August 8, 2024

Jangan Gunakan TWK untuk Seleksi Calon Penyelenggara Pemilu

Pemerintah mulai menyiapkan proses seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu yang nantinya bertanggung jawab terhadap pelaksanaan Pemilu 2024. Kementerian Dalam Negeri saat ini tengah menjaring nama-nama pihak yang dinilai layak menjadi anggota tim seleksi untuk kemudian diusulkan ke Presiden Joko Widodo agar diangkat melalui keputusan presiden.

Terkait dengan proses pencarian calon anggota penyelenggara pemilu, mantan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Nur Hidayat Sardini, meminta agar tim seleksi dan pemerintah nantinya tidak menerapkan tes wawasan kebangsaan atau TWK seperti yang digunakan untuk pegawai KPK dalam alih status menjadi pegawai aparatur sipil negara (ASN).

”Sebenarnya ada kekhawatiran juga saya, jangan-jangan seleksi anggota KPU dan anggota Bawaslu, ini koreksi aja, masukan, jangan-jangan ada nanti sistem tes kebangsaan. Apa namanya (yang di) KPK itu. Itu mulai hancur gitu ya. Saya tidak rela kalau KPU dan Bawaslu hancur gara-gara itu. Risikonya jauh lebih berat daripada MK sekalipun,” ujar Nur Hidayat Sardini dalam webinar yang digelar Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dengan tema ”Seleksi Penyelenggara Pemilu dalam Konteks Pemilu dan Demokrasi”, Kamis (19/8/2021).

”Karena itu, tidak bisa main-main. Penyelenggara pemilu harus benar-benar dalam seleksinya, terandalkan, kredibel, dipercaya oleh publik. Karena apa. Karena fungsionaris lembaga penyelenggara pemilu menentukan integritas pemilu,” tutur Nur.

Seperti diketahui, masa jabatan anggota KPU dan Bawaslu saat ini akan berakhir April 2022. Undang-Undang Pemilu, khususnya Pasal 22, mengatur, pembentukan tim seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu dilakukan dalam waktu 6 bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan penyelenggara pemilu.

Presiden perlu membentuk tim seleksi yang terdiri dari paling banyak 11 orang yang berasal dari unsur pemerintah (3 orang) serta unsur akademisi dan tokoh masyarakat masing-masing 4 orang.

Direktur Politik Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri Syarmadani mengungkapkan, pemerintah memfasilitasi kerja tim seleksi mengingat tugas tim seleksi adalah membantu presiden untuk mencari calon anggota KPU dan Bawaslu yang akan dikirimkan ke DPR.

Pihaknya telah mempersiapkan tahapan untuk memudahkan tim seleksi melaksanakan tugasnya. Saat ini, pihaknya juga sudah menjaring nama-nama yang akan diusulkan menjadi tim seleksi.

”Paling telat Oktober kami laporkan (nama-nama calon yang terjaring) ke Mendagri untuk kemudian dilaporkan ke Presiden,” ujarnya sembari menegaskan bahwa pihaknya membuka akses seluas-luasnya kepada publik untuk memberi masukan.

Nur Hidayat Sardini melanjutkan, kapasitas dan integritas menjadi syarat utama bagi seseorang untuk menjadi calon anggota KPU dan Bawaslu. Ia juga menyarankan perlunya ada asesmen tentang Pemilu 2024 sehingga diperoleh gambaran seperti apa penyelenggara yang dibutuhkan. Seperti diketahui, ada jenis pemilu besar yang dilaksanakan serentak di tahun tersebut, yaitu pemilihan presiden/wakil presiden, pemilihan legislator baik untuk tingkat pusat maupun daerah, serta pemilihan kepala daerah.

”Tekanan bertubi-tubi menjadi tantangan fungsionaris Lembaga penyelenggara pemilu. Padahal, wajib hukumnya berintegritas, imun terhadap tekanan, dan menaati kode etik. Yang selalu bikin deg-degan itu soal integritas,” katanya.

Sementara itu, Ketua KPU RI 2016-2017 Juri Ardiantoro mengungkap beberapa kualitas yang harus dimiliki oleh seorang penyelenggara pemilu. Hal yang paling penting yang harus diperhatikan tim seleksi adalah rekam jejak calon. Rekam jejak itu meliputi profesionalitas dalam arti paham akan pekerjaannya dan memiliki dedikasi untuk bekerja keras.

Calon juga diminta memiliki rekam jejak yang jelas dalam hal integritas, baik dalam kepemiluan maupun di dunia sosial. Terkait dengan hal tersebut, para penyelenggara pemilu mulai dari KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) hingga Bawaslu harus menjaga ucapan dan tindakan sehingga tidak memiliki rekam jejak yang buruk. Begitu juga sebagai anggota masyarakat/dunia sosial sedapat mungkin menjaga diri.

Juri Ardiantoro mengisahkan ketika dirinya menjadi anggota panitia seleksi anggota Ombudsman RI. Dalam proses seleksi tersebut, seluruh lembaga yang terkait dengan integritas calon dilibatkan. Misalnya, Direktorat Jenderal Pajak untuk mengecek kepatuhan pajak, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bareskrim Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan seluruh aktivitas di media sosial dilibatkan untuk profiling calon.

”Banyak sekali yang dilibatkan sehingga kami bisa profiling calon anggota Ombudsman. Jadi terang benderang siapa orang ini. Dia punya saudara berapa, anak berapa, uang berapa, transaksi keuangan berapa kali dan berapa jumlahnya, dari mana asalnya dalam negeri atau luar negeri, punya aset apa saja, perusahaan apa saja, mobilnya berapa, parkir di mana, dipakai ke mana, semua kelihatan. Jadi, kalau punya track record di dunia sosial dan ingin mendaftar sebagai anggota KPU/Bawaslu, pertimbangkan lagi,” ujarnya.

Selain itu, Juri mengungkapkan kualitas lain yang diperlukan seorang penyelenggara pemilu, yaitu mampu bekerja secara kolektif alias kompak, merupakan seorang problem solver mengingat akan banyak masalah yang muncul, serta memiliki visi mengenai pemilu yang demokratis. (SUSANA RITA)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/08/20/jangan-gunakan-twk-untuk-seleksi-calon-penyelenggara-pemilu/