JAKARTA, KOMPAS – Pengawasan proses rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2019, menjadi tugas semua pihak. Upaya untuk mencegah adanya kesalahan maupun kecurangan dalam proses rekapitulasi, jauh lebih bermanfaat ketimbang saling melempar narasi ketidakpercayaan terhadap hasil dan penyelenggara pemilu.
Tahap rekapitulasi perolehan suara, dilakukan secara berjenjang dari kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, serta tingkat nasional. Pada 22 Mei 2019, proses ini sudah harus selesai di tingkat nasional. Tahapan rekapitulasi di tiap jenjang ini melibatkan jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), saksi dari peserta Pemilu 2019, baik dari calon presiden-calon wakil presiden, calon anggota DPD, maupun dari partai politik.
Selain perhitungan manual berjenjang, lewat laman daring Situng, KPU menyediakan informasi cepat berbasis salinan formulir C1, atau hasil penghitungan suara di tingkat tempat pemungutan suara (TPS). Hingga Rabu (24/4/2019) pukul 22.00, data Situng KPU menunjukkan pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin mendapat 55,85 persen suara, sedangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapat 44,15 persen. Data itu diperoleh dari suara masuk di 249.707 TPS atau 30,7 persen dari total 813.350 TPS.
Data Situng KPU kerap jadi bahan perbincangan pengguna internet di media sosial. Beberapa kesalahan pemasukan data ke Situng sering dianggap pengguna internet sebagai bentuk kecurangan. Padahal, rekapitulasi resmi dilakukan secara manual, terpisah dari data yang disajikan Situng KPU.
Terkait maraknya tudingan kecurangan, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan minta masyarakat tak memercayai tudingan itu dan tidak terhasut melakukan gerakan yang mengganggu kedamaian dan keamanan nasional.
Menteri Koordinator Polhukam Wiranto di Jakarta, Rabu (24/4/2019), menyampaikan tuduhan kecurangan dan konspirasi yang ditujukan kepada pemerintah beserta KPU dan Bawaslu merupakan fitnah dan hal yang tidak berdasar.
”Tuduhan kecurangan tersebut justru merupakan sebuah bentuk upaya delegitimasi pemerintah dan penyelenggara pemilu, termasuk proses pemilu yang saat ini sedang dalam tahap penghitungan suara,” kata Wiranto, seusai rapat tertutup di Kantor Menkopolhukam, yang juga dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo serta Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko.
Tuduhan kecurangan tersebut justru merupakan sebuah bentuk upaya delegitimasi pemerintah dan penyelenggara pemilu, termasuk proses pemilu yang saat ini sedang dalam tahap penghitungan suara
Wiranto juga menegaskan, penyelenggara pemilu sudah sudah berhasil menyelenggarakan pemilu terkompleks di dunia dengan aman, lancar, dan damai. Bahkan, apresiasi datang dari 33 negara sahabat yang ikut memantau jalannya pemilu.
Bersama awasi
Anggota KPU Wahyu Setiawan meminta masyarakat secara bersama-sama menjaga Pemilu 2019, termasuk tahapan rekapitulasi perolehan suara yang saat ini masih berlangsung. Wahyu menegaskan proses rekapitulasi penghitungan suara di kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat harus diawasi dan dikawal seluruh masyarakat. Dengan demikian, potensi kekeliruan dan pelanggaran dapat dicegah.
Wahyu menegaskan, sejak pemungutan suara dan penghitungan suara, KPU telah membuka ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi.
“KPU menyadari, semakin banyak masyarakat berpartisipasi maka akan semakin meningkatkan mutu pemilu,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Relawan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ferry Mursyidan Baldan mengapresiasi langkah masyarakat yang secara mandiri mengumpulkan puluhan ribu foto form C1 plano (hasil penghitungan suara di TPS) dan menyerahkannya ke BPN.
Ferry mengatakan tingkat partisipasi masyarakat sangat tinggi dalam mengawal pemilu. Setelah menggunakan hak suaranya pada hari pemungutan suara 17 April, masyarakat juga secara sadar ingin mengawal jalannya penghitungan suara hingga tuntas.
Kendati perdebatan, klaim kemenangan, dan tudingan kecurangan dalam pemilu masih bertebaran, Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional Jokowi-Amin yakin pemilu akan berakhir damai.
Proses pengawalan itu tidak perlu dilakukan berlebihan dengan komentar-komentar di ruang publik yang bisa memprovokasi masing-masing pendukung di akar rumput.
Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor mengatakan, pengawalan yang kini dilakukan oleh tiap kubu peserta pemilu , dengan bersama-sama mengunggah salinan formulir C1 dan menyebarkan saksi guna mengawasi rekapitulasi suara, sudah selayaknya dilakukan. Namun, proses pengawalan itu tidak perlu dilakukan berlebihan dengan komentar-komentar di ruang publik yang bisa memprovokasi masing-masing pendukung di akar rumput.
“Kuncinya di elite. Kalau sekadar mengatakan ada masalah, itu sesuatu yang wajar dalam proses pengawalan, mengingat ada beberapa aspek penyelenggaraan yang kurang baik. Tetapi jangan lalu masyarakat dibenturkan. Ini bisa memicu konflik berkepanjangan yang dapat mendelegitimasi pemilu dan memperparah perpecahan di masyarakat,” katanya. (EDN/INK/MTK/INA)
Dikliping dari artikel yang terbit di harian Kompas edisi 25 April 2019 di halaman 1 dengan judul “Bersama Jaga Rekapitulasi”. https://kompas.id/baca/utama/2019/04/25/bersama-jaga-rekapitulasi/