August 8, 2024

Bawaslu Kehilangan Palu

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang didesain sebagai lembaga pengawal proses pemilu serasa kehilangan makna. Tugas pengawasan yang langsung dan melekat terhadap segala proses pemilu nyaris tidak terasa kuasanya. Bawaslu bak lembaga yang kehilangan palu dalam menertibkan mereka yang berkompetisi secara tidak patuh dalam kontestasi Pemilu 2014.

Hal ini bisa dengan sederhana dilihat dari berbagi macam bentuk pelanggaran pemilu yang terjadi. Berawal dari pelanggaran alat peraga kampanye, yang sepertinya tidak terbendung oleh siapa pun. Pemasangan baliho di pohon, di tiang listrik, di taman, di jalan protokol, dan di berbagai tempat yang sudah di larang di dalam Peraturan KPU Tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Legislatif, masih tetap terjadi.

Keanehan berikutnya adalah, Bawaslu beserta dengan jajarannya masih tidak maksimal, jika tidak mau dikatakan tidak bekerja dalam melakukan pengawasan terhadap “brutalnya” pelanggaran alat peraga kampanye dimana-mana. Bawaslu yang secara kelembagaan mempunyai struktur sampai ke Kecamatan dan Kelurahan, semestinya bisa bertindak cepat menyikapai pelanggaran pemilu yang terjadi. Karena hakikat dari pengawasan terhadap proses pemilu yang telah di lembagakan sebagai salah satu institusi negara, memang seperti itu adanya.

Bawaslu memang tidak ditugaskan untuk menertibkan atau menurunkan langsung alat peraga yang diduga melakukan pelanggaran. Tetapi, insting dan inisiatif dari Bawaslu beserta jajarannya harus bergerak ketika dugaan pelanggaran itu nyata adanya. Melihat masifnya pelanggaran yang ada, sebaiknya seluruh jajaran Bawaslu bertindak cepat dalam berkoordinasi dan memberikan rekomendasi kepada KPU Kabupaten/Kota dan pemerintah daerah setempat untuk segera menertibkan semua alat peraga yang dengan penalaran sederhana dapat disimpulkan bahwa itu adalah pelanggaran.

Tontonan berikut adalah bagaimana penyelanggaraan kampanye rapat umum dimulai sejak tanggal 16 Maret 2014 yang lalu. Meskipun terlambat, Bawaslu telah merilis data pelanggaran yang terjadi sepanjang 10 hari masa kampanye rapat umum. Terdapat 287 pelanggaran dengan berbagai bentuk yang tercatat oleh Bawaslu (Kompas, 27/3). Mulai dari pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu di tingkat Kabupaten/Kota, maupun juga catatan terhadap para penyelenggara negara yang ikut berkampanye tanpa adanya keterangan cuti.

Praktik politik uang yang dilakukan oleh para peserta pemilu pun sempat terekam oleh beberapa media cetak dan elektronik. Personil Bawaslu harus segera memainkan peran. Pengawasan dan tindaklanjut atas setiap dugaan pelanggaran harus ada di “kantong” mereka. Ini tentu akan menjadi senjata ampuh untuk menindak para pelaku pelanggaran pemilu.

Konsep Pengawasan Bawaslu

Saat pemungutan suara memang tinggal menghitung hari. Pemungutan suara ini bisa dikatakan sebagai puncak dari segala daya upaya yang telah dilakukan oleh semua pihak dalam persiapan penyelenggaraan pemilu selama ini. Baik itu oleh penyelenggara pemilu, maupun oleh seluruh peserta pemilu yang bertarung untuk mendapatkan suara dan dukungan dari publik.

Khusus untuk Bawaslu, tidak ada kata terlambat untuk tetap memaksimalkan kinerja agar terus mengawasi proses pemilihan umum. Persoalan mendasar yang dapat diterjemahkan selama ini adalah, Bawaslu tidak punya sistem kerja pengawasan yang kuat dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Ini juga berhubungan erat dengan kedudukan Bawaslu yang merupakan pintu masuk segala bentuk dan jenis pelanggaran pemilu.

Bawaslu sebagai institusi yang berstruktur sampai ke tingkat pemerintahan paling bawah, semestinya punya sistem untuk mengumpulkan seluruh dugaan pelanggaran yang terjadi di satu titik kumpul. Selain untuk kebutuhan penindakan dalam setiap dugaan pelanggaran, sistem ini  bisa menjadi suatu dokumentasi yang valid dari Bawaslu terkait dengan seluruh pelanggaran pemilu. Mulai dari jenis pelanggaran, bentuk pelanggaran yang terjadi, pelaku pelanggaran, serta jumlah pelanggaran dalam bentuk angka yang dapat di publikasikan oleh Bawaslu.

Ruang yang sangat memungkinkan untuk membangun sistem ini adalah sistem yang berbasiskan teknologi informasi. Tuntutan kepada Bawaslu memang sangat besar. Bawaslu tidak boleh kalah dan kewalahan dalam menghadapi lari cepat dari seluruh bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh para peserta pemilu. Ketika beberapa organisasi masyarakat sipil mampu untuk menciptakan sistem pelaporan dugaan pelanggaran secara teintegrasi dan dapat dipertanggungjawabkan, Bawaslu mestinya bisa jauh lebih baik dalam membangun hal tersebut.

Membangun sistem pengawasan ini menjadi suatu keniscayaan oleh Bawaslu. Sebagai institusi yang diamanahkan untuk mengawasi proses penyelenggaraan pemilu dari A sampai Z, Bawaslu harus bisa melakukan lebih banyak hal, dari apa yang dilakukan saat ini. []

FADLI RAMADHANIL
Peneliti Hukum Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)