JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu yang telah berlangsung selama sembilan bulan terakhir akan diputuskan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (20/7). Apabila pengambilan keputusan dilakukan dengan cara voting, persaingan antara kubu fraksi partai pendukung pemerintah dan fraksi nonpemerintah diprediksi akan ketat.
Keputusan atas lima isu krusial RUU Penyelenggaraan Pemilu itu akan menentukan peta jalan penyelenggaraan Pemilu 2019, yang untuk pertama kalinya akan diadakan serentak antara pemilu presiden dan pemilu legislatif.
Berdasarkan pantauan Kompas, lima fraksi koalisi partai pendukung pemerintah (PDI Perjuangan, Partai Golkar, Nasdem, Partai Persatuan Pembangunan, Hanura) telah satu suara mendukung opsi paket isu krusial yang diinginkan pemerintah, yaitu paket A.
Adapun Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, yang sebelumnya berbeda sikap dengan fraksi pemerintah lainnya, kini mulai membuka peluang untuk ikut mendukung paket A. Sampai pukul 22.00, Fraksi PKB masih melakukan konsolidasi terakhir bersama semua anggota untuk menentukan sikap. “Kami sangat membuka peluang untuk ikut mendukung paket A bersama fraksi pemerintah lainnya,” ujar Ketua Fraksi PKB Ida Fauziah saat dihubungi di sela-sela rapat.
Adapun paket A terdiri dari ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen perolehan kursi atau 25 persen perolehan suara nasional, ambang batas parlemen 4 persen perolehan suara nasional, jumlah kursi per daerah pemilihan 3-10 kursi, sistem pemilihan umum legislatif proporsional terbuka, dan metode konversi suara ke kursi Sainte Lague Murni.
Mengacu pada jumlah kursi setiap fraksi, jika semua anggota hadir di rapat paripurna, kekuatan suara koalisi fraksi pendukung pemerintah di DPR adalah 291 suara dari total 560 suara. Mereka berhadapan dengan tiga fraksi koalisi partai nonpemerintah (Gerindra, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera) dengan kekuatan 174 suara yang mendukung paket B.
Komposisi paket B menyerupai paket A, tetapi berbeda di dua isu krusial. Paket B mengusung peniadaan ambang batas presiden dan metode konversi suara ke kursi Kuota Hare yang selama ini berlaku.
Fraksi Partai Amanat Nasional dan PKB, yang merupakan partai pendukung pemerintah, tetap menjadi penentu. PAN memiliki 47 suara, sementara PKB 48 suara. Berbeda dengan PKB, PAN belum menentukan sikap. Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto mengatakan, PAN membuka peluang mendukung paket A, asalkan metode konversi suara ke kursi diubah ke Kuota Hare.
Jika tidak terpenuhi, PAN akan mengusung paketnya sendiri, dengan ambang batas presiden 0 persen atau 10 persen, yang berpotensi memecah suara saat voting. “Kami sudah sampaikan keinginan itu kepada Presiden, Menteri Dalam Negeri, dan PDI-P. Kami harap ada titik temu,” kata Yandri.
Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani yakin koalisi fraksi pendukung pemerintah pada akhirnya akan solid. “Lima fraksi pendukung pemerintah semestinya sudah tidak ada masalah, sudah sepaham. PKB juga sudah ada kecenderungan untuk sepaham. Tinggal PAN yang perlu didekati lagi,” tuturnya.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengingatkan agar aturan pemilu sebaiknya dibuat sederhana. Mengenai ambang batas pencalonan presiden, lebih baik mengacu pada ketentuan sebelumnya. “Saya ingin ke depan semakin sederhana (aturannya). Tetap kami tahu, jangan sampai ada partai yang dirugikan. Tetapi itu wilayahnya DPR, ya,” kata Presiden.
Lobi anggota
Keputusan di rapat paripurna tidak semata-mata terletak di tangan para pemimpin fraksi, tetapi juga setiap anggota fraksi di DPR selaku pemegang hak suara. Bendahara Fraksi PDI-P Alex Indra Lukman menuturkan, lobi-lobi tak hanya berlangsung di tingkat elite, tetapi juga anggota.
Oleh sebab itu, kemarin, Fraksi PDI-P, sebagaimana sejumlah fraksi lainnya, mengadakan rapat pleno fraksi untuk mengonsolidasikan sikap semua anggota terkait voting. Dalam rapat itu, semua anggota kembali diinstruksikan agar hadir di rapat paripurna tepat waktu. Sikap anggota juga kembali dipastikan tidak bergeser dari sikap fraksi.
Keputusan tentang mekanisme voting, apakah secara terbuka atau tertutup, pun menjadi penentu. Dengan voting terbuka, anggota diharuskan berdiri atau mengangkat tangan, pimpinan fraksi bisa memastikan sikap anggotanya selaras dengan sikap partai. Namun, jika voting dilakukan secara tertutup lewat kertas, anggota dapat memilih opsi paket lain tanpa diketahui pimpinan fraksinya.
Benny K Harman dari Fraksi Partai Demokrat mengatakan, pengambilan keputusan sebaiknya dilakukan dengan voting tertutup.
Sebaliknya, Wakil Ketua Fraksi PDI-P Arif Wibowo mengatakan, voting tertutup akan berbahaya karena berpotensi berlangsung liar. (AGE/APA/NDY)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Juli 2017, di halaman 1 dengan judul “Pertarungan Diprediksi Ketat”. http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/07/20/Pertarungan-Diprediksi-Ketat