August 8, 2024

Tim Seleksi Anggota KPU-Bawaslu Janji Bekerja Independen

Presiden Joko Widodo menetapkan 11 nama untuk masuk tim seleksi anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu periode 2022-2027. Tim berjanji bekerja independen dan menuntaskan seleksi sebelum masa jabatan anggota KPU dan Bawaslu saat ini berakhir.

Meski demikian, keanggotaan tim seleksi yang dinilai kental dengan representasi kelompok diingatkan untuk membentengi diri agar tidak jatuh pada kepentingan kelompok.

Dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 120/P Tahun 2021 yang ditandatangani Presiden pada Jumat (8/10/2021), Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro ditetapkan sebagai ketua tim seleksi (timsel). Mantan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah dipilih menjabat wakil ketua, serta Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar selaku sekretaris.

Untuk anggota tim, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej; pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman; Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Hamdi Muluk, dan Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta Endang Sulastri. Selain itu, ada mantan hakim konstitusi, I Dewa Gede Palguna; Ketua Rabhithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama Abdul Ghaffar Rozin; mantan anggota Timsel KPU-Bawaslu periode 2017-2022, Betti Alisjahbana; serta komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti.

Mendagri Tito Karnavian saat mengumumkan nama-nama tersebut, Senin (11/10), mengatakan, masa jabatan anggota KPU dan Bawaslu periode 2017-2022 akan berakhir pada 11 April 2022. Namun, dengan mengacu pada Undang-Undang Pemilu, timsel calon anggota KPU dan Bawaslu harus dibentuk paling lama 6 bulan sebelum berakhir masa jabatan.

”Makanya, keppres terbit tanggal 8 Oktober 2021,” ujar Tito.

Bahtiar yang juga hadir saat jumpa pers mengatakan tim seleksi akan segera bertemu untuk merumuskan langkah selanjutnya. Setidaknya ada 10 tahapan yang kemungkinan akan ditempuh dalam proses seleksi. Di pengujung proses, tim seleksi akan menyampaikan 14 nama calon anggota KPU dan 10 nama calon anggota Bawaslu atau dua kali dari jumlah yang dibutuhkan, ke Presiden. Selanjutnya, Presiden akan meneruskan nama-nama itu ke DPR untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan.

Ia pun berjanji timsel bekerja independen. Janji yang sama juga disampaikan sejumlah anggota timsel yang dihubungi Kompas secara terpisah. Mereka adalah Airlangga, Rozin, dan Poengky.

Airlangga menilai, keterpilihannya merupakan kebijaksanaan dan keputusan Presiden. Saat proses penggodokan timsel pun, ia mengaku tidak tahu jika namanya masuk nominasi. Dengan demikian, dipastikan tak ada kesepakatan politik apa pun yang membuatnya bisa terpilih.

“Enggak ada itu. Saya juga kemudian tidak mau deal, ya, kalau kayak gitu-gituan. Karena itu nanti, kan, malah memberatkan. Saya tidak bisa bekerja dengan baik, buat apa juga? Percuma,” ucapnya.

Rozin pun mengungkapkan hal yang sama. Menurut dia, timsel harus mengedepankan prinsip akuntabel, keadilan, keterbukaan, serta bertanggung jawab. Adapun, Poengky menyampaikan, sebagai perwakilan dari unsur masyarakat, ia akan semakismal mungkin membantu kerja di timsel. Meski berada di bawah naungan Kompolnas, sebelumnya ia pernah aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, YLBHI, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

“Semoga pengalaman tersebut dapat membantu kerja-kerja saya di tim pansel,” tuturnya.

Berdasar catatan Kompas, dari 11 nama tersebut, ada tujuh nama yang dipilih Presiden dengan tidak mengacu pada usulan dari Kemendagri yang diserahkan ke Presiden, 4 Oktober lalu. Mereka adalah Juri, Chandra, Eddy, Palguna, Rozin, Betti, dan Poengky. Empat lainnya tertera di usulan Kemendagri.

Selain itu, jika ditelusuri lebih jauh, sebagian nama timsel terafiliasi terhadap organisasi masyarakat tertentu. Misalnya, Juri merupakan Ketua Pengurus Besar NU. Adapun Chandra dan Airlangga pernah menjadi bagian dari Himpunan Mahasiswa Islam.

Rentan politisasi

Wakil Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Hurriyah menilai, kesan yang paling menonjol dari timsel sekarang adalah representasi kelompok. Dengan situasi itu, politisasi dalam proses perekrutan anggota KPU dan Bawaslu rentan terjadi.

”Kalau kita lihat, proses pemilihan komisioner (KPU dan Bawaslu) ini, kan, bukan semata hanya proses yang sifatnya itu bukan nonpolitik, tetapi, kan, ada proses politik yang sering kali bahkan jauh lebih menentukan. Ini, kan, jadi persoalan, ketika kemudian komposisi timsel lebih kental dengan representasi kelompok, bukan tidak mungkin kemudian juga ada bias,” papar Hurriyah.

Mantan Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini pun mengingatkan, imparsialitas dan integritas timsel harus terjamin sehingga penyelenggara pemilu yang terpilih nantinya memiliki nilai-nilai yang sama.

“Kalau timsel itu kena bocor, disintegritas, saya kira fatal, ya. Seperti keyakinan saya, timsel itu mula dari semua mula. Kalau lap yang kotor tidak mungkin untuk membersihkan meja yang kotor,” ucap Nur Hidayat.

Untuk itu, sekalipun sejumlah nama di timsel terafiliasi dengan ormas tertentu, penting bagi mereka untuk membentengi diri agar tidak jatuh pada kepentingan kelompoknya. Bahkan, menurut dia, timsel perlu diikat dengan suatu komitmen, seperti pakta integritas, sehingga menjadi jelas batasan mana yang boleh dan yang tidak boleh serta yang perlu dan yang tidak perlu dilakukan.

”Misalnya, tak bisa bertemu dengan calon peserta seleksi yang secara sengaja ataupun tidak sengaja sehingga karena itu prudent (kehati-hatian) menjadi sangat penting. Tentu, kedua, harus antisuap terhadap seluruh proses tadi itu,” tuturnya.

Selesaikan oleh elite

Menyikapi masih belum tercapainya titik temu mengenai jadwal pemungutan suara Pemilu 2024, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa menyampaikan, perbedaan sikap yang juga mengemuka di antara fraksi, termasuk tujuh fraksi partai politik pendukung pemerintah, agar diselesaikan di tingkat elite.

Ketua umum partai pendukung pemerintah dinilainya perlu bertemu. Pertemuan ini menjadi penting agar koalisi parpol tidak terbelah.

”Kami tak ingin agenda politik demokrasi nasional diputuskan dengan terbelah karena tidak baik ke depannya. Kita hindari itu,” ujarnya. (NIKOLAUS HARBOWO/IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi  di halaman 2 dengan judul “Tim Seleksi Janji Bekerja Independen”. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/10/12/tim-seleksi-anggota-kpu-bawaslu-janji-bekerja-independen/