Penangkapan anggota KPU dan Panwaslu  Garut harus menjadi momentum KPU untuk menegakkan integritas.  Semua pihak yang terlibat harus ditelusuri.

JAKARTA, KOMPAS – Penangkapan anggota KPU Garut, Ade Sudrajat, dan Ketua Panwaslu Garut Heri Hasan Basri menjadi momentum bagi penyelenggara pemilu untuk bersih-bersih. Ini penting agar integritas penyelenggara ataupun penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan pemilu terjaga.

Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, mengakui, penangkapan Ade dan Heri akan merusak citra lembaga dan penyelenggaraan pilkada secara keseluruhan.

”Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang berusaha keras melaksanakan verifikasi di lapangan ternoda dengan hal seperti itu. Tentu hal ini tidak bagus bagi moral individu dan organisasi di bawah secara keseluruhan,” kata Wahyu, Senin (26/2).

Sabtu, Satuan Tugas Anti Politik Uang Polri dibantu Kepolisian Daerah Jawa Barat menangkap Ade, Heri, dan Didin Wahyudin yang merupakan anggota tim pemenangan pasangan bakal calon Soni Sondani-Usep Nurdin dari jalur perseorangan. Ade dan Heri diduga menerima suap dari Didin terkait penetapan pasangan calon peserta Pilkada Garut.

Barang bukti yang disita dalam kasus ini ialah satu mobil Daihatsu Sigra yang diberikan untuk Ade dan bukti transfer Rp 10 juta tertanggal 18 Februari kepada Heri.

Aliran dana

Kepala Polda Jabar Inspektur Jenderal Agung Budi Maryoto mengatakan, penyelidikan kasus itu tidak akan berhenti pada tiga orang tersebut yang telah ditetapkan sebagai tersangka. ”Aliran suap akan ditelusuri, termasuk kemungkinan pada empat anggota KPU Garut lain, anggota Panwaslu, PPK, dan Panitia Pemungutan Suara,” kata Agung.

Direktur Reserse Kriminal Umum di Polda Jabar Komisaris Besar Umar Surya Fana mengatakan, pihaknya sudah melayangkan surat panggilan terhadap pasangan calon Soni Sondani-Usep Nurdin untuk pemeriksaan. Mereka diperiksa masih sebagai saksi.

”Dari pengakuan Didin, para komisioner KPU Garut dan semua anggota Panwaslu Garut diiming-imingi masing-masing Rp 150 juta jika mereka meluluskan Soni-Usep,” katanya.

Soal tawaran itu dibenarkan Ketua KPU Jabar Yayat Hidayat yang telah mendengar pengakuan empat komisioner KPU Garut lain. Menurut Yayat, Didin memang mendatangi anggota KPU Garut satu per satu dan menawarkan uang agar meloloskan Soni–Usep dalam proses verifikasi calon kepala daerah.

”Ketua KPU ditawari mobil dan uang, sedangkan anggota KPU dijanjikan sejumlah uang. Namun, empat komisioner menolak. Itu sebabnya dalam rapat pleno penetapan calon tanggal 12 Februari, bakal pasangan calon Soni–Usep tidak lolos karena memang berkas dukungan yang diajukan tidak memenuhi syarat,” ucap Yayat.

Usep Nurdin membenarkan bahwa Didin adalah anggota tim pemenangannya. Didin bertugas sebagai koordinator untuk mengurus berkas pendaftaran. Namun, Usep mengatakan tidak pernah meminta Didin menyuap anggota KPU Garut ataupun anggota Panwaslu Garut.

”Untuk apa menyuap, dana kami terbatas. Mungkin suap itu inisiatif Didin,” kata Usep.

Berbenah

Mantan anggota KPU, Hadar Gumay, mengatakan, kasus itu harus menjadi momentum perbaikan penyelenggara pemilu. ”KPU dan Bawaslu perlu benar-benar berbenah diri,” kata Hadar.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pun menaruh perhatian khusus pada kasus Garut. Ida Budhiati, anggota DKPP, saat ditemui di kantornya, mengatakan, pihaknya mengapresiasi kerja Satgas Anti Politik Uang Polri yang berhasil mengungkap kasus tersebut.

Menurut Ida, etika dan profesionalitas penyelenggara pemilu memang harus mendapat perhatian khusus. Hasil persidangan etik yang dilaksanakan DKPP selama satu tahun terakhir menunjukkan pelanggaran kode etik berada pada persentase yang paling besar.

Data DKPP selama periode 12 Juni 2017-22 Februari 2018 menunjukkan, penyelenggara pemilu yang terbukti melanggar kode etik mencapai 49,5 persen dari 76 perkara yang disidangkan.

Dari angka tersebut terdapat 37 orang yang diberi peringatan keras, diberhentikan sementara sebanyak tiga orang, dan berhenti tetap sebanyak 11 orang, serta diberhentikan dari jabatan ketua sebanyak tiga orang.

(MHD/SEM/ITA)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 27 Februari 2018 di halaman 2 dengan judul “Kasus Garut Jadi Momentum Berbenah”. https://kompas.id/baca/polhuk/2018/02/27/kasus-garut-jadi-momentum-berbenah/