December 26, 2024

KPU Tidak Jelaskan Dana Kampanye Secara Rinci

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak serius soal transparansi dana kampanye. Dalam Sistem Informasi Kampanye dan Dana Kampanye (Sikadeka) KPU tidak menjelaskan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) masing-masing pasangan calon (Paslon) secara rinci dan jelas.

“Sikadeka tidak menjelaskan kapan LADK tiap paslon disampaikan. Padahal batas waktu sangat krusial dalam melaporkan dana kampanye. Karena keterlambatan juga dapat berujung pada sanksi diskualifikasi paslon,” kata Kahfi Adlan Hafiz, Peneliti Perludem saat Konferensi Pers, (20/12).

Menurutnya, KPU harusnya menampilkan data dana kampanye di website Sikadeka secara real-time sesuai dengan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye. Padahal sumber dana kampanye adalah hal penting untuk menjadi pertimbangan publik menentukan pilihan pada Pemilu 2024.

Besaran sumber penerimaan dana kampanye berdasarkan laporan LADK di website Sikadeka, pasangan Anies-Muhaimin melaporkan sumber penerimaan awal dana kampanye Rp 1 miliar. Pasangan Prabowo-Gibran jumlah total dana kampanye sebesar Rp 31.438.800.000, besaran itu berasal dari pasangan calon sebanyak Rp 2 miliar, partai politik atau koalisi pengusung sebesar Rp 600 juta dalam bentuk barang dan Rp 28,8 miliar dalam bentuk jasa. Sementara jumlah total dana awal Ganjar-Mahfud sebanyak Rp 23.375.920.999, berasal dari paslon Rp 100 juta, partai politik atau gabungan partai 2,9 miliar, sumbangan dari pihak lain nonpemerintah sebanyak Rp 20,3 miliar, dan perseorangan sebesar 1,6 juta.

“Ada perbedaan data antara dokumen LADK dengan data yang ditampilkan dalam website Sikadeka, yang sebetulnya di dalam page yang sama,” imbuhnya.

Perludem dan ICW melakukan analisa belanja iklan di Meta dalam sebulan terakhir, terhitung sejak 16 November- 15 Desember 2023. Jika dibandingkan dengan temuan Perludem dan ICW, masing-masing pasangan calon presiden sudah membelanjakan iklan kampanye di media sosial Meta, bahkan sebelum masuk waktu kampanye. Berdasarkan temuan itu pasangan Anies-Muhaimin telah membelanjakan Rp 444.345.531 dari 15 akun pengiklan, Prabowo-Gibran sebanyak Rp 778.930.409 dari 33 akun pengiklan, dan Ganjar-Mahfud dari 87 pengiklan menghabiskan sebesar Rp 829.163.419.

“Ternyata banyak dana kampanye di luar LADK, sementara pelaporan hanya fokus di rekening khusus dana kampanye,” ujar Kahfi.

Sementara itu Egi Primayogha, Divisi Korupsi Politik ICW mengatakan informasi dana kampanye adalah hak publik, untuk itu informasi rinci mengenai penyumbang dan tahapan pemasukan dan pengeluaran dana kampanye perlu disajikan lebih transparan. Ia menilai KPU hanya menganggap laporan dana kampanye sebagai formalitas dalam Pemilu.

“Transaksi dana kampanye itu penting, karena melalui itu kita bisa melihat keterkaitan antara kandidat dengan pebisnis. Terlebih jika data itu disajikan lebih mudah dikunyah, bisa menjadi pertimbangan publik untuk memilih,” kata Egi.