August 8, 2024

Pemilih Cenderung Resisten terhadap Praktik Dinasti Politik

Sebanyak 72 dari 129 calon kepala daerah yang terafiliasi dengan dinasti politik kalah dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah 2020. Kekalahan yang dialami 55 persen calon kepala daerah dinasti politik itu menunjukkan resistensi pemilih terhadap praktik dinasti politik di daerah.

Temuan dari Nagara Institute terhadap pemenang Pilkada 2020 di 270 daerah penyelenggara menunjukkan, 57 calon kepala daerah yang terafiliasi dinasti politik menang. Sementara 72 calon kepala daerah dari total 129 calon kepala daerah dinasti politik mengalami kekalahan.

Sebaran 57 calon kepala daerah terafiliasi dinasti politik yang menang, antara lain, berada di Sulawesi Selatan sebanyak 13 orang, Sulawesi Utara dan Jawa Tengah masing-masing 11 calon, serta Jawa Timur dan Banten masing-masing 8 calon. Dari seluruh pemenang itu, 17 orang merupakan petahana.

”Kekalahan yang diderita 72 orang itu membuktikan adanya resistensi yang cukup besar dari kesepakatan diam (silent majority) pemilih terhadap calon dinasti politik,” ujar Kurator Politik dan Pertahanan Nagara Institute Mulyadi La Tadampali dalam rilis riset dan webinar bertajuk ”Dinasti Politik Hasil Pilkada 2020 dan Paska Putusan Hasil Sengketa Mahkamah Konstitusi”, Senin (12/4/2021).

Hadir dalam webinar tersebut, antara lain, Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faizal, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Muhammad, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Nasir Djamil, serta anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini.

Mulyadi mengatakan, eksistensi dinasti politik sangat dipengaruhi budaya politik masyarakat. Untuk mencegah bertahannya dinasti politik, masyarakat harus memiliki budaya politik partisan. Artinya, pemilih sudah bisa menentukan sendiri kandidat yang akan dipilih berdasarkan kualitasnya. Pilihan ditentukan secara otonom berdasarkan visi, misi, dan potensi menjalankan roda pemerintahan yang baik.

Nasir menuturkan, dampak buruk dari dinasti politik perlu dikurangi. Salah satunya dengan membandingkan kondisi ekonomi dan politik masyarakat di daerah yang dipimpin kepala daerah yang terafiliasi dinasti politik.

”Seberapa besar manfaat kepemimpinan dinasti politik bagi masyarakat sehingga perlu diteliti dari beberapa aspek, seperti indeks pembangunan manusia, indeks persepsi korupsi, serta kualitas pendidikan, kesehatan, dan demokrasi,” ujarnya.

Menurut Titi, temuan dari Nagara Institute yang menunjukkan sebagian besar calon kepala daerah terafiliasi dinasti politik kalah dalam pilkada memberikan harapan terhadap kualitas politik masyarakat. Mereka mulai melakukan perlawanan terhadap praktik-praktik dinasti politik yang cenderung merusak demokrasi.

Ia menyebut ada beberapa penyebab yang membuat praktik dinasti politik bertahan. Dalam praktiknya, saat ini masyarakat cenderung sulit mengakses pencalonan. Cukup sulit menembus pencalonan akibat ambang batas yang tinggi, baik melalui jalur partai politik maupun perseorangan. Hal itu mengakibatkan sulitnya muncul kekuatan penyeimbang untuk meruntuhkan dominasi dinasti politik.

Selain itu, proses pencalonan yang cenderung elitis dan sentralistik mengakibatkan sulitnya mendapatkan rekomendasi dari parpol. Bahkan, ini sering kali memunculkan praktik mahar politik. ”Faktor ketiga adalah pragmatisme parpol yang cenderung memilih berkoalisi dengan calon yang memiliki elektabilitas tinggi,” kata Titi.

Dari sisi yuridis, menurut Muhammad, praktik dinasti politik cenderung mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini bisa terjadi pada petahana yang cenderung membantu keluarganya yang akan menggantikannya agar menang dalam pilkada.

Secara yuridis, kebijakan anggaran oleh kepala daerah cenderung diarahkan untuk memenangkan calon penggantinya. Sementara itu, secara kultural, kata Muhammad, jika ada dinasti politik yang maju dalam pemilihan, masyarakat cenderung membantu pemenangan meskipun tidak diminta secara langsung. (IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/04/12/pemilih-cenderung-resisten-terhadap-praktik-dinasti-politik/