November 28, 2024

DPR Kembali Usulkan Dana

Syarat yang Diajukan KPK Diabaikan

JAKARTA, KOMPAS — Setelah pemerintah setuju menaikkan besar bantuan keuangan untuk partai politik dari Rp 108 menjadi Rp 1.000 untuk setiap suara yang diperoleh pada pemilu legislatif, Dewan Perwakilan Rakyat kembali mengusulkan adanya dana rutin untuk partai politik.

“Dana itu baru diusulkan DPR. Saya belum tahu seperti apa bentuknya dana rutin itu,” kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Senin (28/8), di Jakarta.

Namun, Tjahjo memastikan, dana rutin itu berbeda dengan dana bantuan keuangan untuk partai politik yang kini disebut dana bantuan prestasi. Dia belum tahu penggunaan dana rutin itu.

Keputusan pemerintah menaikkan dana bantuan prestasi yang akan dilakukan dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik ini sesuai dengan rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menyampaikan, pihaknya mendorong kenaikan dana parpol karena memang dibutuhkan untuk mengurangi risiko perilaku koruptif dari para pejabat hingga kader parpol. Namun, penambahan tersebut dengan sejumlah syarat yang harus dipenuhi.

“Jika tidak dilakukan, sama saja dengan pemborosan anggaran,” kata Pahala.

Syarat yang diajukan KPK adalah nilai bantuan harus disesuaikan dengan iuran anggota, ada kode etik dan mahkamah etik di internal parpol, serta perekrutan kader parpol mesti dilakukan terbuka dan transparan.

Syamsuddin Haris dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menegaskan, syarat yang diajukan KPK sudah melalui kajian. “Syarat itu mesti masuk, bukan hanya dalam PP, tetapi juga dalam undang-undangnya. Kalau tidak masuk, partai tak layak dapat kenaikan dana,” ujarnya.

Tanpa dimasukkannya syarat dari KPK, ada kekhawatiran bahwa dana bantuan itu akan disalahgunakan oleh partai.

Namun, syarat yang diajukan KPK dalam kebijakan ini ditengarai tidak seluruhnya dipenuhi dalam revisi PP No 5/2009.

Korupsi

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar TB Ace Hasan Syadzily menambahkan, mahkamah etik partai tidak perlu dimasukkan lagi dalam PP karena hal itu sudah diatur khusus dalam UU Partai Politik.

Tjahjo mengatakan, poin yang diusulkan KPK itu seharusnya ada dalam UU Partai Politik dan bukan di revisi PP No 15/2009.

Menurut Tjahjo, dana bantuan partai politik tidak secara otomatis menghilangkan praktik koruptif yang ada dalam sistem politik. “Korupsi tergantung individu. Partai tak pernah salah. DPR tak pernah salah. Orang-orangnya yang salah. Kalau sanksi pada oknumnya, bukan pada lembaganya,” katanya.

Tjahjo menambahkan, dana bantuan prestasi menjadi kewajiban negara karena parpol masih perlu diberdayakan melalui bantuan pemerintah. Negara lain juga hingga kini masih memberikan dana bantuan bagi partai politik.(IAN/MHD)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 Agustus 2017, di halaman 2 dengan judul “DPR Kembali Usulkan Dana”.

http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/08/29/DPR-Kembali-Usulkan-Dana