August 8, 2024

UU Pemilu Diminta Segera Diundangkan

JAKARTA, KOMPAS — DPR telah mengirimkan berkas Undang-Undang Pemilu kepada pemerintah. Presiden Joko Widodo diharapkan segera menandatangani undang-undang itu sebagai bentuk pengesahan dan pemerintah melanjutkannya dengan proses pengundangan.

Mantan Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu DPR Yandri Susanto, di Jakarta, Kamis (27/7), mengatakan, penting bagi pemerintah segera mengundangkannya karena UU itu dinanti penyelenggara pemilu. Penyelenggara pemilu menanti UU itu sebagai acuan dalam penyusunan peraturan pelaksana undang-undang dan anggaran untuk Pemilu 2019. Apalagi, tahapan Pemilu 2019 sudah di depan mata. Tahapan pemilu sesuai amanah undang-undang dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara, April 2019, sehingga jatuh pada Agustus 2017.

“Selain itu, penting bagi pemerintah segera mengundangkannya karena sejumlah materi di UU Pemilu itu mau diajukan ke MK (Mahkamah Konstitusi) untuk uji materi. Jika pemerintah tidak segera, proses uji materi di MK bisa berlangsung lama dan berpotensi mengganggu tahapan Pemilu 2019,” paparnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal meminta Presiden Joko Widodo mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengubah regulasi pemilihan kepala daerah langsung di Papua. Pemerintah Provinsi Papua menilai hajatan tersebut belum dapat dilaksanakan di Papua karena rawan konflik dan biayanya sangat tinggi.

Dalam seminar bertema “Evaluasi Pilkada Tahun 2017 dalam Rangka Menyongsong Pelaksanaan Pilkada Serentak Gelombang III Tahun 2018” yang digelar Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan di Jayapura, Papua, kemarin, Klemen mengatakan, pelaksanaan pilkada langsung seharusnya diikuti warga Papua dengan sukacita. Faktanya, banyak korban jiwa yang berjatuhan akibat pilkada dan menyedot banyak biaya dari APBD.

“Pelaksanaan pilkada langsung di Papua sudah memakan korban jiwa sekitar 50 orang. Fakta ini menunjukkan ada yang salah dengan pelaksanaan pilkada langsung di Papua. Iklim demokrasi di sini belum sama jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia,” kata Klemen.

Ia berpendapat, seharusnya Papua dengan kebijakan otonomi khusus bisa melaksanakan kebijakan untuk menetapkan kepala daerah sama seperti Daerah Istimewa Yogyakarta. “Dengan adanya perppu dari Presiden Joko Widodo, pemilihan kepala daerah untuk sementara bisa melalui lembaga legislatif. Hal ini untuk menghemat pengeluaran pemerintah daerah dan mengeliminasi konflik pilkada di Papua,” tutur Klemen.

Sekretaris Komisi Pemilihan Umum Papua Izak Hindom mengakui biaya pelaksanaan pilkada langsung di Papua sangat tinggi. Pilkada serentak pada 2015 dan 2017 telah menghabiskan anggaran hingga Rp 1,3 triliun. “Dana tersebut meliputi anggaran pilkada serentak pada 2015 sebesar Rp 500 miliar dan pilkada serentak 2017 senilai Rp 800 miliar,” katanya.

Namun, menurut peneliti Centre for Strategic and International Studies, J Kristiadi, regulasi untuk mengubah pilkada serentak menjadi pilkada melalui DPRD bukan jaminan meningkatkan kualitas demokrasi di Papua.

“Selama ini ada sekelompok orang yang diistilahkan sebagai peternak kekuasaan yang meliputi birokrasi dan legislatif. Pihak inilah yang mengontrol proses pemilihan kepala daerah agar calon yang terpilih sesuai keinginan mereka,” katanya. (APA/FLO)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Juli 2017, di halaman 2 dengan judul “UU Pemilu Diminta Segera Diundangkan”.

http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/07/28/UU-Pemilu-Diminta-Segera-Diundangkan