August 8, 2024

KPU Siapkan Enam Model Rancangan Surat Suara untuk Pemilu 2024

Komisi Pemilihan Umum menyiapkan enam model rancangan surat suara untuk Pemilu 2024. Rancangan surat suara yang disiapkan diklaim lebih sederhana untuk memudahkan pemilih dan petugas pemilu.

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Evi Novida Ginting, mengatakan, penyederhanaan tersebut dibutuhkan karena beban kerja Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang tinggi. Beban kerja yang berat itu yang menyebabkan tak sedikit anggota KPPS meninggal saat Pemilu 2019. Terlebih gelaran Pemilu 2024 akan lebih berat daripada 2019 menyusul digelarnya pemilihan kepala daerah serentak di tahun yang sama.

Penyederhanaan surat suara juga diperlukan untuk memudahkan pemilih dalam memberikan suara. ”Kesulitan pemilih dalam memberikan suara karena banyaknya surat suara mengakibatkan tingginya suara tidak sah,” kata Evi, Minggu (1/8/2021).

Pernyataan tersebut disampaikan Evi dalam diskusi bertajuk ”Menyederhanakan Surat Suara Pemilu Serentak” yang diselenggarakan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) secara daring. Hadir juga sebagai pembicara anggota Dewan Pembina, Titi Anggraini; peneliti Perludem, Heroik M Pratama; dan dari Litbang Kompas, Yohan Wahyu.

Evi menyebutkan, pertimbangan lain adalah surat suara sebelumnya menyulitkan dan membuat pemilih memerlukan waktu lama untuk membuka dan melipat surat suara serta memasukkan ke dalam kotak suara. Selain itu, penyederhanaan dibutuhkan untuk efisiensi jumlah surat suara dan mengurangi kotak suara.

Hingga kini, lanjut Evi, ada enam model rancangan penyederhanaan yang sedang disiapkan KPU.

Model pertama dan kedua, bentuknya sama, yakni penggabungan lima jenis pemilihan dalam satu surat suara. Daftar pasangan calon (DPC) presiden dan wakil presiden ditempel di papan pengumuman. Daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditempel di dalam bilik suara. Pemberian suara dilakukan dengan menuliskan nomor urut calon pada kolom yang disediakan.

Yang membedakan ukuran surat suara. Model pertama berbentuk portrait dengan panjang 42 sentimeter (cm) dan tinggi 59,4 cm. Adapun pada model kedua berbentuk landscape dengan panjang 59,4 cm dan tinggi 42 cm.

Model ketiga, pemisahan surat suara DPD dengan surat suara presiden, DPR, dan DPRD. DPC presiden dan wakil presiden ditempel di papan pengumuman. DCT anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota ditempel di dalam bilik suara. Pemberian suara dilakukan dengan menuliskan nomor urut calon pada kolom yang disediakan.

Keempat, penggabungan lima jenis pemilihan dalam satu surat suara. DCT anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta DPC Presiden dan Wakil Presiden ditempel di papan pengumuman. Calon anggota DPD berjumlah 20 calon. Pemberian suara dilakukan dengan mencoblos pada nomor urut, nama calon, dan tanda gambar partai politik.

Kelima, pemisahan surat suara DPD dengan surat suara presiden, DPR, dan DPRD. DCT anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta DPC Presiden dan Wakil Presiden ditempel di papan pengumuman. Pemberian suara dengan mencoblos pada nomor urut, nama calon, dan tanda gambar partai politik.

Keenam, pemisahan surat suara DPD dengan surat suara presiden, DPR, dan DPRD. DPC Presiden dan Wakil Presiden ditempel di papan pengumuman. DCT Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota ditempel di dalam bilik suara. Pemberian suara dengan mencontreng pada nomor urut dan tanda gambar partai politik.

Yohan mengatakan, berdasarkan pengumpulan pendapat melalui telepon yang dilakukan Litbang Kompas pada 15-17 Juni 2021 terhadap 519 responden berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi, sebanyak 82,2 persen responden setuju KPU menyederhanakan surat suara.

Pengalaman di Pemilu 2019 cenderung mendorong responden setuju dilakukan penyederhanaan surat suara. Selain itu, metode mencoblos masih lebih memudahkan daripada metode pemberian suara lainnya seperti mencontreng kertas suara dan menulis angka nomor urut.

Titi mengungkapkan, kebutuhan penyederhanaan surat suara diperlukan untuk mengatasi kompleksitas pemilu di Indonesia, khususnya untuk memudahkan pemilih dan petugas. “Redesain surat suara tidak boleh tergesa-gesa atau mepet waktu. Perlu waktu yang cukup untuk kepentingan Pendidikan pemilih dan pelatihan para petugas,” kata Titi.

Secara terpisah, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, perlu dipertimbangkan variabel selain efisien dalam penyederhanaan surat suara. Salah satunya, kemudahan bagi pemilih. “Logika sederhananya, kalau pemilih dihadapkan dengan lima kertas suara akan lebih mudah daripada menghadapi dua atau tiga kertas suara,” kata Doli.

Ia menegaskan, perlu dikaji secara mendalam, apabila perubahan kembali dilakukan pada Pemilu 2024. Sebab, pada 2019, masyarakat dibuat terkejut dengan perubahan jumlah surat suara, dari tiga surat suara menjadi lima surat.

Menurut Doli, masyarakat sudah membiasakan diri dengan lima surat suara. Jika ada perubahan lagi, harus dikaji apakah akan membingungkan masyarakat atau tidak. Jika tidak ada masalah di masyarakat, ia setuju dengan perubahan itu.

Ia menuturkan, idealnya pemilu ke depan semakin memudahkan, tidak merumitkan, tidak merepotkan, dan tidak menyusahkan masyarakat. Doli berharap, pemilu ke depan semakin efisien dan efektif.

Adapun jika ada perubahan surat suara, kata Doli, tidak perlu ada perubahan undang-undang. Hanya perlu penyesuaian perubahan teknis di dalam peraturan KPU. (PRAYOGI DWI SULISTYO)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/08/01/kpu-siapkan-enam-model-rancangan-surat-suara