September 13, 2024
Ilustrasi Rumahpemilu.org/ Haura Ihsani

KOPEL Menilai Program Pendidikan Gratis Belum Cukup Efektif di Banten

Penurunan angka putus sekolah di Provinsi Banten berjalan stagnan, hal itu akibat tidak berjalan program dan anggaran prioritas dengan efektif. Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Jabodetabek menilai program pendidikan gratis kurang efektif dalam memberikan akses pada kelompok rentan. Temuan audit sosial KOPEL, kuota afirmasi 15% bagi masyarakat miskin dan penyandang disabilitas dipandang masih terlalu sedikit.

“Perlu ada revisi Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pendidikan gratis dengan paradigma pelayanan aktif,” kata Anggota KOPEL, Andi Justeriah saat “Launching Temuan Hasil Pemantauan Kebijakan Pemerintah Daerah melalui Audit Sosial” yang digelar Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) secara daring (31/3).

Berdasarkan Data BPS Provinsi Banten, angka putus sekolah dan anak tidak bersekolah pada tahun 2022 sebanyak 69,22%. Menurut Andi, tingginya angka putus sekolah disebabkan kebijakan Pemprov Banten belum menjamin pendidikan terhadap masyarakat rentan. Padahal rata-rata putus sekolah adalah masyarakat miskin dengan jumlah 814,02 ribu jiwa, 60 kelompok masyarakat adat, dan 23,291 penyandang disabilitas.

Andi menjelaskan, pelibatan masyarakat dalam perencanaan kebijakan pemerintah provinsi khususnya untuk penanganan anak putus sekolah tidak terjadi. Sejauh pemantauannya, pelibatan masyarakat hanya dilakukan lewat Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Sementara pembahasan di dalamnya bersifat umum, tidak spesifik membahas persoalan putus sekolah.

“Musrenbang masih menjadi satu-satunya forum andalan, meskipun dilakukan pada tingkat paling bawah namun keterlibatan masyarakat secara masif belum terjadi karena ada pembatasan jumlah,” jelasnya.

Lebih lanjut, komunikasi dan keterlibatan kelompok disabilitas lebih banyak pada pengalokasian dana bantuan sosial. Meski demikian sebenarnya pemerintah memiliki aplikasi layanan masyarakat melalui kanal Lapor SPAN, sebuah aplikasi pengaduan yang terintegrasi dengan pemerintah pusat. Namun karena kurang dikenal masyarakat, kanal tersebut belum berjalan efektif sebagai sarana pengaduan pelayanan publik.

Audit sosial dilatarbelakangi pada penunjukkan Pj gubernur yang tidak transparan dan partisipatif, sehingga memungkikan mengurangi akuntabilitas penjabat kepada publik. Atas dasar itu mitra Perludem di beberapa provinsi melakukan pemantauan kebijakan melalui mekanisme audit sosial. []