August 8, 2024

Anggaran Tak Akan Dijadikan Alasan Penundaan Pemilu

Dewan Perwakilan Rakyat memastikan persoalan anggaran tidak akan dijadikan alasan penundaan Pemilu 2024. Sebagai salah satu hal krusial dalam penyelenggaraan pemilu, keputusan mengenai anggaran akan dituntaskan pada masa persidangan DPR berikutnya, mulai 15 Maret 2022.

Saat ini DPR masih reses dan akan berlangsung hingga pekan depan. Masa sidang berikutnya dinilai sebagai kesempatan terbaik bagi pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu untuk memutuskan jumlah anggaran pemilu karena pada pertengahan April mendatang DPR kembali memasuki masa reses, sementara tahapan pemilu menurut rencana dimulai Juni 2022.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa mengatakan, DPR pada prinsipnya tidak berkeberatan dengan usulan anggaran dari penyelenggara pemilu. Demikian pula menyangkut jadwal, tahapan, dan program dalam Pemilu 2024 telah beberapa kali dibahas antara DPR dan penyelenggara pemilu, khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Tanggal pemilu telah disepakati dan itu tidak akan diubah dengan alasan anggaran pemilu belum disetujui.

”DPR bukan tidak setuju dengan anggaran itu, tetapi minta penghematan dan efisiensi terkait anggaran. Soal efisiensi ini, kan, terkait juga dengan efisiensi tahapan yang kami minta. Misalnya, soal kampanye yang awalnya diusulkan 120 hari oleh KPU, diminta 90 hari oleh pemerintah, dan DPR minta 75 hari,” katanya, di Jakarta, Selasa (8/3/2022).

Efisiensi tahapan itu, menurut Saan, secara langsung akan berdampak pada penghematan anggaran. Waktu kampanye yang lebih sedikit akan memangkas biaya tahapan kampanye, sekaligus dapat menghindari polarisasi yang tajam di masyarakat.

Dalam rapat terakhir antara DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu, 24 Januari 2022, sejumlah catatan mengenai rasionalisasi anggaran pemilu itu disampaikan. Penyelenggara pemilu diminta kembali melakukan simulasi atas kemungkinan efisiensi waktu tahapan dan anggaran.

”Kalau, misalnya, KPU tetap ingin 120 hari, dan tidak mau mengakomodasi permintaan pemerintah atau DPR, itu hambatannya di mana. Kalau, misalnya, 90 hari, nanti dicarikan jalan keluarnya. Misalnya, dengan mengeluarkan Perpres (Peraturan Presiden) Pengadaan Barang, dan sebagainya, karena itu terkait dengan pengadaan logistik, dan distribusinya,” tutur Saan.

Saan pun membantah jika pembahasan anggaran itu bisa dijadikan alasan menunda pemilu. Sebab, rancangan Peraturan KPU (PKPU) mengenai Tahapan, Program, dan Jadwal sudah ada, dan DPR tidak ada persoalan apa pun dengan itu. Catatannya ialah hanya pada efisiensi waktu tahapan dan anggaran.

DPR menilai, begitu rancangan PKPU itu disepakati di dalam rapat konsultasi antara pemerintah, DPR dan KPU, maka anggaran pun harus sudah diketuk. Sebab, begitu tahapan dimulai, anggaran sudah harus ada. ”Kita sama sekali tidak ada masalah dengan anggaran itu, cuma minta dihitung ulang. Karena setelah diperiksa bersama kembali, kan, ternyata dari yang semula diusulkan Rp 86 triliun, KPU dapat menurunkannya menjadi Rp 76 triliun. Lalu setelah dirasionalisasi lagi bisa sekitar Rp 60 triliun. Artinya, masih ada ruang penghematan yang bisa dilakukan,” katanya.

Anggaran yang diajukan KPU, menurut Saan, dengan demikian belum merupakan usulan bersih karena masih bisa dimampatkan atau dihemat lebih jauh. DPR meminta agar segera ada hasil rasionalisasi anggaran yang dapat diterima pemerintah dan penyelenggara pemilu. Sebab, jika dibandingkan dengan anggaran Pemilu 2019 yang berkisar Rp 25 triliun, usulan anggaran Pemilu 2024 naik lebih dari tiga kali lipat.

