January 31, 2025
Pemilih disabilitas hendak mencoblos di salah satu TPS Kota Bandung, pada Pilkada 27 November 2024 (Nizar/Jabar Ekspres)

Kesetaraan Bagi Penyandang Disabilitas di Jateng dan Harapan Setelah Pilgub 2024

Hari itu, Rabu (27/11/2024), Silvya Maharani tampak penuh semangat saat melangkah menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS) 29 di Kelurahan Sendangmulyo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Namun, senyumannya sempat menghilang sejenak saat kursi rodanya kesulitan melintas melewati kabel roll yang menjuntai di tanah.

Silvya, seorang penyandang disabilitas daksa, menjalani pengalaman pertama kali menyalurkan hak pilihnya pada Pemilu 2024. Meskipun terdapat kendala teknis di TPS, dirinya merasa antusias untuk berpartisipasi dalam menentukan masa depan Jawa Tengah (Jateng) dan Kota Semarang.

“Ini pengalaman pertama saya datang ke TPS. Awalnya, petugas sempat kebingungan melayani saya, tapi mereka sudah berusaha membantu mulai dari pendaftaran hingga mengambilkan tinta,” ujar Silvya kepada Espos usai memberikan suara.

Namun, meski merasakan bantuan dari petugas, Silvya menilai bahwa aksesibilitas di TPS belum sepenuhnya inklusif untuk penyandang disabilitas. Baginya, pengalaman ini mengungkapkan kekurangan besar dalam sistem yang seharusnya ramah terhadap semua kalangan.

Keluhan serupa juga disampaikan oleh Satrio Chairul Usman, seorang tunanetra yang telah tiga kali mengikuti Pemilu dan Pilkada, termasuk Pilgub Jateng 2024. Meskipun ada bantuan dari pihak keluarga, Satrio menyoroti ketiadaan fasilitas yang seharusnya tersedia di TPS, seperti template braille untuk mempermudah pemilih tunanetra.

“Saya sudah lewat dua kali pemilu dan dua kali pilkada. Seharusnya, setiap TPS menyediakan template braille untuk tunanetra. Namun, kenyataannya, banyak TPS yang tidak menyediakan alat bantu tersebut,” ungkap Satrio.

Dalam Pilgub Jateng 2024, meski tidak ada alat bantu braille, Satrio merasa lebih terbantu karena istrinya mendampinginya di bilik suara atas seizin panitia TPS. Namun, pengalaman ini menandakan bahwa masih banyak yang perlu diperbaiki dalam sistem pemilu agar lebih inklusif bagi penyandang disabilitas.

Temuan JPPR

Temuan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPRR) menyebutkan adanya beberapa TPS di Jateng yang tidak ramah terhadap penyandang disabilitas daksa, terutama di Brebes dan Sukoharjo. Selain itu, ditemukan pula masalah aksesibilitas di TPS yang terletak di lokasi dengan medan ketinggian, sehingga penyandang disabilitas harus melewati tangga.

Menurut JPRR, ketiadaan aksesibilitas fisik ini mencerminkan kurangnya perencanaan yang inklusif. Padahal, akses fisik adalah elemen dasar yang harus dipenuhi agar seluruh warga negara, tanpa terkecuali, dapat berpartisipasi dalam proses demokrasi.

Sebagai aktivis yang juga terlibat dalam Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Semarang, Satrio memberikan penilaian terhadap infrastruktur Jateng, khususnya Kota Semarang. Menurutnya, kota ini belum sepenuhnya ramah bagi penyandang disabilitas, terutama dalam hal infrastruktur dasar seperti trotoar yang seharusnya dilengkapi dengan guiding block.

“Masih banyak trotoar yang tidak memiliki guiding block, dan yang ada pun sering terputus oleh tanaman, pohon, atau pedagang kaki lima. Jalan-jalan umum juga banyak yang berundak, menyulitkan penyandang disabilitas, terutama tunanetra,” keluhnya.

Harapan besar pun disampaikan Satrio kepada pemimpin Jawa Tengah yang baru terpilih, agar memberi perhatian lebih terhadap kebutuhan dasar penyandang disabilitas. Peningkatan aksesibilitas dan kesetaraan dalam sektor pekerjaan dan pendidikan menjadi kunci untuk menciptakan inklusivitas yang sesungguhnya.

