August 8, 2024

Mulailah Tahapan Pemilu Lebih Awal

Tahapan pemilihan umum diharapkan dimulai lebih awal agar kompleksitas pelaksanaan pemilihan umum serentak nasional di 2024 bisa ditangani lebih baik. Pengalaman Pemilu 2019 menjadi bekal keyakinan publik bahwa penyelenggara pemilu akan mampu mempersiapkan hajatan politik lima tahunan serentak nasional tersebut.

Harapan publik agar tahapan pemilihan umum dimulai lebih awal ini terekam dari hasil jajak pendapat Kompas akhir Maret lalu. Mayoritas responden (85,3 persen) merespons positif jika tahapan pemilihan umum dimulai lebih awal agar persiapan Komisi Pemilihan Umum  (KPU) lebih matang dalam menyelenggarakan pemilu nasional dan pilkada yang digelar di tahun yang sama ini.

Sambutan positif publik ini seakan mengamini apa yang diwacanakan oleh KPU terkait simulasi tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024. Dalam catatan KPU di Rapat Kerja bersama Komisi II DPR, Kemendagri, Bawaslu, dan DKPP pada 15 Maret 2021, KPU mewacanakan perlunya  dilakukan tahapan kegiatan pemilu lebih awal atau lebih dari 20 bulan.

Sejumlah faktor turut menjadi pertimbangan, diantaranya kecukupan waktu bagi partai politik maupun calon perseorangan menyiapkan pencalonan di pilkada serentak yang digelar November 2024, proses administrasi, kondisi alam yang akan memengaruhi proses pelaksanaan tahapan, kondisi non alam (pandemi), dan hari libur keagamaan serta libur nasional yang berpengaruh pada mobilitas masyarakat dan berpotensi berdampak pada penggunaan hak pilih di hari pemungutan suara.

Dari simulasi KPU, tahapan lebih awal mengacu pada hari pemungutan suara yang dipercepat Maret 2024 (sebelumnya, jika mengacu Pemilu 2019, pemungutan suara mestinya April 2024). Jika ditarik mundur 20 bulan, semestinya tahapan mulai Juli 2022. Jika usulan KPU melakukan persiapan lebih cepat 10 bulan, maka tahapan akan mulai September 2021.

Jika dihitung mundur, simulasi percepatan tahapan pemilu ini akan dimulai 30 bulan sebelum hari pemungutan suara atau lebih cepat dari yang disyaratkan di Pasal 167 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bahwa tahapan pemilu dimulai paling lambat 20 bulan sebelum pemungutan suara. Tentu wacana mempercepat ini sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kompleksitas Pemilu 2024.

Beban Pemilu 2024 diprediksi jauh lebih berat dari Pemilu 2019. Memori pemilu serentak 2019 menjadi pelajaran penting bagi penyelenggara, terutama KPU, dalam mempersiapkan Pemilu 2024. Salah satu isu yang menjadi sorotan publik saat itu adalah soal banyaknya petugas pemilu ad hoc di lapangan (KPPS, PPS, PPK atau Pantarlih) yang menjadi korban.

Data KPU per 20 Mei 2019 menyebutkan, sebanyak 5.669 orang petugas pemilu menjadi korban atas beban penyelenggaraan pemilu serentak 2019. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5.097 orang sakit dan 572 orang meninggal dunia. Data ini sedikit berbeda dengan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan per 24 Mei 2019 yang menyebutkan, total ada 11.989 orang, terdiri dari 11.526 orang sakit dan 463 meninggal dunia.

Kementerian Kesehatan melaporkan, dari hasil pengumpulan data kematian dan kesakitan petugas Pemilu 2019 dapat disimpulkan sejumlah hal.

Pertama, waktu kerja dan beban kerja petugas tidak terinformasi, sehingga potensi risiko terhadap kesehatan bagi petugas tidak teridentifikasi dengan baik. Kedua, persyaratan  kesehatan  bagi  petugas  kurang  sesuai  dengan tuntutan waktu dan beban kerja.

Ketiga, lingkungan kerja memicu bertambah beratnya penyakit penyerta petugas, baik yang sudah diketahui ataupun yang belum diketahui oleh petugas yang bersangkutan. Keempat, beban  fisik  dan  psikis  juga  berpotensi  memberikan kontribusi kematian.

Apa yang terjadi di Pemilu 2019 ini tertancap dalam memori publik. Jajak pendapat menangkap korban jiwa penyelenggara pemilu ini menjadi risiko paling besar jika pemilu dilakukan secara serentak. Hampir seperempat responden menyebutkan, faktor ini menjadi hal yang paling dikhawatirkan. Apalagi di Pemilu 2024 nanti agendanya tidak sekadar pemilu nasional seperti halnya di 2019 dengan lima kertas suara, yakni memilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan memilih pasangan presiden – wakil presiden.

