August 8, 2024

Bawaslu Antisipasi Politik Identitas

PADANG, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu memprediksi pelanggaran kampanye dalam pemilihan kepala daerah serentak tahun 2018 akan didominasi politik identitas, terutama lewat media sosial. Untuk mengantisipasi hal itu, mereka mulai menjajaki kerja sama dengan penyelenggara media sosial, seperti Facebook dan Google, serta kementerian terkait.

Berbeda dengan politik uang yang mahal, politik identitas jauh lebih murah dan daya jangkaunya lebih luas. Namun, dampak negatif yang ditimbulkan juga sangat besar dan panjang karena politik identitas meninggalkan luka psikologis yang belum tentu sembuh meski pilkada telah berakhir.

Komisioner Bawaslu, Fritz Edward Siregar, menyampaikan hal itu seusai meninjau ujian calon anggota Bawaslu Sumatera Barat di Padang, Rabu (9/8) siang.

“Politik identitas adalah politik untuk tidak memilih orang yang tidak satu suku, satu agama, atau satu kelompok. Dibandingkan dengan politik uang, politik identitas akan lebih mungkin banyak terjadi pada pilkada mendatang,” kata Fritz.

Fritz menambahkan, ketika politik identitas sudah masuk ranah media sosial, hal itu akan semakin berbahaya. Apalagi dengan perkembangan media sosial dan semakin mudahnya masyarakat mengakses internet, politik identitas akan semakin berpeluang terjadi.

Untuk mengantisipasi hal itu, kata Fritz, harus ada kerja tim. Tidak hanya menjadi kerja Bawaslu, tetapi juga pihak terkait seperti Komisi Penyiaran Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta pengelola media sosial.

Fritz mengatakan, pihaknya sudah bertemu dengan manajemen Google. Meski demikian, dia belum bisa memberikan gambaran detail tentang bentuk kerja sama mereka. Google dan Facebook digandeng karena memiliki kebijakan atau fitur khusus yang bisa digunakan untuk mengawasi, menyaring, sekaligus menghilangkan konten-konten yang mengarah ke politik identitas.

Sistem pemilu

Direktur Pusat Kajian Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Padang, Fery Amsari mengatakan, pendekatan publik untuk mencerdaskan masyarakat harus dilakukan semua pihak, terutama para penyelenggara pemilu. “Namun, upaya itu juga harus didukung sistem pemilu yang baik sehingga orang-orang yang tidak bertanggung jawab tidak dapat menjadikan politik identitas sebagai alat mengganggu stabilitas bernegara,” ujar Fery.

Fery mengingatkan penyelenggara pemilu agar berhati-hati dengan sistem pemilu yang baru karena berpotensi menimbulkan friksi baru. “Undang-Undang Pemilu cukup tegas memberikan sanksi yang serius kepada pelaku. Penyelenggara juga wajib menegakkan aturan yang dapat menimbulkan friksi di masyarakat. Kami berharap kekecewaan karena penanganan hukum yang hambar pada pemilu lalu tidak terulangi,” katanya. (ZAK)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Agustus 2017, di halaman 2 dengan judul “Bawaslu Antisipasi Politik Identitas”.

http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/08/10/Bawaslu-Antisipasi-Politik-Identitas