”Ini akan kami bahas pada masa sidang berikutnya. Segera setelah dimulai, kami upayakan dapat selesai pada bulan Maret atau April. Sebab, pertengahan April sudah kembali memasuki masa reses. Setelah itu akan ada puasa dan Lebaran sehingga waktu terbaik untuk memberikan keleluasaan bagi berjalannya tahapan ialah pada masa sidang depan ini,” tutur Saan.

Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim mengatakan, anggaran ini sangat menentukan bagi berjalannya tahapan. Sebab, tanpa anggaran, tahapan tidak dapat berjalan. Oleh karena itu, penetapan anggaran ini harus dilakukan sebelum tahapan mulai berjalan.

”Sesegera mungkin penyelenggara pemilu melakukan penghitungan kembali dengan efisiensi dan mengurangi kebutuhan-kebutuhan yang tidak terlalu penting. Dengan demikian, Badan Anggaran DPR dapat segera membahas ini dengan pemerintah dan KPU,” ucapnya.

Dalam pembicaraan antara pemerintah, Banggar DPR, dan KPU, tercapai kesepahaman untuk melakukan efisiensi dengan melihat kondisi keuangan negara. Namun, berapa jumlah akhirnya yang diusulkan KPU, lanjut Luqman, belum dipastikan berapa triliun rupiah. Informasi terakhir, KPU masih bisa menurunkan anggaran sampai Rp 62 triliun.

Terbesar untuk honor

Manajer Riset Sekretaris Nasional (Seknas) Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Badiul Hadi mengatakan, anggaran Pemilu 2024 memang harus dicermati lebih saksama oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. Dua kementerian itu harus melakukan peninjauan (review) terlebih dulu terhadap usulan KPU. Sebab, dalam usulan KPU itu, pos anggaran terbesar ada pada pembayaran honor untuk petugas ad hoc di lapangan.

Ada pula pos anggaran pembangunan kantor KPU baru di daerah dan pengadaan mobil dinas. Pos-pos itu seharusnya dapat diminimalkan sehingga beban anggaran bisa dikurangi. Koordinasi Kemendagri dalam optimalisasi kantor-kantor pemda ataupun penggunaan mobil dinas pemda, menurut Badiul, harus dilakukan sehingga pos anggaran pembangunan kantor daerah dan mobil dinas itu bisa dikurangi.

”Dari usulan awal Rp 86 triliun, sekitar Rp 60 triliun untuk biaya gaji, bukan operasional penyelenggaraan. Sebab, belum ada kepastian apakah petugas ad hoc di lapangan itu diberikan honor sesuai UMR (upah minimum regional) ataukah sesuai standar KPU sendiri,” ucapnya.

Untuk memungkinkan penghematan, menurut Badiul, sebaiknya pemberian honor itu dilakukan sesuai standar KPU, bukan mengikuti UMR. Alasannya, UMR setiap daerah berbeda-beda dan itu akan rumit dalam pengaturannya. Jika KPU menggunakan standar honorarium sendiri, pengaturannya akan lebih mudah dan boleh jadi akan lebih efisien.

DPR juga dapat berperan besar dalam penentuan anggaran ini, yakni dengan membuat batasan maksimal anggaran pemilu. Patokan yang dapat digunakan ialah anggaran Pemilu 2019 sekitar Rp 25 triliun. Dengan mempertimbangkan ada pilkada serentak 2024, pasti dibutuhkan penambahan anggaran untuk Pemilu 2024. Sebab, pada Pemilu 2019 tidak ada pilkada serentak dengan jumlah sebesar pada tahun 2024.

”Artinya, patokan anggaran pemilu bersih adalah Rp 25 triliun, tinggal ditambah penghitungan biaya pilkada serentak. Paling mungkin adalah dua kali lipat lebih tinggi dari Pemilu 2019. Misalnya Rp 50 triliun dengan mempertimbangkan kenaikan anggaran karena adanya pilkada serentak,” ujar Badiul. (RINI KUSTIASIH)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://www.kompas.id/baca/polhuk/2022/03/08/bukan-alasan-penundaan-dpr-pastikan-anggaran-pemilu-dibahas-masa-sidang-berikutnya