October 28, 2024

Pentingnya Kepatuhan Data Pribadi dalam Penyelenggaraan Pemilu

Pakar Hukum Kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraini menilai calon kepala daerah yang terbukti mencatut nomor induk kependudukan (NIK) untuk mencalonkan diri harus didiskualifikasi. Menurutnya pencatutan NIK sudah masuk dalam kejahatan dan hal itu tidak gugur hanya karena tidak dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU.

Titi menjelaskan, ketentuan untuk calon perseorangan dalam validasi data KPU menggunakan pendekatan sensus. Artinya, ketika satu saja NIK terbukti diperoleh dengan cara yang tidak resmi, dalam hal ini melalui pencatutan, maka calon tersebut seharusnya diberi sanksi berupa diskualifikasi atas rekomendasi Bawaslu sebelum dieksekusi oleh KPU.

“Ketika mereka mencatut, artinya kan mereka sudah melakukan kejahatan karena memanipulasi dan menyalahgunakan data pribadi warga,” kata Titi dalam diskusi “Implementasi Kepatuhan Pelindungan Data Pribadi dalam Penyelenggaraan Pemilu dan Pengaturannya ke Depan”, di Mentang, Jakarta Pusat (14/10).

Selain itu, sanksi juga seharusnya diberikan kepada partai politik yang mencatut NIK warga ketika mendaftarkan partai untuk menjadi peserta pemilu. Menurut Titi salah satu sanksi yang dapat diberikan adalah melarang partai menjadi peserta pemilu pada daerah pemilihan (dapil) pencatutan NIK.

Titi menyayangkan toleransi yang acapkali diberikan kepada pencatut NIK, terutama untuk kepentingan pemilu. Padahal, masyarakat yang terdampak pencatutan NIK mengalami berbagai kendala, seperti tidak bisa mendaftar CPNS karena tercatat terafiliasi dengan partai politik, hingga tidak bisa menjadi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Akademisi Binus University Siti Yunarti menjelaskan, pentingnya pengaturan PDP di Indonesia, yang baru dimulai pada tahun 2014. Dalam pandangannya, meskipun PDP merupakan langkah awal, namun saat ini regulasi tersebut memerlukan arahan lebih lanjut dari peraturan pemerintah dan lembaga pengawas.

“Meski sudah ada ketentuan yang harus diturunkan dari peraturan, masih banyak yang perlu dikembangkan, karena beberapa ketentuan belum memiliki kekuatan hukum,” kata Yuniarti.

Terkait peran lembaga pengawas dalam melindungi data pribadi, menurutnya perlunya sinergi antara regulasi dan praktik di lapangan. Yuniarti menegaskan pentingnya mematuhi kewajiban pengendali data, terutama menjelang pilkada. Ia menganggap penyelenggara pemilu mestinya harus memiliki aturan yang jelas mengenai pengendalian data pribadi, termasuk klasifikasi data dan tanggung jawab masing-masing pihak.

“Hal ini penting untuk menentukan hak dan kewajiban dalam pemrosesan data pribadi,” tuturnya.

Yuni menjelaskan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan data pemilih adalah pemenuhan kewajiban hukum terkait pengumpulan dan penyebaran data. Ia meminta agar semua pihak yang terlibat dalam pemilu memahami betul regulasi yang ada, agar tidak terjadi penyalahgunaan data.

“Kewajiban kita adalah memastikan setiap langkah pengolahan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tuturnya. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.