KPU Simulasikan Pemungutan dan Penghitungan Suara
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah tempat pemungutan suara pada Pemilu 2019 diperkirakan akan membengkak dibandingkan dengan Pemilu 2014. Hal ini akan berimplikasi pada penambahan anggaran untuk pembuatan TPS, logistik, dan honorarium penyelenggara pemungutan suara.
Rencana penambahan jumlah TPS ini muncul saat rapat dengar pendapat antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi II DPR, pemerintah, dan Badan Pengawas Pemilu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/8). Saat membahas draf Peraturan KPU mengenai Tahapan, Program, dan Jadwal, KPU juga memaparkan hasil simulasi pemungutan dan penghitungan suara yang dilakukan sepekan sebelumnya.
Dari simulasi dengan asumsi di satu TPS terdapat hampir 500 pemilih, KPU mendapat prakiraan waktu penghitungan suara baru selesai pukul 04.00 keesokan harinya. Hal ini disebabkan adanya penambahan kotak suara menjadi lima kotak akibat penggabungan pemilu legislatif dan pemilu presiden. KPU mengusulkan dua solusi, yakni memperkecil jumlah pemilih di setiap TPS dan memperbanyak bilik suara di setiap TPS.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, KPU sudah membuat beberapa skenario jumlah pemilih dalam satu TPS, yaitu sebanyak 350 orang, 400 orang, hingga 500 orang. Namun, jika ingin mengurangi durasi penghitungan suara hingga separuhnya, satu TPS sebaiknya hanya terdiri atas 250 hingga 300 pemilih. “Jika mau mengambil jumlah itu, kami akan menghitung ulang konsekuensi biayanya,” katanya.
Logistik
Menurut Arief, penurunan jumlah pemilih di satu TPS akan berdampak pada biaya logistik, seperti pengadaan bilik suara dan kotak suara serta honorarium penyelenggara pemilihan. Jika jumlah pemilih diturunkan dari 500 menjadi 250 orang per TPS, diperkirakan penghitungan suara bisa selesai pukul 22.00 pada hari yang sama dengan pemungutan suara.
Sebagai perbandingan, pada Pemilu Legislatif 2014, terdapat 544.494 TPS, sedangkan pada pemilu presiden ada 478.829 TPS. Sesuai peraturan KPU saat itu, jumlah pemilih per TPS pada pemilu legislatif sebanyak 500 orang, sedangkan pada pemilu presiden dibatasi maksimal 800 orang per TPS.
Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy mendukung rencana pengurangan jumlah pemilih di TPS. Sebab, penghitungan suara harus diupayakan selesai lebih cepat di hari yang sama. “Langkah progresif kalau ada inisiatif menambah bilik suara dan menambah jumlah TPS. Implikasi biaya, apa boleh buat,” katanya.
Dalam rapat dengar pendapat yang sama, usulan Bawaslu terkait perubahan masa kedaluwarsa pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif diterima. Semula, penanganan pelanggaran dibatasi hingga 60 hari sebelum hari pemungutan suara. Kini, pelaporan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif dilakukan sejak ditetapkannya pasangan calon sampai hari pemungutan suara. (GAL)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Agustus 2017, di halaman 4 dengan judul “Jumlah TPS di Pemilu 2019 Bisa Membengkak”.
http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/08/25/Jumlah-TPS-di-Pemilu-2019-Bisa-Membengkak