August 8, 2024

Bawaslu: Kedepankan Pencegahan dalam Pengawasan Pemilu

Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyebut telah menangani 70 dugaan pelanggaran, 126 dugaan pelanggaran konten internet dan telah melakukan 90.716 pencegahan terkait Pemilu 2024. Upaya dengan mengedepankan pencegahan akan terus dilakukan Bawaslu dalam pengawasan Pemilu.

“Sejak Januari hingga Desember 2023, Bawaslu telah melakukan 22.608 (25%) identifikasi kerawanan, 2.271 (3%) pendidikan, 2.706 (3%) partisipasi masyarakat, 3.824 (4%) kerja sama, 20.501 (23%) surat pencegahan, 7.577 (8%) publikasi, dan 3.229 (34%) inovasi kegiatan lainnya,” kata Lolly Suhenty, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, (19/12).

Lolly menjelaskan, melalui pengawasan siber dan penelusuran dengan Intelligent Media Monitoring (IMM) dan aduan masyarakat, Bawaslu menemukan 126 dugaan pelanggaran konten internet terkait Pemilu. Sebanyak 124 konten yang berkaitan dengan ujaran kebencian, 1 konten hoaks, politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) 1 konten, dan 8 konten menyasar penyelenggara pemilu.

“Sebaran platfromnya; Facebook sebanyak 52 konten, Instagram 38, X (Twitter) 32, TikTok 3 dan YouTube 1 konten,” terang Lolly.

Berkaitan dengan hal itu, Bawaslu telah tiga kali melayangkan permohonan pembatasan akses konten pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dan berkoordinasi dengan platform media sosial. Lolly juga mengatakan, melalui kerjasama dengan Bawaslu seluruh platform media sosial sudah mempunyai channel khusus Pemilu 2024.

Sementara itu, Puadi Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data dan Informasi Bawaslu menyampaikan, selama masa kampanye Bawaslu telah menangani 70 perkara dugaan pelanggaran kampanye, terdiri dari 35 perkara di tingkat pusat dan 35 di tingkat daerah. Laporan dan temuan tersebut meliputi pelanggaran administrasi dan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Dari 70 perkara yang ditangani, 26 perkara diregistrasi (37 %), 40 laporan tidak diregistrasi (57 %), dan 4 perkara masih proses kajian awal dan perbaikan (6 %),” terang Puadi.