January 31, 2025

Pemilu Bermakna Lahirkan Aktivisme Hukum dan Sosial

Pada pemilu 2024 mendatang 56,45 persen pemilih berusia kurang dari 40 tahun atau sebanyak 113 juta. Dengan pemilih berusia 17-23 tahun sebanyak 22 persen, perubahan mungkin saja terwujud, jika pemilih muda membuat keputusan berdasarkan kapasitas sebagai pemilih yang terinformasi dengan baik.

“Pemilih berdaya, tahu betul harus memilih siapa, konsekuensinya, dan setelah memilih dan yang dipilih menang harus melakukan apa,” kata Titi Anggraini, Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) dalam acara “Partisipasi Mahasiswa untuk Pemilu Terbuka Tahun 2024”, di Auditorium Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Depok (02/10).

Namun Titi menilai, arena politik yang elitis lebih mewarnai ruang-ruang publik, sehingga menutup hal yang dibutuhkan untuk mengartikulasikan suara yang bermakna. Ia memberi contoh publik masih punya hambatan terkait procedural pemilu, terkait memilih dengan cara yang sah dan pemilih masih punya hambatan tahu rekam jejak kandidat legislatif.

Pada pemilu tahun 2019 lalu terdapat 17.503.000 suara tidak sah untuk pemilu DPR, setara dengan 11,2 persen. Sementara pada pemilu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terdapat 29 juta (19 persen) suara tidak sah.

“Artinya, orang bisa digerakkan ke TPS, tapi ternyata untuk tata cara pencoblosan saja banyak yang tidak sah. Padahal kalo kita tahu dan sadar betul pemilu punya kita, pemilu akan melahirkan aktivisme hukum menjaga hukum yang demokratis dan aktivisme sosial bahwa pemilu tidak boleh dikooptasi oleh orang-orang jahat,” sambungnya.

Ummi Salamah, Akademisi Universitas Indonesia mengatakan, untuk menjadi orang muda yang aktif dalam pengawasan pemilu, mahasiswa perlu paham dan yakin dengan integritas sistem pemilu. Untuk itu mahasiswa harus berkomunikasi dengan setiap elemen yang terkait dengan proses pemilu.

“Nggak mungkin public trust dan public support dibangun tanpa ada komunikasi dua arah,” kata Ummi.

Ketua Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta, Harry Ara Hutabarat dalam pemaparannya berharap, mahasiswa dan civitas kampus juga ikut memperjuangkan keterbukaan informasi publik yang berkelanjutan, khususnya untuk pemilu 2024 mendatang.  []