JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu memiliki kewenangan lebih besar dalam menangani pelanggaran administrasi pemilihan umum sehingga perlu memperkuat sumber daya agar bisa memaksimalkan kewenangan itu. Namun, kewenangan itu harus dikeluarkan secara hati-hati dan selektif, terutama terkait dengan putusan mendiskualifikasi pasangan calon.
Kewenangan Bawaslu yang semula berupa rekomendasi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) atas penyelesaian pelanggaran administrasi, dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diperkuat, yakni memutus pelanggaran. Pasal 461 Ayat (1) UU No 7/2017 menyebutkan Bawaslu, Bawaslu provinsi, dan Bawaslu kabupaten/kota menerima, memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administratif pemilu.
Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi dalam diskusi di Jakarta, Rabu (4/10), mengatakan, kewenangan Bawaslu dalam pelanggaran administrasi pemilu menjadi sangat berbeda dengan terbitnya aturan itu. Saat ini Bawaslu bisa membuat putusan terkait dugaan pelanggaran administrasi pemilu yang wajib dijalankan KPU.
“Dalam proses ini Bawaslu harus hati-hati dan selektif, terutama terkait dengan diskualifikasi. Kalau tidak, bisa jadi persoalan. Misalnya, terkait politik uang terstruktur, sistematis, masif,” kata Veri.
Donal Fariz, peneliti Indonesia Corruption Watch, menambahkan, saat ini “bola” penanganan pelanggaran administrasi pemilu berada di Bawaslu. Maka, jika ada penanganan pelanggaran tidak tuntas, termasuk politik uang terstruktur, sistematis, masif, publik bisa menagih ke Bawaslu. Dia berharap Bawaslu bisa memperkuat kapasitas kelembagaan untuk bisa menyesuaikan diri dengan peningkatan kewenangan tersebut.
Menanggapi hal itu, anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, mengatakan, Bawaslu sedang mencocokkan peraturan Bawaslu dengan perubahan-perubahan kewenangan yang diberikan melalui UU No 7/2017. Selain itu, dia menambahkan, Bawaslu juga sedang menjajaki kerja sama dengan institusi lain, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Ketua KPU Arief Budiman, jika Bawaslu mengeluarkan putusan pelanggaran administrasi pemilu, KPU tidak boleh memberi tafsir. KPU tinggal menjalankan putusan tersebut. Jika Bawaslu mengeluarkan rekomendasi, kata Arief, KPU harus membuat kajian terlebih dahulu atas rekomendasi tersebut.
“Dua hal yang dimungkinkan dikeluarkan Bawaslu, berupa rekomendasi atau putusan. Dengan UU No 7/2017, Bawaslu berwenang memutus pelanggaran administrasi, lebih baik jika Bawaslu mengeluarkan putusan supaya KPU tak repot,” katanya. (GAL)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Oktober 2017, di halaman 4 dengan judul “Bawaslu Perlu Lebih Selektif”.
http://print.kompas.com/baca/polhuk/politik/2017/10/05/Bawaslu-Perlu-Lebih-Selektif