August 8, 2024

Ambil Langkah Progresif Atasi Kasus Orient

Hingga Rabu (24/2/2021) atau dua hari menjelang jadwal pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, belum ada kepastian pelantikan dari Kementerian Dalam Negeri.

Status kewarganegaraan Bupati Sabu Raijua terpilih Orient P Riwu Kore pun masih mengambang. Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemilihan Umum perlu mengambil langkah progresif menegakkan prinsip kepastian hukum.

Seperti diketahui, Orient terpilih sebagai Bupati Sabu Raijua pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 9 Desember 2020. Orient yang berpasangan dengan Thobias Uly mendapat suara 48,3 persen, unggul atas dua rivalnya. Namun, belakangan diketahui bahwa ia berkewarganegaraan Amerika Serikat (AS) dari keterangan Kedutaan Besar (Kedubes) AS.

Atas temuan tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak melantik Orient sebagai bupati yang dijadwalkan berlangsung pada Jumat (26/2/2021). Namun, Kemendagri masih menunggu penjelasan status kewarganegaraan Orient dari Kementerian Hukum dan HAM sebelum mengambil sikap atas kasus tersebut.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati dihubungi dari Jakarta, Rabu, mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu mengambil langkah yang lebih progresif dengan membatalkan pencalonan Orient. Apalagi ada surat keterangan dari Kedubes AS yang menyatakan bahwa Orient merupakan warga negara AS sehingga pencalonannya di Pilkada Sabu Raijua seharusnya batal demi hukum.

”Sekarang memang belum ada aturan hukumnya di undang-undang, tetapi KPU bisa mengambil jalan untuk lebih progresif di kasus ini. Surat dari Bawaslu sudah bisa menjadi pegangan untuk membawa kasus ini ke rapat pleno. Termasuk dari Kemendagri untuk tidak melantik yang bersangkutan,” ujarnya.

Menurut dia, institusi-institusi yang terlibat jangan saling lempar tanggung jawab agar kepala/wakil kepala daerah untuk Sabu Raijua bisa segera diputuskan. Meskipun KPU merasa sudah bekerja dan Kemendagri merasa data kependudukannya terkait Orient valid, tetapi ada bukti yang cukup kuat dari Kedubes AS yang menunjukkan status kewarganegaraan Orient.

”Apalagi ada pengakuan dari yang bersangkutan. Ini seharusnya menjadi dasar pengambilan keputusan,” tutur Khoirunnisa.

Orient beberapa waktu lalu mengaku memiliki paspor AS. Pengurusan pencabutan status kewarganegaraan AS itu diprosesnya saat hendak mengikuti Pilkada Sabu Raijua.

”Betul saya memiliki paspor WNA Amerika Serikat. Tetapi, saat hendak mengikuti suksesi calon bupati di Sabu Raijua, saya sudah memproses status kewarganegaraan asing itu. Jadi, sedang berproses. Juga ada aturan di AS bahwa jika seorang warga AS sudah menjadi figur publik di luar negeri, status kewarganegaraannya akan hilang dengan sendirinya,” kata Orient.

Jika keputusan tidak segera diambil, Khoirunnisa mengingatkan, pemerintah tidak bisa memberikan kepastian hukum kepada masyarakat Sabu Raijua. Pemilih yang memberikan suara kepada Orient-Thobias pun menjadi dirugikan karena sudah memilih orang yang seharusnya tidak mencalonkan diri.

Kasus tersebut, lanjut Khorunnisa, sekaligus diharapkan menjadi pembelajaran untuk perbaikan sistem koordinasi data kependudukan yang belum berjalan baik. Sebab, sebelumnya pernah terjadi kasus serupa yang menyeret mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar.

”Ternyata setelah kasus itu belum ada pembenahan, maka perlu ada sistem kontrol yang lebih ketat lagi,” katanya.

Anggota KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengatakan, KPU tidak bisa membawa hal tersebut ke rapat pleno karena seluruh tahapan sudah tuntas dilaksanakan. Terkait status kewarganegaraan yang baru terungkap, hal itu menjadi ranah Kemenkumham dan tindak lanjut untuk pelantikan berada di ranah Kemendagri.

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik saat dihubungi Kompas terkait kepastian pelantikan Orient enggan menjawab. Begitu pula Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Cahyo Rahadian Muzhar kembali tidak merespons pertanyaan mengenai status kewarganegaraan Orient.

Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Trisakti Jakarta, Radian Syam, menilai, secara prinsip Indonesia tidak menganut dwikewarganegaraan. Ketika Orient memiliki kewarganegaraan AS dan mengakuinya, secara otomatis tidak bisa menuntut hak dan kewajiban seperti WNI, termasuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Keluarnya surat keterangan dari Kedubes AS dinilai sudah cukup membuktikan kewarganegaraan Orient, terlebih hal itu sudah diakui Orient. Dengan demikian, menjadi tidak terlalu penting jika diperlukan dokumen lain, seperti pelepasan status kewarganegaraan Indonesia jika ada dokumen lain yang menunjukkan status WNA.

Seandainya Orient mengurus kembali status kewarganegaraan Indonesia, perlu mengikuti prosedur yang berlaku, salah satunya tinggal di Indonesia selama lima tahun.

”Atau Presiden memberikan diskresi untuk mengembalikan status kewarganegaraan tanpa mengikuti prosedur pada umumnya,” kata Radian.

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengingatkan, masyarakat Sabu Raijua tidak boleh dirugikan dari polemik ini. Oleh sebab itu, pemerintah harus segera bersikap menyelesaikan masalah ini.

Jika dibiarkan berlarut, ia khawatir proses pemerintahan, pelayanan publik, dan pengambilan kebijakan strategis di Sabu Raijua terganggu. Apalagi pada Maret-April mendatang merupakan masa-masa krusial penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.

”Keputusan yang akan diambil Kemendagri akan sangat menentukan pengisian kepemimpinan agar tidak terjadi kerugian publik,” ucap Robert. (IQBAL BASYARI)

Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 25 Februari 2021 di halaman 2 dengan judul “Ambil Langkah Progresif Atasi Kasus Orient”. https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/02/25/ambil-langkah-progresif-atasi-kasus-orient/