September 13, 2024

Calon yang Terpidana Kembali Diakomodasi

JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pencalonan akan kembali mengakomodasi pasal yang memperbolehkan terpidana hukuman percobaan untuk maju dalam pemilihan kepala daerah. Namun, hal ini dinilai akan melanjutkan inkonsistensi aturan karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Dalam Rancangan PKPU tentang Pencalonan yang diuji publik oleh KPU, di Jakarta, Selasa (30/5), bersamaan dengan sejumlah Rancangan PKPU lainnya, ketentuan yang memperbolehkan pencalonan terpidana karena kealpaan ringan (culpa levis), terpidana karena alasan politik, dan terpidana yang tidak menjalani pidana dalam penjara diakomodasi dalam Pasal 4 Huruf f.

Ketua KPU Arief Budiman menuturkan, kembali dimasukkannya pasal tersebut untuk basis pilkada serentak 2018 karena belum ada perubahan ketentuan. KPU, katanya, tidak bisa mengubahnya karena mengacu pada hukum positif.

“Pasal itu ada karena putusan mengikat rapat konsultasi (bersama pemerintah dan DPR tahun 2016). Sepanjang belum ada ketentuan yang berubah, kami tidak bisa mengubah,” kata Arief Budiman.

Sebelumnya, menjelang pilkada serentak 2017, sesuai ketentuan Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, KPU menyusun PKPU dengan menyatakan calon kepala daerah harus memenuhi syarat tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Hal ini membuat terpidana hukuman percobaan pun tidak memenuhi syarat menjadi calon kepala daerah.

Namun, DPR dan pemerintah meminta KPU merevisi aturan itu dengan memperbolehkan terpidana hukuman percobaan maju dalam pilkada. KPU saat itu tidak punya pilihan selain mengikuti rekomendasi DPR karena Pasal 9A UU No 10/2016 tentang Pilkada menyebut hasil rapat konsultasi dengan DPR dan pemerintah bersifat mengikat (Kompas, 15/9/2016).

Pasal 9A UU No 10/2016 kemudian diuji KPU ke Mahkamah Konstitusi karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Arief tak mau berandai-andai saat ditanya apakah jika putusan MK menganulir Pasal 9A UU No 10/2016 akan membuat KPU mengubah pasal yang memperbolehkan terpidana hukuman percobaan untuk menjadi calon kepala daerah. Sementara dalam uji materi itu, KPU salah satunya memasukkan bukti rekomendasi DPR atas calon terpidana hukuman percobaan.

“Saat rapat konsultasi semua pasal akan dikonsultasikan dengan pemerintah dan DPR. Bisa juga muncul koreksi karena kemarin dianggap kurang tepat,” kata Arief.

Bertentangan

Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi dalam uji publik Rancangan PKPU menuturkan, Pasal 4 Huruf f Rancangan PKPU Pencalonan bertentangan dengan Pasal 7 Ayat (2) UU No 10/2016 karena di aturan itu dengan jelas melarang calon berstatus terpidana untuk ikut pilkada. Dia juga mengingatkan, dalam sidang uji materi Pasal 9A UU No 10/2016 yang diajukan KPU, salah satu hakim konstitusi menyatakan bahwa terpidana karena kealpaan ataupun terpidana yang tidak menjalani hukuman dalam penjara tetap merupakan terpidana.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, menuturkan, ketentuan calon terpidana percobaan harus diperbaiki agar pilkada serentak 2018 tidak ada orang yang berstatus terpidana menjadi calon kepala daerah. “(Pasal) PKPU Pencalonan bertentangan dengan UU Pilkada dan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pencalonan,” kata Fadli. (GAL)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Mei 2017, di halaman 2 dengan judul “Calon yang Terpidana Kembali Diakomodasi”.

http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/05/31/Calon-yang-Terpidana-Kembali-Diakomodasi