August 8, 2024

Pemilu 2024 Lebih Kompleks, Perlu Anggota KPU-Bawaslu yang Komunikatif

Tim seleksi calon anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu perlu mencari sosok penyelenggara pemilu yang mampu membangun komunikasi dengan pemangku kepentingan lainnya. Kemampuan komunikasi akan mendukung implementasi ide dan inovasi dalam menyederhanakan penyelenggaraan Pemilu 2024 yang diperkirakan lebih kompleks.

Dalam mencari calon anggota Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu periode 2022-2027, Tim Seleksi (Timsel) KPU-Bawaslu telah menetapkan 11 kriteria. Kriteria itu adalah integritas; kepemimpinan dan manajerial; kemampuan dan keberanian dalam pengambilan keputusan yang adil; keberpihakan terhadap perempuan dan kelompok rentan; serta kemampuan mengatasi tekanan kepentingan.

Kriteria selanjutnya adalah kemampuan menghadapi tekanan waktu dan beban pekerjaan; kemampuan berkoordinasi dengan berbagai pihak; menyadari pentingnya teknologi dalam penyelenggaraan pemilu; memiliki kemampuan bekerja sama dalam tim; memiliki kecakapan teknis administrasi pemilu; serta melakukan terobosan inovatif untuk penyelenggaraan pemilu yang efektif dan efisien.

”Mungkin 11 kriteria itu sulit ada dalam satu orang, tetapi paling tidak komplementer di antara anggota KPU dan Bawaslu,” ujar Wakil Ketua Timsel KPU-Bawaslu Chandra M Hamzah di Jakarta, Minggu (31/10/2021).

Untuk mendapatkan penyelenggara yang memenuhi kriteria itu, katanya, timsel telah melakukan beberapa pertemuan dengan berbagai pihak terkait selama dua pekan terakhir. Timsel KPU-Bawaslu mengadakan pertemuan dengan masyarakat sipil di bidang kepemiluan serta melakukan audiensi dengan anggota KPU dan Bawaslu. Pertemuan-pertemuan itu dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dari para pelaksana UU.

Secara terpisah, dalam diskusi bertajuk ”Seleksi KPU/Bawaslu dan Upaya Mengatasi Kompleksitas Pemilu 2024”, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, tantangan penyelenggara pemilu periode 2022-2027 cukup berat. Apalagi payung hukum penyelenggaraan Pemilu, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pun tidak direvisi.  Karena itu, dibutuhkan ide dan inovasi untuk memudahkan pelaksanaan pemilu, baik bagi penyelenggara, peserta, maupun pemilih.

Namun, 11 kriteria penyelenggara pemilu yang ditetapkan oleh Timsel KPU-Bawaslu dinilai belum cukup. Menurut dia, penyelenggara pemilu 2022-2027 harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Ini diperlukan agar komunikasi dengan pemangku kepentingan lain, seperti pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan publik berjalan efektif. Dengan begitu semua pihak memiliki persepsi yang sama dengan penyelenggara.

Ia khawatir, jika cara komunikasi penyelenggara pemilu kepada para pemangku kepentingan lain tidak efektif, ide dan inovasi tidak bisa diimplementasikan. Sebab, dalam mengimplementasikan inovasi yang tidak diatur dalam UU, KPU perlu mengomunikasikannya dengan pihak lain dengan tetap memegang prinsip kemandirian.

”Ketika ada progresivitas dan inovasi, penyelenggara harus bisa mengomunikasikannya ke semua pemangku kepentingan agar semua memiliki perspektif yang saja. Jangan sampai sudah membuat inovasi tetapi masih ada perbedaan persepsi sehingga tidak bisa diimplementasikan,” ujar Khoirunnisa.

Selain itu, katanya, komunikasi dengan publik juga harus dilakukan secara baik. Sebab, Pemilu 2024 menghadapi ancaman disinformasi sehingga potensi hoaks dan disinformasi kemungkinan masih akan terjadi.

Terlebih, serangan disinformasi tak hanya dilancarkan ke peserta, pada Pemilu 2019 pun penyelenggara pernah menjadi korban disinformasi. Oleh sebab itu, penyelenggara pemilu mesti menyediakan informasi yang valid kepada publik sebagai pemilih.

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menuturkan, diperlukan penyelenggara pemilu yang dapat membangun komunikasi publik yang baik. Mereka yang terpilih pun hendaknya tidak alergi dengan saran dari masyarakat sipil karena saran menjadi penguat bagi penyelenggaraan pemilu.

”Penyelenggara pemilu harus bisa menjadi komunikator yang kredibel karena ini bisa menjadi penilaian dari publik. Jangan menutup akses publik karena seolah menutup akses untuk memberikan saran ke penyelenggara,” ujarnya.

Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita, mendorong Timsel KPU-Bawaslu membuka daftar riwayat hidup dari calon anggota penyelenggara pemilu. Adapun data pribadi yang dikecualikan bisa ditutup.

Selain itu, kanal laporan masyarakat sebagai bahan masukan mengenai profil calon penyelenggara pemilu harus dibuka seluas-luasnya. Hal ini agar masyarakat mampu memberikan informasi seluas-luasnya tetapi aspek kerahasiaan tetap bisa dijaga oleh timsel.

Anggota KPU dua periode, Arief Budiman, mengatakan, jika usulan pemungutan suara 21 Februari 2024 dan persiapan 20 bulan dari KPU disepakati, 7 anggota KPU dan 5 anggota Bawaslu terpilih hanya memiliki waktu sekitar dua bulan sebelum tahapan pemilu dimulai Juni 2022. Mereka harus memanfaatkan awal masa jabatan untuk konsolidasi memulai tahapan pemilu. Tantangan akan lebih berat jika semua anggota KPU dan Bawaslu terpilih merupakan orang-orang baru. (IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/10/31/pemilu-2024-lebih-kompleks-timsel-perlu-cari-anggota-kpu-bawaslu-yang-cakap-membangun-komunikasi