August 8, 2024

Amnesty: Pemilu 2024 Menjadi Tantangan Besar bagi HAM

Amnesty International Indonesia menilai Pemilu 2024 merupakan momen pertaruhan eksistensi Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Namun Amnesty menayangkan, keterlibatan beberapa terduga pelanggar HAM dalam proses Pemilu 2024 termasuk terduga pelaku pelanggaran HAM berat masa lalu. Ia mengingatkan bahwa negara wajib menginvestigasi seluruh dugaan pelanggaran HAM, mengadili para terduga pelaku melalui mekanisme peradilan yang adil dan memenuhi hak-hak korban.

“Jadi, perlindungan HAM bukan isu lima tahunan saat Pemilu. Sebab realitasnya pelanggaran HAM ada di setiap tahun, sebagian besar terjadi tanpa ada pertanggungjawaban negara,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid dalam konferensi pers bertajuk “Refleksi HAM 2023: Kebebasan Sipil Jelang Pemilu Mengkhawatirkan” (31/1).

Usman menyebut UUD 1945 telah mengakui hak asasi manusia yang dijamin dalam hukum dan standar internasional, melalui ketentuan Pasal 28I ayat (4) yang menegaskan; perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Amnesty mencatat, dari seluruh kasus yang dipantau dalam proses pemilu terdapat masalah akuntabilitas aparat keamanan.

“Antara lain kasus intimidasi dan kriminalisasi terhadap Butet Kartaredjasa dan Aiman Witjaksono yang juga dilaporkan ke polisi karena pernyataannya mengenai netralitas aparat hukum saat pemilu. Bentuk intimidasi yang dialami oleh Butet dan Aiman dan sejumlah orang yang berbeda pandangan politik saat pemilu tidak seharusnya terjadi,” lanjut Usman.

Selain itu ia juga menyoroti sejumlah pejabat publik yang diduga melanggar hak atas jaminan sosial saat distribusi Bantuan Langsung Tunai (BLT). Beberapa pejabat publik dan akun media sosial resmi kenegaraan dinilai mengesankan seolah-olah BLT merupakan program figur tertentu. Padahal menurut Pasal 9 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, hak atas jaminan sosial merupakan kewajiban negara yang wajib disediakan dan diakses bukan untuk kepentingan politik partisipan.

Sementara Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Kahfi Adnan Hafidz mengatakan, tantangan terbesar dalam penyelenggaraan pemilu tidak hanya berasal dari pasangan calon, melainkan juga dari penyelenggara pemilu itu sendiri. Ia menyebut banyak kebijakan kontroversial yang dapat menciptakan konflik kepentingan dan merugikan integritas pemilu.

“Untuk menjamin agar pemilu itu bisa demokratis dan berintegritas itu tantangan terbesarnya dari penyelenggara pemilu, kita melihat bukan hanya hari ini. Kami banyak sekali mengawal, ketika banyak sekali pelanggaran mereka membiarkan pelanggaran yang terjadi,” kata Kahfi.

Kahfi juga menerangkan tantangan lainnya pada Pemilu 2024 adalah netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). Menurutnya, potensi penggunaan kekuasaan dan sumber daya negara untuk mendukung atau merugikan peserta pemilu tertentu sangat terbuka lebar. Hal itu bisa terlihat dalam penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik. Menurutnya, implementasi aturan etika dan kode perilaku bagi ASN menjadi langkah penting untuk menjaga netralitas dalam pemilu. []