JAKARTA, KOMPAS — Masih belum diundangkannya Rancangan Undang-Undang Pemilu di tengah kian dekatnya tahapan penyelenggaraan Pemilu 2019 dikhawatirkan semakin menyulitkan Komisi Pemilihan Umum. Apalagi, pada saat bersamaan, penyelenggara pemilu juga harus menghadapi redesain organisasi KPU di daerah sekaligus menyiapkan pilkada serentak 2018.
RUU Pemilu sudah disetujui pemerintah dan DPR menjadi undang-undang pada 21 Juli 2017. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, presiden memiliki waktu 30 hari untuk menandatangani dan mengundangkannya sejak disetujui bersama DPR dan pemerintah.
Hingga Jumat (4/8), RUU Pemilu belum diundangkan. Pada 3 Agustus 2017, Kementerian Dalam Negeri mengirimkan surat nomor 170/2862/Polpum kepada Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu DPR terkait permohonan koreksi atas lampiran RUU Pemilu.
Komisioner KPU 2012-2017, Hadar Nafis Gumay, dalam diskusi di Jakarta menyayangkan masih belum diundangkannya RUU Pemilu. Ketidaktelitian dalam perumusan dan lampiran itu juga dikhawatirkan membuat proses pengundangannya lebih lama. “Waktu semakin mepet, tetapi belum ada pengundangan UU Pemilu yang baru. Ini terkait kesiapan penyelenggara kita untuk pelaksanaan pemilu,” kata Hadar.
Menurut dia, pengundangan RUU Pemilu menjadi sangat penting karena tanpa landasan hukum yang kokoh akan sangat mudah dipelintir oleh pihak tertentu yang tidak puas dengan hasil pemilu, lalu mengganggu legitimasi pemilu. Pemerintah memang memiliki waktu hingga 21 Agustus. Namun, Hadar mengingatkan bahwa tahapan Pemilu 2019 harus dimulai 20 bulan sebelum pemungutan suara pada April 2019. Ini berarti tahapan harus dimulai pada Agustus 2017.
Kepastian hukum
KPU juga masih harus menyusun peraturan KPU yang perlu dibahas bersama dengan DPR dan pemerintah. Waktu akan sangat mendesak bagi KPU periode 2017-2022. Dia membandingkan saat anggota KPU 2012-2017 dilantik pada bulan yang sama UU Pemilu Legislatif disahkan sehingga ada waktu sekitar empat bulan bagi KPU untuk mempersiapkan aturan turunan.
Direktur Komite Pemantau Legislatif Indonesia Syamsuddin Alimsyah serta Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Agustyati menekankan pentingnya pengundangan UU Pemilu dalam waktu cepat demi kepastian hukum. Selain itu, hal tersebut penting untuk memberi waktu bagi penyelenggara pemilu jika ada putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah ketentuan dalam UU Pemilu.
Sejumlah partai dan pegiat pemilu memang berniat menguji konstitusionalitas sejumlah pasal dalam UU Pemilu.
Viryan Aziz, komisioner KPU, mengatakan, tantangan yang dihadapi KPU memang kompleks karena harus menyiapkan pilkada serentak 2018 serta Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019 secara paralel. Selain itu, KPU juga harus menghadapi redesain organisasi KPU di daerah. UU Pemilu mengubah KPU kabupaten/kota yang semula memiliki lima komisioner kini bervariasi menjadi 3-5 komisioner, tergantung jumlah penduduk dan luas wilayah. (GAL)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Agustus 2017, di halaman 2 dengan judul “Persiapan Berpotensi Terganggu”.
http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/08/05/Persiapan-Berpotensi-Terganggu