turut menjadi pertaruhan pemda menyukseskan suksesi kepemimpinan kepala daerah.

Ardian menjelaskan, jika pemda belum menganggarkan untuk pelaksanaan PSU atau PSSU sesuai hasil putusan MK, maka itu dapat dibebankan dalam APBD melalui pos belanja tidak terduga (BTT). Namun, jika pos BTT tidak mencukupi, pemda dapat menggunakan dana hasil penjadwalan ulang capaian program, kegiatan, dan subkegiatan, seperti perjalanan dinas, biaya rapat, dan biaya yang tidak prioritas lainnya, serta pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan. Jika tidak ada juga, pemda bisa memanfaatkan uang kas yang tersedia.

Guru Besar Ilmu Pemerintahan dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan menilai, pemda bertanggung jawab untuk menyediakan anggaran PSU. Oleh sebab itu, pemda harus sesegera mungkin memberikan anggaran kepada penyelenggara yang masih kekurangan anggaran agar tahapan PSU berjalan lancar.

Seandainya anggaran pada pos belanja tidak terduga hingga kas daerah tidak mencukupi, pemda harus segera berkoordinasi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat agar mendapatkan solusi kebutuhan anggaran tersebut. Kemendagri pun perlu melakukan supervisi agar pemda-pemda bisa memberikan dukungan pendanaan kepada penyelenggara pemilu.

”Jangan sampai kendala pemenuhan anggaran beralasan politis karena ada petahana yang berkepentingan dalam PSU. Jika memang tidak ada dana, harus dicari karena PSU turut menjadi pertaruhan pemda menyukseskan suksesi kepemimpinan kepala daerah,” kata Djohermansyah. (IQBAL BASYARI/NIKOLAUS HARBOWO)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/03/31/keterlambatan-anggaran-bisa-hambat-tahapan-pemungutan-suara-ulang/