Kebutuhan Kesetaraan di Ruang Kerja dan Pendidikan

Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Kota Semarang, Laili N. Linda Fatmawati, mengungkapkan bahwa meskipun Kota Semarang sudah memiliki beberapa kemajuan, masih banyak yang harus diperbaiki untuk menciptakan lingkungan yang benar-benar inklusif.

Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya akses terhadap juru bahasa isyarat di berbagai forum atau acara penting, sebuah kebutuhan mendasar bagi penyandang tunarungu. Laili berharap agar setiap instansi di Semarang setidaknya memiliki satu juru bahasa isyarat, guna memastikan semua warga mendapatkan hak yang setara.

“Seberapa inklusif Kota Semarang? Saya bisa bilang 50 persen. Tidak terlalu buruk, tetapi masih jauh dari cukup, terutama bagi teman-teman tunarungu yang sering kali tidak mendapatkan hak mereka, seperti juru bahasa isyarat,” tutur Laili.

Di dunia kerja, Laili menyoroti ketatnya persyaratan untuk bekerja di sektor formal, seperti pendidikan minimal D3 atau S1. Banyak penyandang disabilitas yang terhambat oleh kualifikasi ini, meskipun mereka memiliki keterampilan dan potensi untuk bekerja.

“Kami tidak meminta untuk diperlakukan istimewa, tapi kami berharap perusahaan bisa lebih memahami realita di lapangan, terutama untuk penyandang disabilitas yang banyak terhenti pada tingkat pendidikan SMA/SMK,” tambah Laili.

Selain itu, Laili juga keberatan dengan kualifikasi umur yang cukup ketat. Sebab dulu orang boleh melamar hingga maksimal usia 35 tahun. Namun sekarang dibatasi sampai umur 26 tahun.

“Kalau diberi kesempatan, saya ingin ketemu Menteri BUMN Erick Thohir. Saya ingin mengadu supaya jika membuat aturan atau kualifikasi melihat juga realita di lapangan, terutama kondisi penyandang disabilitas,” tegasnya.

Menanti Implementasi Janji Kampanye Luthfi-Yasin

Pilgub Jateng 2024 telah usai, dan pasangan calon Ahmad Luthfi-Taj Yasin (Luthfi-Yasin) berhasil meraih kemenangan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jateng melalui Rapat Pleno Hasil Rekapitulasi Pilgub Jateng 2024 menetapkan pasangan Luthfi-Yasin unggul atas pasangan Andika Perkasa-Hendrar Prihadi.

“Paslon Andika-Hendi meraih 7.870.084 suara, sementara pasangan calon Luthfi-Yasin meraih 11.390.191 suara,” ujar Ketua KPU Jateng, Handi Tri Ujiono, Sabtu (7/12/2024) malam.

Luthfi-Yasin, yang mengusung visi misi untuk kesejahteraan penyandang disabilitas, mencantumkan janji-janji penting dalam program mereka, seperti pelayanan tanpa antre untuk disabilitas di rumah sakit dan jaminan hukum untuk akses pekerjaan bagi penyandang disabilitas.

Calon gubernur terpilih Jateng, Ahmad Luthfi, berjanji akan menyediakan kuota 2-3 persen lapangan pekerjaan di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk penyandang disabilitas. Selain itu, program sertifikasi juga akan diperkenalkan untuk membantu penyandang disabilitas memperoleh pekerjaan di sektor formal.

“Kami ingin memastikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama, tanpa dibedakan karena keterbatasan fisik. Sertifikasi ini akan membantu mereka menunjukkan kemampuanprofesional mereka,” ujar Luthfi, menutup janji kampanye yang menyasar kesetaraan di semua bidang.

Kemenangan Luthfi-Yasin memberikan harapan baru bagi penyandang disabilitas di Jawa Tengah. Namun, janji-janji yang tercantum dalam visi misi harus segera diterjemahkan menjadi kebijakan konkret yang tidak hanya bersifat simbolis, tetapi juga dapat dirasakan langsung oleh mereka yang selama ini terpinggirkan dalam hal aksesibilitas, pendidikan, dan pekerjaan.

Saatnya Jawa Tengah mewujudkan provinsi yang inklusif dan memberikan kesempatan yang setara bagi setiap warganya, tanpa terkecuali.

Muhammad Miftahul Kamal Annajib, Jurnalis Jatengnews.id

Liputan ini telah terbit di Jatengnews.id merupakan hasil kolaborasi dengan Perludem untuk mengawal proses Pilkada 2024 dan memastikan pilkada berjalan dengan adil dan transparan.