DPR Siap Menghadapi di Mahkamah Konstitusi
JAKARTA, KOMPAS — DPR dan pemerintah diminta tidak bermain api saat memutuskan ambang batas pencalonan presiden di Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu. Jika ambang batas dipertahankan meski angkanya diturunkan, ada pihak siap mengajukan uji materi.
Berdasarkan perkembangan hasil lobi antarfraksi di DPR serta pemerintah, opsi untuk mempertahankan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold menguat, tetapi angkanya diturunkan. Usulan itu muncul sebagai jalan tengah terhadap kebuntuan pembahasan lima isu krusial RUU Penyelenggaraan Pemilu.
Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu memutuskan mengambil keputusan terhadap lima isu krusial secara keseluruhan sebagai paket, bukan memutuskan satu per satu isu krusial tersebut. Selain syarat mengusung capres, ada pula isu ambang batas parlemen, sistem pemilu legislatif, alokasi kursi per daerah pemilihan, dan metode konversi suara ke kursi DPR.
Dengan mekanisme pengambilan keputusan secara paket, kelima isu itu otomatis saling berkaitan. Anggota Pansus RUU Pemilu dari Fraksi Partai Golkar, Rambe Kamarul Zaman, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/6), mengatakan, penentunya ada pada syarat usung capres. Jika isu ambang batas pencalonan presiden disepakati, kebuntuan di isu lainnya akan dengan mudah diurai. “Kalau sepakat soal batas angka di isu presidential threshold, isu lainnya aman,” katanya.
Terkait hal itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, menurunkan ambang batas pencalonan presiden hanya mengalihkan perhatian dari masalah utamanya, yakni keberadaan syarat mengusung capres di pemilu presiden yang tidak relevan dengan penyelenggaraan pemilu serentak.
Perludem dan beberapa kelompok pegiat kepemiluan lainnya telah menyiapkan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika DPR dan pemerintah tetap berkukuh memakai ambang batas pencalonan presiden. “Masalahnya bukan di besaran angka, melainkan keberadaan ambang batas itu. Bukan karena kami memperjuangkan kepentingan partai tertentu, melainkan kami pasti akan menggugat semua pasal yang bertentangan dengan konstitusi,” kata Titi.
Uji materi tidak hanya disiapkan pegiat kepemiluan, tetapi juga partai politik yang baru akan mengikuti ajang pemilu pada 2019. Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie mengungkapkan, pihaknya juga akan menyiapkan permohonan uji materi jika ketentuan presidential threshold masih ada.
Kompromi
Adapun saat ini berkembang lima opsi terkait ambang batas pencalonan presiden. Pertama, mempertahankan ambang batas di angka 20 persen perolehan kursi DPR atau 25 persen perolehan suara nasional, meniadakan ambang batas, menurunkan ambang batas di angka 10 persen perolehan suara nasional, 15 persen perolehan suara nasional, serta mengikuti ambang batas parlemen, yakni 4 atau 5 persen perolehan suara nasional.
Wakil Ketua Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan, DPR siap menghadapi gugatan uji materi di kemudian hari. Sebagai partai yang sebelumnya mendukung penghapusan ambang batas pencalonan presiden, ia yakin pasal mengenai ambang batas itu akan dibatalkan di MK.
Namun, ia mengatakan, kompromi tetap diperlukan karena pansus dikejar tenggat untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU Pemilu. “Itu konsekuensi yang tidak bisa dihindari,” kata Riza.
Saat ini, ujarnya, sebagian besar partai yang semula mendukung penghapusan ambang batas pencalonan presiden mulai bergeser mendukung penurunan ambang batas. Sesuai perkembangan lobi-lobi antarfraksi sejauh ini, angka ambang batas yang mengemuka sampai sebesar ambang batas parlemen atau 4-5 persen perolehan suara nasional. Hal itu agar memberi peluang yang sama besar untuk semua partai di DPR mengajukan calon.
Jika angka ambang batas pencalonan presiden ditetapkan sebesar 10-15 persen, ujarnya, tidak semua partai bisa mengajukan pasangan calon sendiri. Hanya partai-partai besar, seperti PDI-P, Golkar, Gerindra, dan Demokrat, yang bisa mencalonkan presiden dan wakil presiden.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membuka kesempatan bagi pansus untuk berkompromi dengan pemerintah. Menurut dia, pemerintah bisa mempertimbangkan usulan ambang batas yang hanya didasarkan pada perolehan suara nasional (yaitu sebesar 25 persen) dan tidak lagi mensyaratkan perolehan kursi sebesar 20 persen di DPR. Pemerintah melihat bahwa angka 25 persen perolehan suara belum tentu setara dengan 20 persen kursi di DPR.
(AGE/MHD)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Juni 2017, di halaman 2 dengan judul “Uji Materi Bayangi Syarat Usung Capres”.
http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/06/10/Uji-Materi-Bayangi-Syarat-Usung-Capres