Hasil Lobi Tentukan Cara Pengambilan Keputusan
JAKARTA, KOMPAS — Meski DPR dan pemerintah sepakat memakai musyawarah mufakat untuk menyelesaikan RUU Penyelenggaraan Pemilu, skenario voting di rapat paripurna tetap disiapkan. Pasalnya, beberapa partai yang bukan anggota koalisi pendukung pemerintah teguh pada pendiriannya.
Sejumlah alternatif paket isu krusial pun mulai disiapkan, baik oleh tiap-tiap fraksi di DPR maupun gabungan sejumlah fraksi. Jika mekanisme keputusan lewat musyawarah untuk mufakat tidak bisa ditempuh untuk memilih satu dari beberapa paket yang beredar itu, pengambilan keputusan melalui jalur voting tidak dapat dihindari.
Saat ini, koalisi partai pendukung pemerintah, yaitu PDI-P, Golkar, PKB, PPP, PAN, Nasdem, dan Hanura, mengusulkan paket dengan varian ambang batas pencalonan presiden 20 persen perolehan kursi DPR atau 25 persen perolehan suara nasional, sistem pemilu legislatif terbuka, alokasi kursi per dapil 3-10, metode konversi suara ke kursi Sainte Lague Murni (dengan mempertimbangkan Kuota Hare), dan ambang batas parlemen 4 persen.
Sementara itu, ada usulan lain dari Partai Gerindra dan PKS selaku partai nonpemerintah. Usulan itu adalah ambang batas pencalonan presiden 10-15 persen perolehan suara, sistem pemilu legislatif terbuka, alokasi kursi per dapil 3-10, metode konversi suara ke kursi Sainte Lague Murni, dan ambang batas parlemen 4 persen. Adapun Partai Demokrat mengusulkan yang serupa, tetapi dengan ambang batas pencalonan presiden sebesar 0 persen.
Anggota Panitia Khusus RUU Penyelenggaraan Pemilu dari Fraksi Partai Hanura, Rufinus Hutauruk, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (20/6), mengatakan, skenario pengambilan keputusan sangat tergantung pada hasil lobi selama sekitar tiga pekan ke depan. Khususnya, mengingat posisi sejumlah partai nonpemerintah yang masih berkukuh pada sikap awalnya, terkait isu ambang batas pencalonan presiden.
“Alternatif voting memang perlu dipersiapkan. Namun, itu nanti tergantung partai-partai dan pemerintah. Apakah pemerintah bersedia mengambil keputusan dengan tidak musyawarah mufakat,” kata Rufinus.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan pemerintah akan menarik diri dari pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu jika ambang batas pencalonan presiden diubah atau apabila pembahasan berujung kebuntuan (Kompas, 17/6).
Namun, Arif Wibowo, anggota Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu dari Fraksi PDI-P selaku partai utama pengusung pemerintah, mengatakan, skenario penarikan diri itu kecil kemungkinan dilakukan. Apalagi, koalisi partai pendukung pemerintah mulai satu suara dan solid.
“Saya yakin tidak akan kembali ke undang-undang yang lama, apalagi sampai perlu menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Sebab, semua masih menjaga semangat yang sama untuk mencari titik temu,” tuturnya.
Ia mengatakan, skenario pengambilan keputusan melalui voting tetap diantisipasi sebagai pilihan akhir. Berdasarkan hitungan di atas kertas, jika tujuh partai pemerintah solid dan seluruh anggota hadir di rapat paripurna, suara yang terkumpul adalah 386 anggota dari total 560 anggota DPR.
Dengan demikian, jika sampai dilakukan voting, menurut dia, besar kemungkinan ambang batas pencalonan presiden yang akan disahkan adalah sebesar 20 persen perolehan kursi atau 25 persen perolehan suara sah nasional. “Kalau bisa, voting menjadi pilihan terakhir. Namun, kalaupun voting, kami yakin tetap menang,” ujar Arif.
Kemarin, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengatakan, satu-satunya isu yang perlu diselesaikan adalah ambang batas pencalonan presiden. Atas isu itu, PAN, sebagai salah satu fraksi partai pendukung pemerintah menyatakan akan mengikuti kesepakatan yang diambil partai lainnya. Sikap PAN selama ini agak berbeda dari fraksi pendukung pemerintah lainnya. (AGE)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Juni 2017, di halaman 4 dengan judul “DPR Siapkan Voting”.
http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/06/21/DPR-Siapkan-Voting