September 13, 2024

Akomodasi Eks Napi Korupsi Kembali Terjadi

JAKARTA, KOMPAS – Putusan pengawas pemilu di daerah yang memenangkan bakal calon anggota legislatif bekas napi kasus korupsi kembali muncul. Hal ini dikhawatirkan akan makin ”menggelindingkan” efek bola salju putusan pengawas yang mengakomodasi masuknya bekas napi kasus korupsi dalam kontestasi Pemilu 2019, sekaligus menimbulkan kekacauan penyelenggaraan pemilu.

Putusan sengketa terbaru terkait pencalonan bekas napi kasus korupsi pada Pemilu 2019 muncul di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Sebelumnya sudah ada tiga pengawas pemilu yang juga mengeluarkan putusan serupa, yakni di Provinsi Aceh dan Provinsi Sulawesi Utara untuk pencalonan anggota DPD serta di Toraja Utara (Sulawesi Selatan) terkait pencalonan anggota DPRD. Sementara sejumlah daerah juga masih menjalani sengketa dengan perkara serupa, seperti di Provinsi Jawa Tengah, DKI Jakarta, Kabupaten Pandeglang (Banten), dan Kabupaten Blora (Jateng).

Bawaslu Rembang, Rabu (29/8/2018), memutus permohonan sengketa yang diajukan Ketua DPC Partai Hanura Rembang Nur Hasan dan Sekretaris DPC Partai Hanura Rembang Dumadiyono untuk bacaleg DPRD Rembang atas nama Nur Hasan. KPU Rembang menyatakan Nur Hasan tidak memenuhi syarat karena merupakan bekas napi kasus korupsi. Putusan ini dikeluarkan dengan mengacu pada Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD.

”Pemohon dimenangkan oleh Bawaslu. Kami sudah minta KPU Rembang melapor ke KPU provinsi untuk kemudian kami teruskan ke KPU pusat. Laporan sedang disusun,” kata Ketua KPU Jawa Tengah Joko Purnomo saat dihubungi dari Jakarta.

Dalam salinan putusan yang diterima Kompas, majelis adjudikasi Bawaslu Rembang membatalkan berita acara KPU Rembang tentang Verifikasi Kelengkapan dan Keabsahan Terhadap Dokumen Perbaikan Pengajuan Bakal Calon Anggota DPRD Kabupaten Rembang pada Pemilu 2019. Bawaslu juga menyatakan semua persyaratan bakal calon atas nama M Nur Hasan memenuhi syarat sehingga dimasukkan dalam daftar calon sementara Pemilu 2019. KPU Rembang diperintahkan untuk menjalankan putusan itu paling lambat tiga hari kerja sejak dibacakan.

Hampir serupa dengan pertimbangan di tiga putusan pengawas di tiga daerah sebelumnya, Bawaslu Rembang juga menyatakan penolakan KPU terhadap eks narapidana untuk menjadi bacaleg tak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, dalam pertimbangan juga terlihat bahwa majelis adjudikasi mengesampingkan PKPU No 20/2018. Bawaslu Rembang mempertimbangkan lima peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi, yakni UUD 1945, KUHP, UU No 7/2017 tentang Pemilu, serta dua putusan Mahkamah Konstitusi.

Sudah diduga

Anggota KPU, Wahyu Setiawan, menuturkan, putusan semacam itu sudah bisa diduga sebelumnya bahwa akan semakin bergulir dan membesar seperti efek bola salju. Dia mengaku sikap KPU tidak berubah, yakni tetap mengacu pada PKPU No 20/2018 dan PKPU No 14/2018 tentang Pencalonan Anggota DPD. Dua PKPU itu melarang pencalonan bekas napi kasus korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak.

”Kami akan berkirim surat lagi ke Bawaslu agar putusan itu dikoreksi karena hal itu tidak sesuai PKPU. Sementara KPU bekerja sesuai PKPU,” kata Wahyu.

Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar, menuturkan, Bawaslu di daerah saat melaksanakan sidang sengketa pencalonan sedang menjalankan fungsi adjudikasi atau fungsi peradilan. Kendati punya pendapat, menjadi kewenangan Bawaslu setempat untuk mengamati dan memeriksa fakta-fakta yang muncul di persidangan.

Putusan Bawaslu yang mengakomodasi bacaleg bekas napi korupsi ini, menurut peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil, mengindikasikan gejala yang tidak baik bagi penyelenggaraan pemilu. Jika pengawas di semua daerah mengabulkan permohonan sengketa bacaleg bekas napi korupsi, ada pembangkangan perundang-undangan (PKPU yang melarang pencalonan eks napi korupsi). Hal ini akan berdampak buruk pada tahapan pemilu lainnya. Sebab, pengawas pemilu dalam menjalankan tugasnya harus pula berpedoman pada PKPU.

”Pertemuan KPU, Bawaslu, dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) harus segera dilakukan. Di pertemuan itu, setiap lembaga tidak boleh mengedepankan ego kelembagaan. Namun, bagaimana membangun kepercayaan terhadap ketentuan hukum pemilu,” kata Fadli. (ANTONY LEE)

Dikliping dari https://kompas.id/baca/utama/2018/08/30/akomodasi-eks-napi-korupsi-kembali-terjadi/