August 8, 2024

Masa Kampanye Dikepung Pelanggaran, Bukti Lemahnya Bawaslu

Banyaknya pelanggaran pada masa kampanye dikhawatirkan akan berlanjut hingga masa tenang dan hari pemungutan suara, hal itu didasarkan lemahnya peran Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dalam menindak pelanggaran pemilu. Merespon itu, sejumlah organisasi masyarakat sipil merilis temuan dalam penyelenggaraan kampanye, melalui laporan sementara pemantauan pemilu dari berbagai platform.

“Ada persoalan keberpihakan negara, dan hal itu akan berdampak negatif bagaimana negara bisa menghadirkan ruang yang setara dalam tiap kampanye pemilu pada tiap peserta pemilu,” kata Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kahfi Adlan Hafiz dalam “Ulasan Temuan Masyarakat Sipil dalam Penyelenggaraan Kampanye”, Jakarta (11/2).

Kahfi menekankan pentingnya negara dan presiden menjaga netralitas agar kepercayaan publik terhadap negara dan proses pemilu tetap terjaga. Ia menyebut Aparatur Sipil Negara (ASN) dan perangkat desa memiliki peran sentral pada politik lokal dan efektif untuk dimanfaatkan mendongkrak elektabilitas. Kahfi memandang politisasi bantuan sosial (Bansos) menjadi problem besar penyalahgunaan sumber daya negara.

“Selain itu konflik kepentingan dalam penunjukan Penjabat (Pj) kepala daerah, kami melihat ada proses tidak transparan dan banyak konflik kepentingan. Ada kecenderungan untuk mengkanalisasi sumber daya negara untuk pemenangan kelompok politik tertentu,” ujarnya.

Sementara itu Peneliti Themis Indonesia, Hemi Lavour Febrinandez menyebut, kecurangan pemilu terjadi dari tingkat paling atas hingga paling bawah. Pj kepala daerah yang ditunjuk oleh presiden memiliki hubungan langsung dengan Presiden Joko Widodo.

“Kecurangan juga dilakukan kepala desa, misalnya melalui kepala desa yang digerakkan untuk mendukung paslon tertentu,” ucapnya.

Ia juga menyebut sejak awal penyelenggara pemilu memiliki banyak masalah soal kemandirian, itu dibuktikan banyaknya putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Untuk itu Hemi mengajak seluruh masyarakat mengumpulkan bukti kecurangan sebanyak mungkin untuk pembuktian sengketa pemilu di MK.

“Atau sebagai catatan sejarah pada publik bahwa penyelenggara pemilu ini memang sangat bermasalah dari hulu ke hilir, terstruktur dari penyelenggara negara hingga penyelenggara pemilu,” tegasnya.

Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengatakan, penanganan dan penertiban Alat Peraga Kampanye (APK) yang dilakukan Bawaslu sangatlah lambat. Ia menyebut Bawaslu hanya dapat menertibkan melalui temuan atau laporan, sementara proses itu butuh waktu panjang. Padahal sudah banyak kepentingan umum yang dilanggar karena pelanggaran tersebut.

Adho Rizky Fillemo dari JPPR juga menyebut, berdasarkan pemantauan JPPR banyak kampanye peserta pemilu tidak menaati peraturan waktu kampanye hingga mengikut sertakan anak di bawah umur dalam kampanye. Menurutnya, ketaatan peserta pemilu terhadap regulasi harus menjadi catatan untuk evaluasi pemilu.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan, mengingat banyaknya pelanggaran selama proses pemilu memerlukan mitigasi melalui penegakan hukum, advokasi kebijakan public dan masyarakat langsung. Menurutnya upaya itu harus dilakukan agar pemilu dapat berjalan dengan demokratis.

“Yang dapat menjaga pemilu, yakni awareness publik dan partisipasi publik, sehingga kita berharap kampus-kampus dan guru besar untuk memberi peringatan kita semua agar pemilu kembali ke rel nya,” pungkas Kaka. []