August 8, 2024

Antisipasi jika Pilkada Harus Ditunda hingga Tahun Depan

Pandemi Covid-19 yang belum diketahui penghabisannya membuat rencana penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang terkait pilkada serentak 2020 mesti memperhatikan jalan keluar jika pilkada tidak bisa dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Gagasan waktu pelantikan pada pertengahan Agustus 2021 juga layak dipertimbangkan, menyusul kewenangan kepala daerah terpilih guna mengubah dan mengajukan anggaran untuk masa pemerintahannya.

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan, saat dihubungi pada Kamis (16/4/2020), mengatakan, selain mengatur penundaan, perppu juga sebaiknya memuat klausul terkait jalan keluar bilamana 9 Desember 2020 pilkada tidak memungkinkan dilaksanakan. Apabila hal itu terjadi, perlu diatur bahwa pilkada dilaksanakan selambat-lambatnya pada 2021.

Aturan semacam itu, tambahnya, dibutuhkan karena tidak mungkin menunggu lagi perppu lanjutan jika di tengah jalan diketahui pada 9 Desember 2020 pilkada tidak bisa dijalankan. Sebab, menunggu perppu lanjutan akan memakan waktu yang lama.

”Jadi, pertama (selain mengatur waktu penundaan), perppu harus ada klausul exit. Jalan keluar,” ucap Abhan.

Sebelumnya, pada rapat dengar pendapat lanjutan antara Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah, dan penyelenggara pemilu pada Selasa (24/3/2020) disepakati bahwa pemungutan suara ditunda dari semula 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020.

Selain itu, imbuh Abhan, perppu juga hendaknya mengatur rekapitulasi elektronik yang beberapa waktu terakhir digadang-gadang KPU. Ini untuk mengubah ketentuan di dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 yang masih menyatakan rekapitulasi masih dilakukan oleh PPS (Panitia Pemungutan Suara) dan PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan).

Begitu pula dengan metode kampanye yang semula akan disederhanakan dan dibatasi hanya dilakukan di media elektronik dan dunia virtual. Menurut Abhan, ketentuan itu perlu disebutkan di dalam perppu sehingga tidak akan menimbulkan masalah di kemudian hari. Perlu pula ditanyakan kepada peserta pemilihan terkait kesiapan mereka jika kampanye dilakukan secara virtual.

Adapun hal lain terkait pendanaan, Abhan mengatakan bahwa yang dibutuhkan adalah semacam surat atau instruksi dari Kemendagri kepada pemerintah-pemerintah daerah untuk tidak melakukan pengalihan anggaran guna penanggulangan wabah Covid-19. Hal ini mesti dilakukan jika memang pilkada serentak 2020 akan digelar pada 9 Desember 2020. Ini sekalipun kesepakatan melakukan pengalihan anggaran telah dicapai pada rapat dengar pendapat awal pada 30 Maret lalu.

Anggota Komisi Pemilihan Umum, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, saat dihubungi mengatakan, selain waktu penyelenggaraan, perppu idealnya mengatur pula bagaimana transisi penyelenggaraan tahapan. Payung hukum itu harus jelas, apakah di dalam perppu atau UU.

Lantik Agustus

Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Didik Supriyanto, mengatakan, isi perppu yang mendesak ialah mengenai pengaturan jadwal pilkada serentak 2020. Karena itulah, sampai kapan masa darurat wabah Covid-19 ditetapkan, mesti jadi pertimbangan.

Selain itu, imbuh Didik, yang juga penting adalah pelantikan kepala daerah semestinya dilakukan pada pertengahan Agustus 2021. Pasalnya, dengan demikian, kepala daerah terpilih bisa memiliki otoritas mengubah anggaran dan saat yang sama mengajukan anggaran untuk tahun depan.

Kan, dia (kepala daerah terpilih) banyak janji (saat kampanye),” sebut Didik.

Pelantikan pada pertengahan Agustus ini, kata Didik, membuat pemungutan suara bisa dilakukan pada Juni atau akhir Mei 2021. Hal ini didasarkan pada pertimbangan cuaca yang pada saat itu memberikan keuntungan optimal bagi penyelenggaraan pilkada.

Selain itu, yang terakhir, mempertimbangkan untuk menggunakan metode pemungutan suara dengan pos. Hal ini terutama jika kelak pandemi Covid-19 belum juga berakhir. (INGKI RINALDI)

Dikliping dari artikel yang terbit di Kompas.ID https://kompas.id/baca/polhuk/2020/04/17/isi-perppu-perhatikan-jalan-keluar/