January 31, 2025

Bivitri Susanti: Hukum Sering Menjadi Alat Politik Ketakutan

Ahli Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera, Bivitri Susanti memandang saat ini hukum di Indonesia seringkali dijadikan alat untuk mengintimidasi masyarakat, terlebih dalam proses berjalannya pemilu. Untuk itu ia memandang pemerintah perlu menjamin netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui saluran pengaduan kecurangan yang aman bagi setiap pelapor.

“Yang kita butuhkan sekarang suatu kejelasan, netralitas itu tidak hanya omongan tapi harus ditunjukan dengan kebijakan konkrit secara struktural dan apa aksinya,” kata Bivitri dalam diskusi bertajuk “Jalan Sesat Meraih Kekuasaan: ASN, TNI-Polri Pura-Pura Netral?” di Menteng, Jakarta Pusat, (14/1).

Bivitri menerangkan, berdasarkan aturan hukum pemilu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) hanya dapat memberikan sanksi pada peserta pemilu, sementara netralitas ASN sudah diatur dalam aturan hukum masing-masing lembaga. Namun ia memandang saat ini hukum sering dijadikan sebagai alat politik ketakutan oleh pihak tertentu. Padahal dampaknya dalam kepemiluan berkepanjangan, karena setelah pemilu terdapat sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK), dalam proses itu MK hanya mengecek pelanggaran pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

“Jadi kalau teman-teman melihat kecurangan harus segera rekam, catat, dan laporkan, tidak usah menunggu hasil pemilu. Karena siapapun yang menang, jika terlalu banyak kecurangan berarti pemilunya tidak punya legitimasi,” terangnya.

Padahal menurut Bivitri esensi politik dari pemilu adalah legitimasinya. Ia juga mengingatkan untuk terus melakukan pengawasan terhadap pemerintah, karena setelah proses pemilu selesai sampai digantinya presiden pada 20 Oktober mendatang terdapat jeda pemerintahan dalam masa transisi (Lame Duck). Rentang waktu itu pemerintahan tidak boleh membuat kebijakan yang berpengaruh bagi negara.

“Jadi masih banyak peristiwa hukum yang akan terjadi antara Juni sampai Oktober. Akan ada sengketa-sengketa susulan dengan menggunakan segala cara,” ujarnya.

Dampak besar dari banyaknya aspek hukum yang tidak jelas menurut Bivitri adalah terciptanya pemerintahan yang rapuh. Untuk itu ia mengajak masyarakat untuk mengawasi proses pemilu secara langsung, melalui platform pengawasan pemilu yang sudah banyak disediakan oleh masyarakat sipil.

“Sehingga kita punya rekaman-rekaman itu untuk bisa melihatkan kecurangan-kecurangan yang mungkin timbul,” pungkas Bivitri. []