Di 2024 nanti beban ini akan ditambah dengan pemilihan kepala daerah, yakni memilih gubernur dan memilih bupati/walikota. Tentu, beban kerja penghitungan suara menjadi faktor yang paling besar menguras energi petugas penyelenggara pemilu di lapangan. Apalagi saat itu dibatasi juga dengan ketentuan dalam undang-undang yang menyebutkan penghitungan harus dilakukan dan selesai di hari yang sama dengan hari pemungutan suara.

Belajar dari hasil evaluasi Pemilu 2019, untuk mengantisipasi musibah atau kecelakaan kerja (sakit atau meninggal dunia) terhadap petugas penyelenggara pemilu, ke depan KPU akan memberikan syarat dalam penjaringan petugas lapangan tersebut, seperti batasan usia maksimal  50 tahun, syarat kesehatan diperketat, dan diutamakan yang sudah melakukan vaksinasi Covid-19, termasuk harus negatif Covid-19 sebelum melaksanakan tugas. Langkah ini sudah diterapkan KPU pada pelaksanaan Pilkada 2020 yang dilakukan dalam situasi pandemi.

“Pengalaman Pilkada 2020 dapat dijadikan pelajaran untuk persiapan Pemilu 2024 dan Pilkada 2024,” ujar komisioner KPU Hasyim Asy’ari.

Kompleksitas

Selain isu terkait petugas pemilu di lapangan yang menjadi korban, kompleksitas juga terjadi pada urusan teknis penyelenggaraan pemilu. Problem teknis ini menjadi catatan responden terkait pelaksanaan pemilu serentak nasional di 2024 nanti. Diantaranya adalah soal kesalahan penghitungan suara di tempat pemungutan suara dan juga tingginya suara tidak sah. Kurang lebih kedua isu ini disampaikan oleh seperempat responden dalam jajak pendapat ini.

Salah satunya soal kecenderungan ketika pemilihan presiden bersamaan dengan pemilihan legislatif, ada kecenderungan perhatian pemilih lebih pada kontestasi pemilihan presiden. Setidaknya hal ini tampak dari lebih tingginya surat suara tidak sah yang terjadi pada pemilihan legislatif dibandingkan dengan pemilihan presiden.

Pada Pemilu 2019 lalu jumlah suara tidak sah pada pemilihan presiden mencapai 3,7 juta suara (2,38 persen). Jumlah tersebut jauh lebih kecil dibanding suara tidak sah pada pemilu legislatif yang mencapai 17,5 juta suara (11,12 persen). Meskipun suara tidak sah pemilihan legislatif selalu lebih besar dibandingkan pemilihan presiden, namun secara umum terjadi penurunan jumlah suara tidak sah dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya.

Terlepas dari hal tersebut, ada kecenderungan responden menanggapi positif pelaksanaan Pemilu 2024 secara serentak nasional kali ini. Separuh lebih responden meyakini pemilih akan antusias menggunakan hak pilihnya di pemilu nanti. Apalagi jika kita merujuk tren partisipasi pemilu menunjukkan angka peningkatan penggunaan hak pilih. Angka partisipasi pemilih di Pemilu 2019 tercatat mencapai 81 persen, meningkat dibandingkan Pemilu 2014 yang tercatat mencapai 75 persen.

Kecenderungan yang sama terlihat pada pelaksanaan pilkada serentak 2020 lalu. Kekhawatiran rendahnya partisipasi pemilih karena Pilkada 2020 digelar di tengah pandemi Covid-19 justru terbantahkan. KPU mencatat, tingkat partisipasi pemilih di pilkada saat pandemi ini mencapai 76,09 persen. Angka ini meningkat 7,03 persen jika dibandingkan partisipasi di Pilkada 2015.

Tanggapan publik yang tercermin dari jajak pendapat ini pada akhirnya menyimpan optimisme sekaligus harapan pada penyelenggara pemilu, terutama KPU. Hampir 70 persen responden meyakini sebagai penyelenggara pemilu, KPU mampu menyelenggarakan Pemilu 2024 dengan baik.

Keyakinan ini juga terlihat pada peserta pemilu, yakni partai politik yang dinilai akan lebih siap menyiapkan calon-calon legislatif, meskipun konsentrasi partai akan terbagi antara pemilu legislatif, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah.

Pada akhirnya publik berharap pelaksanaan pemilihan umum serentak nasional 2024 yang juga dilanjutkan dengan pilkada 2024 ini berjalan baik dengan tetap memperhatikan kekurangan-kekurangan yang terjadi di Pemilu 2019. Upaya itu bisa dimulai dengan persiapan yang lebih matang, termasuk dengan memulai tahapan pemilu lebih awal. (YOHAN WAHYU/LITBANG KOMPAS)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 12 April 2021 di halaman 3 dengan judul “Mulailah Tahapan Pemilu Lebih Awal”. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/04/12/mulailah-tahapan-pemilu-lebih-awal/