August 8, 2024
Sumber gambar: mkri.id

PHPU Pilpres Tak Cukup Hanya 14 Hari  

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai proses Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 tidak cukup disidangkan selama 14 hari, karena bobot dugaan kecurangan yang terjadi sangat besar. Menurutnya, Pilpres 2024 berbeda dengan Pilpres 2019, karena saat ini sengketa pilpres digugat oleh dua pemohon.

“Sekarang dua pemohon lho, bukan cuma satu. Sekarang juga bobot dugaan kecurangannya besar sekali. Menurut saya ini adalah pemilu terburuk dalam sejarah Indonesia,” kata Bivitri dalam diskusi “Arah Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Sengketa Pemilu Presiden 2024” di Jakarta (1/4).

Selain itu, Bivitri menilai hukum acara sengketa Pilpres 2024 juga terkesan mengerangkeng para pihak dan tidak berorientasi pada kebenaran substansif. Menurutnya, hukum acara saat ini menyulitkan para pihak di MK untuk memaparkan dan membuktikan kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM).

“Menurut saya, kalau Mahkamah Konstitusi masih dikerangkeng oleh hukum acara yang sebenarnya membatasi pencarian keadilan yang substantif,” kata Bivitri.

Selain hukum acara yang semakin sulit bagi para pihak untuk membuktikan, ia juga menyoroti pembatasan waktu dalam proses sengketa hasil pemilu. Waktu 14 hari kerja untuk sidang sengketa Pilpres 2024 dan 30 hari kerja untuk PHPU Pileg 2024 menurutnya berdampak pada pembatasan jumlah saksi dan kualitas pembuktian. []