August 8, 2024

Penambahan Kursi Anggota DPR Bukan Solusi

JAKARTA, KOMPAS — Wacana penambahan kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat lewat Rancangan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum bukan satu-satunya solusi terhadap persoalan disproporsionalitas alokasi kursi. Untuk memenuhi prinsip kesetaraan, DPR dan pemerintah dapat merealokasi kursi dari daerah pemilihan yang keterwakilannya berlebih ke dapil yang kurang.

Dengan demikian, jumlah anggota DPR dapat dipertahankan seperti saat ini, yakni 560 orang atau cukup ditambah tiga kursi sebagai konsekuensi munculnya daerah otonomi baru (DOB) Kalimantan Utara. Penambahan kursi anggota DPR secara besar-besaran dikhawatirkan menambah beban anggaran negara.

Menurut peneliti Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Khairul Fahmi, Sabtu (27/5), cara untuk mengatasi persoalan disproporsionalitas alokasi kursi dan keterwakilan yang tidak setara di dapil adalah realokasi atau redistribusi kursi. Selama ini, alokasi kursi DPR belum sepenuhnya ideal. Ada provinsi yang alokasi kursinya berlebih (over-represented) jika dibandingkan jumlah penduduknya, ada pula provinsi yang tak mendapat kursi sebagaimana mestinya (under-represented).

Sebagai contoh, Sumatera Barat dengan 4,84 juta jiwa penduduk memiliki 14 kursi DPR dari seharusnya 11 kursi. Sementara Provinsi Riau dengan 5,87 juta jiwa penduduk hanya dialokasikan 11 kursi DPR dari seharusnya 13 kursi. Ada pula kasus Sulawesi Selatan yang memiliki 24 kursi meski jumlah penduduk 8 juta orang.

DPR dan pemerintah, menurut Fahmi, cukup merealokasi kursi dengan mempertimbangkan kesetaraan nasional serta kesetaraan daerah Jawa-luar Jawa.

Dibahas pekan ini

Isu penambahan kursi anggota DPR akan menjadi satu dari empat isu yang akan diputuskan dalam rapat Panitia Khusus RUU Pemilu dengan pemerintah, Selasa (30/5). Sejauh ini, ada tiga opsi yang mengemuka dan merupakan usulan fraksi-fraksi di DPR, yaitu menambah kursi DPR menjadi 563 kursi (bertambah tiga), 570 kursi (bertambah 10), atau 579 kursi (bertambah 19).

“Sementara ini baru ada tiga opsi itu. Pemerintah sudah diminta membuat beberapa simulasi dan akan mereka presentasikan Senin ini,” kata Ketua Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Lukman Edy.

Opsi 563 kursi, lanjutnya, adalah penambahan hanya untuk memenuhi DOB Kalimantan Utara. Opsi 570 kursi adalah pengurangan pada daerah yang sebelumnya berlebih dan diperbolehkan hanya berlebih satu kursi. Sementara opsi 579 kursi adalah tak ada pengurangan pada dapil saat ini. Basis perhitungan berdasarkan jumlah penduduk yang terus bertambah tanpa memperhitungkan luas wilayah.

Sejumlah fraksi di DPR tidak ingin mengurangi kursi dari provinsi lain karena khawatir menimbulkan gejolak. Namun, anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Golkar, Hetifah Sjaifudian, mengatakan, fraksinya lebih memprioritaskan penataan dapil daripada menambah kursi secara keseluruhan.

“Bisa ada kursi dapil yang bertambah, ada juga yang berkurang, itu tidak apa-apa demi mencapai alokasi kursi yang lebih proporsional,” kata Hetifah.

Penambahan jumlah kursi DPR juga dikhawatirkan akan menambah beban anggaran negara. Hasil kajian Pusako menunjukkan, penambahan jumlah kursi anggota DPR secara besar-besaran akan berimplikasi signifikan pada anggaran. Dengan total penghasilan anggota DPR Rp 1 miliar per bulan, jika ada penambahan 19 kursi, beban keuangan negara akan bertambah Rp 19 miliar per bulan atau Rp 228 miliar per tahun. (AGE)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Mei 2017, di halaman 2 dengan judul “Penambahan Kursi Anggota DPR Bukan Solusi”.

 http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/05/29/Penambahan-Kursi-Anggota-DPR-Bukan-Solusi